Kisah Umar bin Khattab Mengata-ngatai Hajar Aswad
loading...
A
A
A
Oleh Muhamad Abror
Santri Pesantren Asshiddiqiyah
Hajar Aswad bagi umat muslim bukanlah batu hitam biasa, akan tetapi merupakan salah satu icon sakral yang bisa dijumpai mereka yang sedang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Dalam beberapa hadis Nabi Muhammad SAW sudah dijelaskan sejumlah keistimewaannya, di antaranya adalah sebagai berikut,
Hajar Aswad merupakan batu yang diturunkan dari surga. Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan Imam At-Tirmizi disebutkan,
عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " نزل الحجر الأسود من الجنة " . رواه الترمذي.
Artinya, "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, 'Rasulullah SAW pernah bersabda, 'Hajar Aswad diturunkan dari surga.'" (HR Tirmidzi)
Hajar Aswad juga diyakini telah banyak menghapus dosa-dosa umat manusia. Umat Islam mempercayai, pada mulanya warna batu ini adalah putih mengilap, lebih putih dari air susu. Warnanya menjadi hitam akibat dosa-dosa manusia. Dalam hadis riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan:
,
روي ابن خزيمة عن ابن عباس رضي الله عنهما أن الحجر الأسود ياقوتة من يواقيت الجنة أشد بياضا من اللبن وإنما سودته خطاي ابن آدم ولولا ذلك ما مسه ذوعمة إلا برئ
Artinya, “Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa sesungguhnya hajar aswad merupakan salah satu batu intan permata dari beberapa intan permata di surga, berwarna sangat putih, lebih putih dari susu, hanya saja dosa-dosa manusia menjadikannya hitam. Andai saja tidak terjadi hal itu, maka tak seorang pun yang sakit ketika menyentuhnya kecuali ia akan sembuh.” (HR Ibnu Khuzaimah)
Kemudian, orang yang bisa mencium Hajar Aswad juga akan diampuni dosa-dosanya, dengan syarat melakukannya penuh keimanan. Anjuran mencium Hajar Aswad ini ditegaskan dalam hadis riwayat Imam Muslim berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ أَتَى الْحَجَرَ فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ مَشَى عَلَى يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا
Artinya, “Dari Jabir bin Abdullah RA, bahwa ketika Rasulullah SAW sampai di Makkah, beliau mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya, kemudian beliau berjalan ke sebelah kanannya. Beliau berlari-lari kecil tiga kali, dan berjalan biasa empat kali.” (HR Muslim)
Kisah Umar dan Hajar Aswad
Terkait keutamaan mencium Hajar Aswad, terdapat cerita menarik pada zaman Rasul. Dikisahkan, sekali waktu Umar bin Khattab mendatangi batu mulia itu dan dengan tegas ia mengatainya, “Sungguh, saya tahu engkau hanya batu, tidak bisa memberikan mudarat dan manfaat. Sungguh, andai aku tidak melihat Nabi SAW menciummu, niscaya aku pun tidak akan menciummu!”
Kisah ini didokumentasikan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya sebagai berikut:
أنَّهُ جَاءَ إلى الحَجَرِ الأسْوَدِ فَقَبَّلَهُ، فَقالَ: إنِّي أعْلَمُ أنَّكَ حَجَرٌ، لا تَضُرُّ ولَا تَنْفَعُ، ولَوْلَا أنِّي رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُقَبِّلُكَ ما قَبَّلْتُكَ.
Artinya, “Sesungguhnya Rasulullah SAW mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya, Umar bin Khattab kemudian berkata (kepada Hajar Aswad), ‘Sungguh saya tahu bahwa engkau hanya batu, tidak bisa memberikan mudarat dan manfaat. Sungguh, andai aku tidak melihat Nabi SAW menciummu, niscaya aku pun tidak akan menciummu!” (HR Bukhari)
Dalam redaksi lain disebutkan,
أنَّ عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه قالَ لِلرُّكْنِ: أَما واللَّهِ، إنِّي لَأَعْلَمُ أنَّكَ حَجَرٌ لا تَضُرُّ ولَا تَنْفَعُ، ولَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَلَمَكَ ما اسْتَلَمْتُكَ، فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ قالَ: فَما لَنَا ولِلرَّمَلِ إنَّما كُنَّا رَاءَيْنَا به المُشْرِكِينَ وقدْ أَهْلَكَهُمُ اللَّهُ، ثُمَّ قالَ: شيءٌ صَنَعَهُ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فلا نُحِبُّ أَنْ نَتْرُكَهُ.
Artinya, “Sesungguhnya Umar bin Khattab berkata kepada rukun (Hajar ASwad), ‘Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu yang tidak bisa mendatangkan mudarat maupun manfaat. Namun kalau bukan karena aku telah melihat Nabi SAW menciummu tentu aku tidak akan menciummu.’”
