Sejarah Puasa: Rahasia Dipilihnya Bulan Ramadhan sebagai Waktu Berpuasa

Selasa, 29 Maret 2022 - 15:24 WIB
loading...
A A A
Dalam tradisi Agama Yahudi, ‘Asyura juga diagungkan dan penganutnya puasa di hari itu. Di hari ‘Asyura, bahtera Nabi Nuh berlabuh di lembah Judiy dan Nabi Musa serta Bani Israel selamat dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Puasa dijadikannya ritus untuk memperingati momen penting itu.

Islam pun juga mensyariatkan puasa hari Asyura’ sebagai ibadah sunnah, dan bahkan wajib menurut Hanafiyyah. Hingga, pada tahun 2 Hijriah pada bulan Sya’ban, turunlah perintah wajib berpuasa Ramadhan bagi umat Islam.



Hamba yang Takwa
Berbeda dengan tujuan dan motivasi puasa dengan umat sebelumnya, Islam mensyariatkan puasa atas dasar ibadah dan bertujuan untuk menjadi hamba yang bertakwa. Seperti firman Allah dalam Surat al-Baqarah [2]: 185:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Al-Baqarah: 185)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa tujuan puasa ialah membentuk ketakwaan dalam diri seorang muslim. Nabi SAW juga bersabda bahwa barangsiapa berpuasa di Bulan Ramadhan didasari oleh keimanan dan harapan mendapat pahala, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni. Berikut ini sabda Nabi yang ditakhrij oleh Imam Muslim dalam kitab Sahihnya:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.



Dua Dimensi
Puasa, berdasarkan pengalaman para sufi terbukti ampuh untuk menyingkap tabir itu. Al-Razi menuturkan, puasa adalah sebab yang paling mujarab untuk menghilangkan egoisme manusia, sehingga patut dijadikan ritus ibadah di bulan Ramadhan. Keampuhan puasa sebagai penahan hawa nafsu dapat dicermati dari ketentuan puasa itu sendiri.

Puasa yang semakna dengan al-imsak (menahan) memiliki dua dimensi yang harus ditahan. Dimensi syar’i berupa menahan makan, minum, berhubungan suami-istri, dan dimensi akhlaki berupa egois, dengki, menggunjing, memfitnah, dan etika tercela lainnya.

Keefektifan puasa dalam menahan hawa nafsu juga disampaikan oleh Nabi. Menyitir dari al-Jurjawi, terdapat sabda Nabi:

من جاع بطنه عظمت فكرته وفطن قلبه

“Barangsiapa lapar, akan luas pikirannya dan peka hatinya.”

Begitu pula, dalam secuplik nasihat Lukman al-Hakim kepada anaknya, juga disampaikan bahwa perut yang penuh mengakibatkan pikiran tertutup, hati bungkam, dan tubuh lumpuh untuk beribadah.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3445 seconds (0.1#10.140)