Kisah Sedih Pasangan Abdullah-Aminah dan Beda Pendapat Kelahiran Nabi
loading...
A
A
A
USIA Abdul-Muthalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun atau lebih tatkala Abrahah mencoba menyerang Makkah dan menghancurkan Ka’bah . Ketika itu umur Abdullah anaknya sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan. (
)
Pilihan Abdul-Muthalib jatuh kepada Aminah binti Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra-- pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat. Maka Abdul Muthalib mengajak Abdullah bertandang ke keluarga Zuhra untuk melamar Aminah.
Ada yang berpendapat, bahwa mereka pergi menemui Uhyab, paman Aminah, sebab waktu itu ayahnya sudah meninggal dan dia di bawah asuhan pamannya.
Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad mengungkap pada hari perkawinan Abdullah dengan Aminah itu, Abdul-Muthalib juga mengawini Hala, puteri pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan beliau. (Baca Juga: Kisah Keislaman Hamzah, Singa Allah yang Mengagumkan
Resepsi pernikahan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Abdullah pun tinggal selama tiga hari di rumah Aminah. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abdul-Muthalib.
Pada saat Aminah sedang hamil , Abdullah meninggalkan sang istri tercinta untuk berdagang ke Suriah. Ia juga pergi ke Gaza. Kemudian singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di Madinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan.
Setelah itu, saat ia akan kembali pulang dengan kafilah ke Makkah tiba-tiba ia menderita sakit. Kawan-kawannya pun pulang lebih dulu meninggalkan Abdullah di rumah saudaranya di Madinah.
Ka'bah: Kisah Nazar Abdul Muthalib Menyembelih Anaknya
Begitu mendengar putranya sakit, Abdul-Muthalib mengutus Harith- anaknya yang sulung – untuk menjemput Abdullah ke Madinah. Tetapi sesampainya di Madinah ia menerima kabar duka bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula. Abdullah meninggal sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Makkah.
Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abdul-Muthalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya.
Abdullah mewariskan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh Nabi.
Tak lama kemudian, Aminah melahirkan seorang anak laki-laki. Abdul Muthalib menyambut kelahiran cucunya itu dengan gembira. Ia menganggap ini sebagai pengganti Abdullah, anaknya. Diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka'bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal.
Pada hari ketujuh kelahiran Muhammad, Abdul-Muthalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy.
Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. "Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi," jawab Abdul Muthalib.
Beberapa Versi
Menurut Haekal, ada perbedaan pendapat mengenai hari, tanggal, bulan dan tahun kelahiran nabi. Caussin de Perceval dalam Essai sur l'Histoire des Arabes menyatakan, bahwa Muhammad dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia dilahirkan di Makkah di rumah kakeknya Abdul-Muthalib.
“Hari itu (Senin) adalah hari kelahiranku," jawab Nabi Muhammad ketika ditanya seorang sahabat mengapa dirinya berpuasa pada hari Senin.
Di kalangan umat Islam, riwayat yang paling populer menyebutkan bahwa Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal atau bertepatan dengan 29 Agustus 580 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada sebuah riwayat Imam Ibnu Ishaq dari Sayyidina Ibnu Abbas: “Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal 12 di malam yang tenang pada bulan Rabi'ul Awwal, Tahun Gajah.”
Di dalam kitabnya al-Mukhtashar al-Kabir fi Sirah al-Rasul (1993), Imam Izuddin bin Badruddin al-Kinani menyatakan bahwa pendapat ini adalah sahih. Pendapat itu juga dikuatkan dengan riwayat Qays bin Makhramah, meski tidak disebutkan secara detil berapa tanggalnya.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi, Qays bin Makhramah mengatakan kalau dirinya dan Nabi Muhammad dilahirkan pada tahun yang sama, yaitu Tahun Gajah. Sementara sejarawan al-Mas’udi, sebagaimana dikutip dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berpendapat kalau Nabi Muhammad lahir pada 8 Rabi’ul Awwal, atau empat hari lebih awal dari pendapat yang populer selama ini. ( )
Al-Mas’udi mencocokkan tanggal itu dengan kehadiran pasukan bergajah Raja Abrahah. Menurutnya, Nabi Muhammad saw lahir 50 hari setelah pasukan bergajah datang. Sementara, masih menurut Al-Mas’udi, kehadiran pasukan bergajah terjadi pada hari Senin, 13 Muharram dan mendekati tanggal 17 Muharram. Dari situ, Al-Mas’udi menyimpulkan bahwa tanggal lahir Nabi Muhammad itu 8 Rabi’ul Awwal, bukan tanggal 12. ( )
Pakar ilmu falak asal Mesir, Mahmud al-Falaki al-Mashry, memiliki pendapat yang berbeda. Mahmud menyebut kalau tanggal kelahiran Nabi Muhammad adalah 9 Rabi’ul Awwal tahun 571 Masehi atau hari ke-55 setelah tentara gajah Raja Abrahah mengalami kekalahan. ( )
Di samping ketiga pendapat di atas, ada beberapa pendapat yang menyebutkan kalau Nabi Muhammad lahir pada bulan Rajab , Ramadhan , atau Muharram. Dalam sebuah riwayat, ‘Uqbah bin Mukarram mengemukakan bahwa hari lahir Nabi Muhammad adalah hari Senin tanggal 12 Ramadhan. (
)
Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad dilahirkan jauh sebelum Raja Abrahah menyerang Ka’bah, atau sekitar 15 tahun sebelum Tahun Gajah. Imam al-Dzahabi dengan keras menilai kalau riwayat itu –Nabi Muhammad lahir 15 tahun sebelum Tahun Gajah- sebagai sebuah kebohongan.
