Bagaimana Cara Mendapat Hidayah Allah? Begini Penjelasannya
loading...
A
A
A
Hidayah dan petunjuk merupakan milik Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan, kita wajib bersyukur kepada Allah jika termasuk orang yang mendapatkan hidayah dan petunjuk tersebut, karena kita senantiasa dituntun hati untuk tunduk dan patuh kepadaNya, menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
Lantas, bagaimana cara kita untuk mendapatkan cahaya Allah ? Di permukaan bumi ini salah satu di antara tempat yang dengannya Allah memberikan kita cahaya yaitu melalui masjid – masjid Allah Subhanahu wa ta’ala.
Allah Ta'ala berfirman:
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. An Nur : 35)
Dalam lanjutan ayat pada surah An Nur, Allah menyebutkan tempat untuk menemukan cahaya (Hidayah). Allah berfirman:
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang”. (QS. An Nur: 36).
Kata para ulama tafsir yang dimaksudkan dengan buyuts dalam ayat ini secara khusus adalah masjid – masjid Allah Subhanahu wata’ala.
Di masjid Allah di sanalah tempat bagi kita untuk mendapatkan hidayah dan petunjuk sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was allam menjadikan masjid – masjid Allah sebagai tempat tinggal yang paling diridhoi dan paling dicintai oleh Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tempat yang paling dicintai oleh Allah dalam suatu negeri adalah masjid-masjidnya dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya”. (HR. Muslim).
Lantas, bagaimana ciri-ciri orang yang mendapatkan cahaya Allah ini? Ustadz DR. Amir Faishol Fath, MA menjelaskan, sesungguhnya jiwa manusia sangat membutuhkan siraman cahaya wahyu. Tidak mungkin manusia menghindar dari cahaya tersebut. Siapa yang menghindar pasti celakai dirinya sendiri.
Ini adalah kebutuhan fitrah manusia. Karena hanya dengan cahaya tersebut manusia menjadi manusia. Tanpa cahaya wahyu, manusia hanya tinggal bentuknya manusia, tapi isinya binatang. Semua fasilitas jasmani yang diberikan Allah otomatis tidak berfungsi sebagaimana tujuan yang Allah kehendaki. Sebab, mata, Otak, hati, dan kecerdasan yang ia miliki hanya digunakan untuk kesia-siaan.
Allah sendiri menyebut rumah-Nya di Makkah dengan nama “baytullah” (rumah Allah). Sebab kata rumah menunjukkan makna lebih khusus. Dan fitrah manusia selalu ingin punya kekhususan (privacy). Islam telah membuat aturan kekhususan ini. Karenanya dalam Al-Qur’an kita diajarkan adab bertamu ke rumah orang Iain. Di antaranya dengan memberikan salam dan tidak boleh langsung masuk ke dalamnya agar tidak melihat aurat rumah tangga tersebut.
Maka sebagaimana Allah telah menjadikan untuk DiriNya rumah “baytullah”, Allah juga telah mengizinkan hamba-hamba-Nya agar memperbanyak rumah rumah-Nya di muka bumi. Bahkan Allah telah persiapkan bumi untuk dijadikan masjid.
Karenanya di mana pun Nabi Shallallahu alaihi wa sallam singgah, beliau selalu membangun masjid di situ. Ketika singgah di Quba saat hijrah, beliau langsung membangun masjid yang dinamakan Masjid Quba. Inilah masjid yang pertama kali Nabi saw bangun sejak diangkat sebagai nabi. Nabi saw sangat suka masjid ini.
Setiap hari sabtu Nabi saw mengkhususkan diri datang ke Masjid Quba dalam kedaan suci dari rumahnya. Dalam rangka ini Nabi saw bersabda. “Siapa yang bersuci di rumahnya. lalu mendatangi masjid dan shalat dua rakaat di dalamnya maka akan dapat pahala umrah.”
