Abdullah bin Jahsy, Orang Pertama Bergelar Amirul Mukminin yang Ditegur Rasulullah SAW

Jum'at, 15 April 2022 - 15:26 WIB
loading...
A A A
Hukuman itu menyebabkan mereka serba sulit. Kaum muslimin mencela mereka, sehingga mereka merasa dikucilkan.

Kedamaian yang dinikmati Abdullah sejak hijrah ke Madinah, kini bertukar dengan kegelisahan, kesedihan, penyesalan dan rasa tertekan. Bila berpapasan dengan kaum muslimin, mereka berkata mencemooh, “Inikah dia yang melanggar perintah Rasullullah?“

Kesedihan dan penyesalan semakin mencekam ketika mereka ketahui kaum Quraisy mengambil kesempatan dari kasus tersebut.



Orang-orang Quraisy meningkatkan tekanan mereka terhadap Rasulullah. Mereka menggembar-gemborkan di kalangan kabilah-kabilah Arab: “Muhammad menghalalkan bulan Haram.. Muhammad menumpahkan darah dalam bulan Haram. Muhammad merampas dan menawan...”

Abdullah menyadari, karena kecerobohannya dia telah memberikan senjata yang ampuh kepada kaum Quraisy untuk merangkul kabilah-kabilah Arab bersimpati kepada mereka untuk memusuhi Rasulullah dan kaum muslimin. Bahkan dapat mengundang agresi mereka secara fisik.

Tidak dapat dibayangkan bagaimana beratnya beban moril yang ditanggung Abdullah bin Jahsy dan kawan kawan. Dia terjepit antara kawan dan lawan. Allah menguji imannya kembali dengan ujian yang tidak ringan, sampai ujian itu mencapai titik tertentu yang ditetapkan Allah. Namun begitu imannya tidak goyang.

Dia selalu tobat dan istighfar kepada Allah Ta’ala. Setelah ujian itu sampai di puncaknya, padahal mereka senantiasa tobat dan istighfar, maka Allah memberi kabar gembira melalui Nabi-Nya.

Allah mengampuni tindakan mereka dengan menurunkan wahyu kepada Rasulullah:

يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلشَّهْرِ ٱلْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَكُفْرٌۢ بِهِۦ وَٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِۦ مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ ٱللَّهِ ۚ وَٱلْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ ٱسْتَطَٰعُوا۟ ۚ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ


“Mereka bertanya kepadamu perihal berperang pada bulan Haram. Katakanlah: Berperang dalam bulan Haram adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, menghalangi masuk Masjidil Haram dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar dosanya di sisi Allah. Dan membuat fitnah lebih besar dosanya daripada membunuh. Mereka tidak akan henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka berhasil mengembalikan kamu kepada kekafiran, seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dan agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran. maka mereka itulah orang yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.“ ( QS Al-Baqarah : 217).

Sesudah ayat yang mulia itu turun, tenanglah hati Rasulullah. Harta rampasan disita untuk Baitul Mal. Kedua tawanan diminta uang tebusan. Beliau menyatakan setuju dengan tindakan Abdullah bin Jahsy dan kawan-kawan, sesuai dengan ketentuan Allah. Karena kasus mereka merupakan kasus besar dalam kehidupan kaum Muslimin, maka rampasan tercatat dalam sejarah Islam sebagai rampasan pertama.

Musuh yang mereka tewaskan, kaum musyrik pertama yang tertumpah darahnya di tangan kaum muslimin. Tawanan mereka adalah tawanan pertama yang jatuh ke tangan kaum muslimin.



Syahid di Uhud
Tidak berapa lama kemudian terjadi perang Badar . Ujian bagi Abdullah bin Jahsy agaknya belum selesai. Dia cedera dalam perang tersebut. Sesudah itu menyusul pula perang Uhud.

Abdullah menemui sahabatnya Sa’ad bin Abi Waqqash . “Tidak berdoakah engkau?” tanyanya menjelang perang Uhud.

“Tentu...!“ jawab Sa’ad.

Mereka berdua berada di tempat terpencil pada saat itu. “Ya, Rabbi! Jika saya bersua musuh, persuakanlah saya dengan orang yang sangat jahat dan buas. Saya akan bertempur melawannya. Berilah saya kemenangan, sehingga dia tewas di tangan saya dan kurampas perlengkapannya,” begitu Sa’ad berdoa.

Abdulllah bin Jahsy mengaminkan do’a tersebut. Kemudian dia berdo’a pula; ‘Wahai Allah! Berilah saya rezki seorang musuh yang sangat jahat dan buas. Saya akan melawannya demi Engkau, tetapi kemudian dia kembali menewaskan saya. Kemudian dipotongnya hidung dan telinga saya. Bila esok saya menemui Engkau, Engkau bertanya kepada saya, ‘Mengapa hidung dan telingamu buntung, hai Abdullah?’ Saya menjawab, ‘Karena membela Agama dan Rasul Engkau!’ Lalu Engkau berkata, “Shadaqta... (engkau benar).”

Sa’ad mengatakan, “Doa Abdullah bin Jahsy lebih bagus daripada doa saya. Saya temui dia petang hari, kudapati dia telah tewas sesuai dengan doanya. Hidung dan telinganya buntung dan digantungkan orang pada sebatang pohon dengan seutas tali.”
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1506 seconds (0.1#10.140)