“Maka dia menciumnya lalu berkata, ‘Kenapa pula kita harus berlari-lari kecil? Sungguh kami telah menyaksikan orang-orang musyrikin melakukannya namun kemudian mereka dibinasakan oleh Allah SWT.’ Dia berkata lagi, ‘Berlari-lari kecil ini adalah sesuatu sunnah yang telah dikerjakan oleh Nabi SAW dan kami tidak suka bila meninggalkannya.’” (HR Abdullah bin Umar)
Mengomentari hadis kisah Umar di atas, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa perkataan Umar itu bukan karena dia tidak percaya akan keberkahan dan keutamaan-keutamaan yang dimiliki Hajar Aswad, apalagi Rasulullah dalam beberapa hadisnya sudah banyak mengungkapkannya.
Sikap Umar ini merupakan antisipasi terhadap masyarakat Arab saat itu agar mereka tidak menduga ada batu yang bisa memberikan mudarat dan manfaat dengan sendirinya seperti dulu mereka meyakininya pada batu-batu berhala. Hal ini dilakukan Umar karena keimanan mereka masih lemah sebab belum lama memeluk agama Islam.
Hikmah Peristiwa
Dari kisah Umar di atas setidaknya ada dua hikmah yang bisa diambil pelajaran.
Pertama, menyampaikan ajaran Islam harus sesuai situasi dan kondisi. Sikap Umar ini merupakan bentuk edukasi kepada orang-orang Mekkah yang belum lama masuk Islam. Ia sadar saat itu mereka masih dalam bayang-bayang ajaran jahiliah yang menyembah berhala (patung-patung yang terbuat dari batu dan sejenisnya) yang diyakini memiliki pengaruh.
Maka, dengan ketegasan ini Umar berpesan bahwa tidak ada satu pun batu yang memiliki kemampuan tertentu kecuali hal itu berasal dari Allah seperti keberkahan yang dimiliki pada Hajar Aswad.
Kedua, pentingnya selalu mengikuti sunnah Rasul. Umar mencium Hajar Aswad dengan alasan untuk mengikuti Nabi merupakan ajaran pentingnya mengikuti sunnah-sunnah Rasul. Dalam Islam ada banyak amal ibadah yang dasarnya adalah ittiba’ atau mengikuti perbuatan Rasulullah SAW. Ini juga sebagai bentuk ketaatan yang total. Sebab, Umar tidak bertanya alasan Nabi mencium batu itu. Ia hanya ingin meniru apa yang beliau lakukan.
Santri Pesantren Asshiddiqiyah
Hajar Aswad bagi umat muslim bukanlah batu hitam biasa, akan tetapi merupakan salah satu icon sakral yang bisa dijumpai mereka yang sedang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Dalam beberapa hadis Nabi Muhammad SAW sudah dijelaskan sejumlah keistimewaannya, di antaranya adalah sebagai berikut,
Hajar Aswad merupakan batu yang diturunkan dari surga. Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan Imam At-Tirmizi disebutkan,
عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " نزل الحجر الأسود من الجنة " . رواه الترمذي.
Artinya, "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, 'Rasulullah SAW pernah bersabda, 'Hajar Aswad diturunkan dari surga.'" (HR Tirmidzi)
Hajar Aswad juga diyakini telah banyak menghapus dosa-dosa umat manusia. Umat Islam mempercayai, pada mulanya warna batu ini adalah putih mengilap, lebih putih dari air susu. Warnanya menjadi hitam akibat dosa-dosa manusia. Dalam hadis riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan:
,
روي ابن خزيمة عن ابن عباس رضي الله عنهما أن الحجر الأسود ياقوتة من يواقيت الجنة أشد بياضا من اللبن وإنما سودته خطاي ابن آدم ولولا ذلك ما مسه ذوعمة إلا برئ
Artinya, “Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa sesungguhnya hajar aswad merupakan salah satu batu intan permata dari beberapa intan permata di surga, berwarna sangat putih, lebih putih dari susu, hanya saja dosa-dosa manusia menjadikannya hitam. Andai saja tidak terjadi hal itu, maka tak seorang pun yang sakit ketika menyentuhnya kecuali ia akan sembuh.” (HR Ibnu Khuzaimah)
Kemudian, orang yang bisa mencium Hajar Aswad juga akan diampuni dosa-dosanya, dengan syarat melakukannya penuh keimanan. Anjuran mencium Hajar Aswad ini ditegaskan dalam hadis riwayat Imam Muslim berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ أَتَى الْحَجَرَ فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ مَشَى عَلَى يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا
Artinya, “Dari Jabir bin Abdullah RA, bahwa ketika Rasulullah SAW sampai di Makkah, beliau mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya, kemudian beliau berjalan ke sebelah kanannya. Beliau berlari-lari kecil tiga kali, dan berjalan biasa empat kali.” (HR Muslim)
Kisah Umar dan Hajar Aswad
Terkait keutamaan mencium Hajar Aswad, terdapat cerita menarik pada zaman Rasul. Dikisahkan, sekali waktu Umar bin Khattab mendatangi batu mulia itu dan dengan tegas ia mengatainya, “Sungguh, saya tahu engkau hanya batu, tidak bisa memberikan mudarat dan manfaat. Sungguh, andai aku tidak melihat Nabi SAW menciummu, niscaya aku pun tidak akan menciummu!”
