Abu Dzar al-Ghifari (4): Ketika Suriah Berubah Jadi Sel-Sel Lebah yang Temukan Ratunya

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 15:07 WIB
loading...
Abu Dzar al-Ghifari...
Abu Dzar Al-Ghifari akhirnya di daerah tandus tanpa penghuni. Pembela rakyat kecil yang antikorupsi ini berakhir tragis. (Ilustrasi: Ist)
A A A
Pada tahun 30 Hijriyah Abu Dzar al-Ghifari telah tiba di Suriah, tempat di mana Gubernur Muawiyah bin Abu Sufyan berkuasa. Rakyat menyambutnya dengan gegap gembita. Daerah tersebut seolah-olah telah berubah menjadi sel-sel lebah yang menemukan ratunya yang mereka taati.



Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah menceritakan di Suriah rakyat jelata menyambut kedatangannya, dan mereka berkata, “Bicaralah wahai Abu Dzar! Bicaralah wahai sahabat Rasulullah!”

Abu Dzar melihat ke arah mereka, kepada orang-orang-orang yang mengerumuninya. Dilihatnya bahwa kebanyakan dari mereka adalah orang-orang miskin yang serba kekurangan.

Lalu dilayangkan pandangannya ke arah dataran agak tinggi yang tidak jauh dari sana, dia melihat bangunan-bangunan tinggi yang megah, menampilkan kemewahan. Berserulah Abu Dzar ke orang-orang miskin itu:

“Aku heran melihat orang yang tidak punya makanan di rumahnya, kenapa dia tidak mendatangi orang-orang itu dengan menghunus pedangnya!”

Kemudian Abu Dzar teringat kembali wasiat Rasulullah yang melarangnya untuk angkat senjata, maka ditinggalkannya lah bahasa-bahasa yang dapat mengobarkan peperangan.

Dia mengajarkan kepada orang-orang miskin tersebut pemahaman-pemahaman dasar mengenai Islam. Manusia ibarat gigi-gigi sisir, untuk mendapatkan rezeki semuanya harus berhimpun. Bahwa tidak ada kelebihan seseorang dari lainnya, kecuali dalam hal ketaqwaan. Dan pemimpin dari suatu golongan haruslah yang pertama kali menderita kelaparan sebelum pengikutnya, sebaliknya dia harus yang paling belakang menikmati kekenyangan.

Abu Dzar telah memutuskan, bahwa dia akan terus berbicara, dia akan membangunkan kesadaran orang-orang di negeri Islam. Dia telah bertekad untuk membangun pehamaman di tengah-tengah umat Islam, sehingga itu dapat membatasi gerak dari para pembesar dan golongan orang kaya agar tidak menyalahgunakan kekuasaan atau menumpuk harta kekayaan demi kepentingan pribadi.

Orang-orang terus berdatangan untuk mendengarkan ceramah Abu Dzar, suatu hari dia berkata, “Wahai kaum bangsawan! Wahai Muawiyah dan pemerintahannya! Bersimpatilah dengan orang miskin. Biarkan mereka yang mengumpulkan emas dan perak dan tidak menggunakannya di jalan Allah, ketahuilah bahwa dahi, sisi, dan punggung mereka akan disetrika dengan api.

Wahai penimbun kekayaan! Tidakkah kamu tahu bahwa ketika seseorang meninggal, semuanya akan terpisah darinya. Hanya tiga hal yang tersisa untuknya, amal jariyah, pengetahuan yang bermanfaat, dan anak yang saleh, yang berdoa untuknya.”



Membangun Pemahaman
Hanya dalam beberapa hari sejak kedatangan Abu Dzar di Suriah, daerah tersebut seolah-olah telah berubah menjadi sel-sel lebah yang menemukan ratunya yang mereka taati. Seandainya Abu Dzar memberikan isyarat untuk memberontak, niscaya api pemberontakan akan berkobar di Suriah. Namun, hal itu tidak dia lakukan, niatnya hanya sebatas membangun pemahaman dan kesadaran bagi umat Islam.

Golongan orang kaya Suriah mulai merasa terganggu dengan Abu Dzar. Suatu saat Habib bin Muslimah Fahri menyaksikan bagaimana orang-orang mengerumuni dan mendengarkan ceramah Abu Dzar. Dia berkesimpulan, “ini adalah gangguan besar.”

Dia segera pergi menemui Muawiyah dan berkata kepadanya, “Wahai Mu’awiyah! Abu Dzar benar-benar akan mengacaukan pemerintah Suriah. Jika engkau membutuhkan Suriah, engkau harus menghentikan gangguan ini sejak awal.”

Seruan-seruan Abu Dzar terhadap rakyat akhirnya mencapai puncaknya, Muawiyah menjadi gerah karenanya, maka dipanggil lah Abu Dzar untuk berdialog. Dialog tersebut dihadiri juga oleh beberapa kalangan sahabat.

Tanpa merasa gentar dan tanpa basa-basi, Muawiyah ditanya perihal kekayaannya sewaktu sebelum menjadi pejabat dan sesudahnya. Dia mempertanyakan mengenai rumah Muawiyah dulu di Makkah dan membandingkannya dengan istana-istana megahnya di Suriah saat ini.

Kemudian, dihadapkannya pula pertanyaan kepada para sahabat yang duduk di sekeliling Muawiyah mengenai bangunan-bangunan mewah dan lahan pertanian luas yang mereka miliki di Suriah.

Lalu dia berseru, “apakah tuan-tuan yang sewaktu Qur'an diturunkan kepada Rasulullah, dia (harta kekayaan) berada di lingkungan tuan-tuan?”

Sebelum sempat dijawab Abu Dzar telah berbicara kembali, “benar, kepada tuan-tuanlah Al-Qur'an diturunkan, dan tuan-tuanlah yang telah mengalami sendiri berbagai peperangan!”
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1758 seconds (0.1#10.140)