Begitu pula saat Nabi tiba di Madinah. Yang pertama beliau tentukan adalah sepetak tanah untuk membangun masjid di atasnya. ltulah Masjid Nabawi.
Wallahu A'lam
Lantas, bagaimana cara kita untuk mendapatkan cahaya Allah ? Di permukaan bumi ini salah satu di antara tempat yang dengannya Allah memberikan kita cahaya yaitu melalui masjid – masjid Allah Subhanahu wa ta’ala.
Allah Ta'ala berfirman:
نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. An Nur : 35)
Baca Juga
Dalam lanjutan ayat pada surah An Nur, Allah menyebutkan tempat untuk menemukan cahaya (Hidayah). Allah berfirman:
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang”. (QS. An Nur: 36).
Kata para ulama tafsir yang dimaksudkan dengan buyuts dalam ayat ini secara khusus adalah masjid – masjid Allah Subhanahu wata’ala.
Di masjid Allah di sanalah tempat bagi kita untuk mendapatkan hidayah dan petunjuk sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was allam menjadikan masjid – masjid Allah sebagai tempat tinggal yang paling diridhoi dan paling dicintai oleh Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tempat yang paling dicintai oleh Allah dalam suatu negeri adalah masjid-masjidnya dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya”. (HR. Muslim).
Lantas, bagaimana ciri-ciri orang yang mendapatkan cahaya Allah ini? Ustadz DR. Amir Faishol Fath, MA menjelaskan, sesungguhnya jiwa manusia sangat membutuhkan siraman cahaya wahyu. Tidak mungkin manusia menghindar dari cahaya tersebut. Siapa yang menghindar pasti celakai dirinya sendiri.
Ini adalah kebutuhan fitrah manusia. Karena hanya dengan cahaya tersebut manusia menjadi manusia. Tanpa cahaya wahyu, manusia hanya tinggal bentuknya manusia, tapi isinya binatang. Semua fasilitas jasmani yang diberikan Allah otomatis tidak berfungsi sebagaimana tujuan yang Allah kehendaki. Sebab, mata, Otak, hati, dan kecerdasan yang ia miliki hanya digunakan untuk kesia-siaan.
Allah sendiri menyebut rumah-Nya di Makkah dengan nama “baytullah” (rumah Allah). Sebab kata rumah menunjukkan makna lebih khusus. Dan fitrah manusia selalu ingin punya kekhususan (privacy). Islam telah membuat aturan kekhususan ini. Karenanya dalam Al-Qur’an kita diajarkan adab bertamu ke rumah orang Iain. Di antaranya dengan memberikan salam dan tidak boleh langsung masuk ke dalamnya agar tidak melihat aurat rumah tangga tersebut.
Maka sebagaimana Allah telah menjadikan untuk DiriNya rumah “baytullah”, Allah juga telah mengizinkan hamba-hamba-Nya agar memperbanyak rumah rumah-Nya di muka bumi. Bahkan Allah telah persiapkan bumi untuk dijadikan masjid.
Karenanya di mana pun Nabi Shallallahu alaihi wa sallam singgah, beliau selalu membangun masjid di situ. Ketika singgah di Quba saat hijrah, beliau langsung membangun masjid yang dinamakan Masjid Quba. Inilah masjid yang pertama kali Nabi saw bangun sejak diangkat sebagai nabi. Nabi saw sangat suka masjid ini.
Setiap hari sabtu Nabi saw mengkhususkan diri datang ke Masjid Quba dalam kedaan suci dari rumahnya. Dalam rangka ini Nabi saw bersabda. “Siapa yang bersuci di rumahnya. lalu mendatangi masjid dan shalat dua rakaat di dalamnya maka akan dapat pahala umrah.”
Begitu pula saat Nabi tiba di Madinah. Yang pertama beliau tentukan adalah sepetak tanah untuk membangun masjid di atasnya. ltulah Masjid Nabawi.
Wallahu A'lam
(wid)