Kisah ini didokumentasikan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya sebagai berikut:
أنَّهُ جَاءَ إلى الحَجَرِ الأسْوَدِ فَقَبَّلَهُ، فَقالَ: إنِّي أعْلَمُ أنَّكَ حَجَرٌ، لا تَضُرُّ ولَا تَنْفَعُ، ولَوْلَا أنِّي رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُقَبِّلُكَ ما قَبَّلْتُكَ.
Artinya, “Sesungguhnya Rasulullah SAW mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya, Umar bin Khattab kemudian berkata (kepada Hajar Aswad), ‘Sungguh saya tahu bahwa engkau hanya batu, tidak bisa memberikan mudarat dan manfaat. Sungguh, andai aku tidak melihat Nabi SAW menciummu, niscaya aku pun tidak akan menciummu!” (HR Bukhari)
Dalam redaksi lain disebutkan,
أنَّ عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه قالَ لِلرُّكْنِ: أَما واللَّهِ، إنِّي لَأَعْلَمُ أنَّكَ حَجَرٌ لا تَضُرُّ ولَا تَنْفَعُ، ولَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَلَمَكَ ما اسْتَلَمْتُكَ، فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ قالَ: فَما لَنَا ولِلرَّمَلِ إنَّما كُنَّا رَاءَيْنَا به المُشْرِكِينَ وقدْ أَهْلَكَهُمُ اللَّهُ، ثُمَّ قالَ: شيءٌ صَنَعَهُ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فلا نُحِبُّ أَنْ نَتْرُكَهُ.
Artinya, “Sesungguhnya Umar bin Khattab berkata kepada rukun (Hajar ASwad), ‘Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu yang tidak bisa mendatangkan mudarat maupun manfaat. Namun kalau bukan karena aku telah melihat Nabi SAW menciummu tentu aku tidak akan menciummu.’”
“Maka dia menciumnya lalu berkata, ‘Kenapa pula kita harus berlari-lari kecil? Sungguh kami telah menyaksikan orang-orang musyrikin melakukannya namun kemudian mereka dibinasakan oleh Allah SWT.’ Dia berkata lagi, ‘Berlari-lari kecil ini adalah sesuatu sunnah yang telah dikerjakan oleh Nabi SAW dan kami tidak suka bila meninggalkannya.’” (HR Abdullah bin Umar)
Mengomentari hadis kisah Umar di atas, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa perkataan Umar itu bukan karena dia tidak percaya akan keberkahan dan keutamaan-keutamaan yang dimiliki Hajar Aswad, apalagi Rasulullah dalam beberapa hadisnya sudah banyak mengungkapkannya.
Sikap Umar ini merupakan antisipasi terhadap masyarakat Arab saat itu agar mereka tidak menduga ada batu yang bisa memberikan mudarat dan manfaat dengan sendirinya seperti dulu mereka meyakininya pada batu-batu berhala. Hal ini dilakukan Umar karena keimanan mereka masih lemah sebab belum lama memeluk agama Islam.
Hikmah Peristiwa
Dari kisah Umar di atas setidaknya ada dua hikmah yang bisa diambil pelajaran.
Pertama, menyampaikan ajaran Islam harus sesuai situasi dan kondisi. Sikap Umar ini merupakan bentuk edukasi kepada orang-orang Mekkah yang belum lama masuk Islam. Ia sadar saat itu mereka masih dalam bayang-bayang ajaran jahiliah yang menyembah berhala (patung-patung yang terbuat dari batu dan sejenisnya) yang diyakini memiliki pengaruh.
Maka, dengan ketegasan ini Umar berpesan bahwa tidak ada satu pun batu yang memiliki kemampuan tertentu kecuali hal itu berasal dari Allah seperti keberkahan yang dimiliki pada Hajar Aswad.
Kedua, pentingnya selalu mengikuti sunnah Rasul. Umar mencium Hajar Aswad dengan alasan untuk mengikuti Nabi merupakan ajaran pentingnya mengikuti sunnah-sunnah Rasul. Dalam Islam ada banyak amal ibadah yang dasarnya adalah ittiba’ atau mengikuti perbuatan Rasulullah SAW. Ini juga sebagai bentuk ketaatan yang total. Sebab, Umar tidak bertanya alasan Nabi mencium batu itu. Ia hanya ingin meniru apa yang beliau lakukan.
(mhy)