Pastinya, kini mayoritas umat Islam di seluruh dunia memperingati hari lahir Nabi Muhammad pada 12 Rabi’ul Awwal. Waallahu ‘Alam. (
)
Pilihan Abdul-Muthalib jatuh kepada Aminah binti Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra-- pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat. Maka Abdul Muthalib mengajak Abdullah bertandang ke keluarga Zuhra untuk melamar Aminah.
Ada yang berpendapat, bahwa mereka pergi menemui Uhyab, paman Aminah, sebab waktu itu ayahnya sudah meninggal dan dia di bawah asuhan pamannya.
Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad mengungkap pada hari perkawinan Abdullah dengan Aminah itu, Abdul-Muthalib juga mengawini Hala, puteri pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan beliau. (Baca Juga: Kisah Keislaman Hamzah, Singa Allah yang Mengagumkan
Resepsi pernikahan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Abdullah pun tinggal selama tiga hari di rumah Aminah. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abdul-Muthalib.
Pada saat Aminah sedang hamil , Abdullah meninggalkan sang istri tercinta untuk berdagang ke Suriah. Ia juga pergi ke Gaza. Kemudian singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di Madinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan.
Setelah itu, saat ia akan kembali pulang dengan kafilah ke Makkah tiba-tiba ia menderita sakit. Kawan-kawannya pun pulang lebih dulu meninggalkan Abdullah di rumah saudaranya di Madinah.
Ka'bah: Kisah Nazar Abdul Muthalib Menyembelih Anaknya
Begitu mendengar putranya sakit, Abdul-Muthalib mengutus Harith- anaknya yang sulung – untuk menjemput Abdullah ke Madinah. Tetapi sesampainya di Madinah ia menerima kabar duka bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula. Abdullah meninggal sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Makkah.
Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abdul-Muthalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya.
Abdullah mewariskan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh Nabi.
Tak lama kemudian, Aminah melahirkan seorang anak laki-laki. Abdul Muthalib menyambut kelahiran cucunya itu dengan gembira. Ia menganggap ini sebagai pengganti Abdullah, anaknya. Diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka'bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal.
Pada hari ketujuh kelahiran Muhammad, Abdul-Muthalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy.
Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. "Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi," jawab Abdul Muthalib.
Beberapa Versi
Menurut Haekal, ada perbedaan pendapat mengenai hari, tanggal, bulan dan tahun kelahiran nabi. Caussin de Perceval dalam Essai sur l'Histoire des Arabes menyatakan, bahwa Muhammad dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia dilahirkan di Makkah di rumah kakeknya Abdul-Muthalib.
“Hari itu (Senin) adalah hari kelahiranku," jawab Nabi Muhammad ketika ditanya seorang sahabat mengapa dirinya berpuasa pada hari Senin.
Di kalangan umat Islam, riwayat yang paling populer menyebutkan bahwa Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal atau bertepatan dengan 29 Agustus 580 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada sebuah riwayat Imam Ibnu Ishaq dari Sayyidina Ibnu Abbas: “Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal 12 di malam yang tenang pada bulan Rabi'ul Awwal, Tahun Gajah.”
Di dalam kitabnya al-Mukhtashar al-Kabir fi Sirah al-Rasul (1993), Imam Izuddin bin Badruddin al-Kinani menyatakan bahwa pendapat ini adalah sahih. Pendapat itu juga dikuatkan dengan riwayat Qays bin Makhramah, meski tidak disebutkan secara detil berapa tanggalnya.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi, Qays bin Makhramah mengatakan kalau dirinya dan Nabi Muhammad dilahirkan pada tahun yang sama, yaitu Tahun Gajah. Sementara sejarawan al-Mas’udi, sebagaimana dikutip dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berpendapat kalau Nabi Muhammad lahir pada 8 Rabi’ul Awwal, atau empat hari lebih awal dari pendapat yang populer selama ini. ( )
Al-Mas’udi mencocokkan tanggal itu dengan kehadiran pasukan bergajah Raja Abrahah. Menurutnya, Nabi Muhammad saw lahir 50 hari setelah pasukan bergajah datang. Sementara, masih menurut Al-Mas’udi, kehadiran pasukan bergajah terjadi pada hari Senin, 13 Muharram dan mendekati tanggal 17 Muharram. Dari situ, Al-Mas’udi menyimpulkan bahwa tanggal lahir Nabi Muhammad itu 8 Rabi’ul Awwal, bukan tanggal 12. ( )
Pakar ilmu falak asal Mesir, Mahmud al-Falaki al-Mashry, memiliki pendapat yang berbeda. Mahmud menyebut kalau tanggal kelahiran Nabi Muhammad adalah 9 Rabi’ul Awwal tahun 571 Masehi atau hari ke-55 setelah tentara gajah Raja Abrahah mengalami kekalahan. ( )
Di samping ketiga pendapat di atas, ada beberapa pendapat yang menyebutkan kalau Nabi Muhammad lahir pada bulan Rajab , Ramadhan , atau Muharram. Dalam sebuah riwayat, ‘Uqbah bin Mukarram mengemukakan bahwa hari lahir Nabi Muhammad adalah hari Senin tanggal 12 Ramadhan. (
Baca Juga
Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad dilahirkan jauh sebelum Raja Abrahah menyerang Ka’bah, atau sekitar 15 tahun sebelum Tahun Gajah. Imam al-Dzahabi dengan keras menilai kalau riwayat itu –Nabi Muhammad lahir 15 tahun sebelum Tahun Gajah- sebagai sebuah kebohongan.
Pastinya, kini mayoritas umat Islam di seluruh dunia memperingati hari lahir Nabi Muhammad pada 12 Rabi’ul Awwal. Waallahu ‘Alam. (
Baca Juga
(mhy)