Puasa dan Kampanye Melawan Hoax
loading...
A
A
A
Sebagaimana kita ketahui puasa merupakan proses yang harus dijalani oleh setiap muslim agar bisa menjadi pribadi yang semakin bertakwa. Puasa melatih kemampuan seseorang untuk dapat menahan diri, tidak hanya dalam menahan lapar dan haus tetapi juga seharusnya dalam menjaga lidah atau lisannya . Puasa bisa menjadi sia-sia jika seseorang tidak menjaga lisannya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta (qaul az-zur) dan mengamalkannya, maka Allah tidak membutuhkan dia dari meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)
Rasulullah telah menyampaikan bahwa puasanya orangyang berdusta tidak akan mendapatkan balasan pahala.Puasanya menjadi sia-sia dan percuma karena yang didapatkan hanya lapar dan haus saja. Dusta yang dimaksudkan dalam hadis tersebut bisa berbentuk ucapan bohong yang tidak sesuai dengan realita, menggunjing (ghibah), mengadu domba (namimah) dan menyebarkan berita bohong (fitnah).
Bentuk yang terakhir ini justru lebih berat dari jenis kebohongan lainnya karena modus dan efek negatifnya jauh lebih berbahaya. Dalam dunia modern jenis kebohongan ini kemudian disebut dengan hoax.
Kita manusia yang hidup di era informasi yang semakin canggih ini mempunyai akses yang sangat terbuka terhadap informasi. Internet dan media sosial menjadi penyambung lidah yang sangat efektif dalam menyampaikan informasi dan gagasan. Tidak bisa dipungkiri masing-masing media memiliki visi dan misi yang menjadi pendorongnya.
Media menjadi sangat rentan untuk disusupi informasi atau berita sesuai dengan apa yang dipesankan oleh kelompok-kelompok tertentu yang dekat dengan pemilik media tersebut. Dengan demikian informasi apapun hari ini patut diwaspadai dari adanya unsur kesengajaan dimana berita maupun opini yang disampaikannya bersifat realistis ataukah tendensius, atau bahkan dikategorikan sebagai berita bohong.
Setidaknya ada dua hal yang diajarkan oleh Islam agar kita tidak terjebak dalam perbuatan dosa berkaitan dengan tersebarnya hoax ini. Pertama, biasakan kita melakukan tabayyun jika mendapatkan suatu berita (Q.S. Al-hujurat/49: 6) . Tabayyun berarti melakukan pemeriksaan dengan teliti atas informasi yang kita terima. Tidak semua informasi bisa diterima begitu saja, apalagi jika berkaitan dengan kehidupan banyak orang. Al-Qur’an mengingatkan kita akan pentingnya bertabayun agar kita tidak menimpakan suatu musibah kepada orang lain tanpa mengetahui keadaan sebenanya yang menyebabkan penyesalan atas perbuatan kita sendiri di kemudian hari.
Kedua, sikap tawaquf atau berdiam diri tanpa mengambil kesimpulan, apalagi mempublikasikan suatu berita. Tawaquf bisa menjadi alternatif paling bijak dalam menyikapi sekian banyak informasi yang belum bisa kita pastikan kebenarannya. Banyak persoalan dimana kita tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan tabayyun. Demikian pula tidak semua orang mempunyai kecakapan dan keahlian untuk menelusuri suatu informasi sampai ke akarnya. Oleh karenanya sikap diam bisa sangat membantu agar kita tidak menjadi orang yang dipersalahkan karena ketidaktahuan kita sendiri.
Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al-Isra/17: 36).
Mulutmu harimaumu. Itu peribahasa orang tua kita untuk mengingatkan agar jangan sampai lisan kita mencelakai orang lain, kemudian orang itu akan membalas atau ada balasan lewat tangan orang lain yang akan mencelakai kita. Mungkin ungkapan yang lebih tepat untuk hari ini adalah jarimu harimaumu.
