Tangis Si Kecil di Tengah Malam yang Mengaduk-aduk Perasaan Bunda

Rabu, 24 Juni 2020 - 18:10 WIB
loading...
A A A
Ibnu Masud berkata kepadanya: "Wahai Abu Yazid, seandainya Rasulullah melihatmu, tentulah beliau mencintaimu."

Beliau juga berkata, "Setiap kali melihatmu, aku teringat pada para mukhbitin [orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah].”

Apa yang dikatakan oleh Abdullah bin Masud tidaklah berlebihan. Rabi bin Khutsaim telah mampu mencapai kesederhanaan dan ketakwaan yang jarang bisa dilakukan oleh orang lain dan selalu diunggulkan dalam berita-berita yang mengharumkan lembaran sejarah.



Seorang temannya berkata, "Sudah 20 tahun aku berteman dengan ar-Rabi, namun belum pernah kudengar dia mengucapkan suatu perkataan kecuali perkataan yang naik kepada Allah, lalu beliau membaca:

نْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا ۚ إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ ۚ وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ ۖ وَمَكْرُ أُولَٰئِكَ هُوَ يَبُورُ

Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur. (QS Fathir: 10)


Abdurrahman bin Ajlan bercerita: "Suatu malam aku menginap di rumah ar-Rabi. Ketika dia merasa yakin bahwa aku telah tertidur, beliau bangun lalu salat sambil membaca ayat:

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. (QS Al-Jatsiyah: 21)



Beliau menghabiskan sepanjang malamnya untuk salat dan mengulang-ulang ayat tersebut hingga fajar, sementara air mata membahasi kedua pipinya.

Berita tentang rasa takut Rabi bin Khutsaim kepada Allah begitu banyak, di antara contohnya adalah yang dikisahkan salah seorang kawannya.


"Suatu hari kami pergi menyertai Abdullah bin Masud ke suatu tempat bersama ar-Rabi bin Khutsaim," katanya. "Tatkala perjalanan kami sampai di tepi sungai Eufrat, kami melewati suatu perapian besar tempat membakar batu bata. Apinya menyala berkobar-kobar, terbayang akan kengeriannya, semburan apinya menjilat dengan dahsyatnya, gemuruh suara percikan apinya dan gemertak batu bata yang sudah dimasukkan ke dalamnya."



Tatkala melihat pemandangan itu, ar-Rabi terpaku di tempatnya, tubuhnya mengigil dengan hebatnya lalu beliau membaca firman Allah Subhanahu wa Taala:

إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا
وَإِذَا أُلْقُوا مِنْهَا مَكَانًا ضَيِّقًا مُقَرَّنِينَ دَعَوْا هُنَالِكَ ثُبُورًا

"Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan." (QS Al-Furqan: 12-13)


"Hingga akhirnya beliau pingsan. Kami merawatnya hingga sadar kembali lalu membawanya pulang ke rumahnya,"

Ar-Rabi mengisi seluruh hidupnya untuk menanti kematian dan mempersiapkan bekal untuk menjumpainya. Pada saat ajal mendekatinya, putrinya menangis, lalu beliau berkata, "Apa yang membuatmu menangis Wahai purtiku, padahal kebaikan tengah menanti di hadapan ayahmu?" Sebentar kemudian ruhnya kembali kehariban Rabb-nya.( )
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3249 seconds (0.1#10.140)