Demikian puasa di bulan Ramadhan ini mengingatkan pentingnya kita untuk menjaga lisan. Jangan ada lagi kebohongan yang disengaja keluar dari seorang yang beriman. Jangan pula ada berita hoax yang secara sadar maupun tidak ternyata tersebar yang justru mengancam kedamaian dan kerukunan yang selama ini sudah terjalin dengan baik.
Wallahu A'lam
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta (qaul az-zur) dan mengamalkannya, maka Allah tidak membutuhkan dia dari meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)
Rasulullah telah menyampaikan bahwa puasanya orangyang berdusta tidak akan mendapatkan balasan pahala.Puasanya menjadi sia-sia dan percuma karena yang didapatkan hanya lapar dan haus saja. Dusta yang dimaksudkan dalam hadis tersebut bisa berbentuk ucapan bohong yang tidak sesuai dengan realita, menggunjing (ghibah), mengadu domba (namimah) dan menyebarkan berita bohong (fitnah).
Bentuk yang terakhir ini justru lebih berat dari jenis kebohongan lainnya karena modus dan efek negatifnya jauh lebih berbahaya. Dalam dunia modern jenis kebohongan ini kemudian disebut dengan hoax.
Kita manusia yang hidup di era informasi yang semakin canggih ini mempunyai akses yang sangat terbuka terhadap informasi. Internet dan media sosial menjadi penyambung lidah yang sangat efektif dalam menyampaikan informasi dan gagasan. Tidak bisa dipungkiri masing-masing media memiliki visi dan misi yang menjadi pendorongnya.
Media menjadi sangat rentan untuk disusupi informasi atau berita sesuai dengan apa yang dipesankan oleh kelompok-kelompok tertentu yang dekat dengan pemilik media tersebut. Dengan demikian informasi apapun hari ini patut diwaspadai dari adanya unsur kesengajaan dimana berita maupun opini yang disampaikannya bersifat realistis ataukah tendensius, atau bahkan dikategorikan sebagai berita bohong.
Setidaknya ada dua hal yang diajarkan oleh Islam agar kita tidak terjebak dalam perbuatan dosa berkaitan dengan tersebarnya hoax ini. Pertama, biasakan kita melakukan tabayyun jika mendapatkan suatu berita (Q.S. Al-hujurat/49: 6) . Tabayyun berarti melakukan pemeriksaan dengan teliti atas informasi yang kita terima. Tidak semua informasi bisa diterima begitu saja, apalagi jika berkaitan dengan kehidupan banyak orang. Al-Qur’an mengingatkan kita akan pentingnya bertabayun agar kita tidak menimpakan suatu musibah kepada orang lain tanpa mengetahui keadaan sebenanya yang menyebabkan penyesalan atas perbuatan kita sendiri di kemudian hari.
Kedua, sikap tawaquf atau berdiam diri tanpa mengambil kesimpulan, apalagi mempublikasikan suatu berita. Tawaquf bisa menjadi alternatif paling bijak dalam menyikapi sekian banyak informasi yang belum bisa kita pastikan kebenarannya. Banyak persoalan dimana kita tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan tabayyun. Demikian pula tidak semua orang mempunyai kecakapan dan keahlian untuk menelusuri suatu informasi sampai ke akarnya. Oleh karenanya sikap diam bisa sangat membantu agar kita tidak menjadi orang yang dipersalahkan karena ketidaktahuan kita sendiri.
Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al-Isra/17: 36).
Mulutmu harimaumu. Itu peribahasa orang tua kita untuk mengingatkan agar jangan sampai lisan kita mencelakai orang lain, kemudian orang itu akan membalas atau ada balasan lewat tangan orang lain yang akan mencelakai kita. Mungkin ungkapan yang lebih tepat untuk hari ini adalah jarimu harimaumu.
Demikian puasa di bulan Ramadhan ini mengingatkan pentingnya kita untuk menjaga lisan. Jangan ada lagi kebohongan yang disengaja keluar dari seorang yang beriman. Jangan pula ada berita hoax yang secara sadar maupun tidak ternyata tersebar yang justru mengancam kedamaian dan kerukunan yang selama ini sudah terjalin dengan baik.
Wallahu A'lam
(wid)