Kisah Sayyidina Husein Meninggalkan Madinah Demi Memperbaiki Umat Kakeknya
loading...
A
A
A
Merekam perjalanan Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib as dari Madinah ke Karbala membuat kita dapat mengenal nama-nama tempat persinggahannya, berikut sejarah perjalanan cucu Rasulullah SAW ini. Di samping itu, kita juga akan mengenal tujuan dan prinsip-prinsip beliau, serta kondisi politik dan sosial kala itu.
Pada tulisan berikut dibahas detik-detik ketika Husein as meninggalkan Madinah menuju Mekkah , kemudian dilanjutkan sampai di persinggahan di Dzatul 'Irq.
Muhammad bin Jarir al-Thabari dalam kitabnya Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh Thabari) mencatat bahwa pada paruh kedua bulan Rajab 60 Hijriah, pasca meninggalnya Mu’awiyah bin Abu Sofyan , gubernur Madinah kala itu, Walid bin ‘Utbah, menerima perintah untuk memaksa Sayyidina Husein membaiat Yazid.
Husein menjawab, “Yazid adalah penenggak minuman keras dan fasik yang menumpahkan darah tanpa hak, penebar kerusakan, dan tangannya telah ternodai oleh darah orang-orang tak bersalah. Orang seperti saya tidak akan pernah membaiat orang bejat seperti ini.”
Tatkala Marwan bin Hakam juga meminta Husein untuk membaiat Yazid, beliau menjawab, “Hai musuh Allah! Enyahlah dari sini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Kekhilafahan adalah haram bagi keturunan Abu Sufyan. Jika kalian melihat Mu’awiyah duduk di atas mimbarku, maka bunuhlah dia.’ Umat beliau telah melihat peristiwa ini terjadi. Akan tetapi, mereka melakukan perintah beliau. Sekarang, Allah telah menjerat mereka dengan Yazid yang fasik ini.”
Pada malam 28 Rajab 60 H, setelah mengucapkan salam perpisahan dengan Rasulullah SAW, Husein meninggalkan Madinah. Ibnu A'tsam dalam buku berjudul Al-Futuh menyebut, Husein meninggalkan Madinah untuk menuju Mekkah bersama dengan mayoritas keluarga dan 72 orang Ahlulbait dan sahabat setianya.
Husein as menjelaskan tujuan beliau keluar dari Madinah dalam sebuah surat wasiat, “Saya keluar hanya untuk memperbaiki umat kakekku. Saya ingin melakukan amar makruf dan nahi mungkar, serta ingin bertindak seperti tindakan kakekku Rasulullah SAW dan ayahku Ali as.”
Terima 12.000 Surat
Husein tiba di Mekkah pada tanggal 3 Sya’ban dan tinggal di rumah Abbas bin Abdul Muthalib. Penduduk Mekkah dan para peziarah Baitullah yang datang dari berbagai penjuru berjumpa dengan beliau.
Setelah menerima 12.000 surat dari penduduk Kufah, Husein mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah sebagai wakil beliau pada tanggal 15 Ramadhan.
Melalui beberapa surat yang dikirimkan untuk penduduk Kufah dan Bashrah, Husain as menegaskan kepada mereka bahwa orang yang paling layak untuk memegang kekhalifahan adalah Ahlul Bait as.
Setelah menerima surat Muslim bin Aqil bahwa penduduk Kufah telah berbaiat dan juga guna menjaga kehormatan Baitullah lantaran penguasa telah mengambil keputusan untuk membunuh Husein as, beliau merubah niat haji menjadi umrah.
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, sekalipun banyak sahabat yang menentang, beliau meninggalkan Mekkah menuju Irak.
Sebagian isi dari pidato Husein di Mekkah, “Kami Ahlul Bait rida dengan keridaan Allah. Barang siapa bersedia untuk berkurban di jalan kami dan mengurbankan darahnya di jalan menuju perjumpaan dengan Allah, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk berangkat bersama kami.”
Pada Rabu, 9 Dzulhijjah 60 H, pada permulaan perjalanan menuju Irak, Husein tidak mengarahkan karavan ke arah timur laut dan persinggahan Shaffah yang merupakan persinggahan pertama di perjalanan dari Mekkah ke Kufah. Sebagai gantinya, beliau mengarahkan karavan ke arah Tan’im di barat daya dan melalui jalan yang menuju Madinah.
Dengan demikian, 9 km perjalanan menuju Irak lebih jauh telah ditempuh karavan. Mungkin hal ini adalah sebuah siasat yang dilakukan untuk menghindari pengejaran bala tentara penguasa yang berusaha untuk mencegah Husain as menuju ke Irak.
Di persinggahan ini, Husein as berjumpa dengan karavan yang datang dari arah Yaman. Beliau menyewa beberapa unta untuk membawa barang-barang beliau sendiri dan para sahabat beliau dari karavan tersebut. Beliau juga menawarkan kepada mereka untuk mengikuti beliau.
Sebagian kelompok menerima tawaran Husein as dan sekelompok yang lain menolak dan melanjutkan perjalanan mereka. Ucapan Husein ketika berjumpa dengan karavan Yaman di Tan’im, “Barang siapa ingin bergabung bersama kami, maka kami akan menanggung seluruh biayanya dan kami akan menjadi teman perjalanan yang baik baginya. Barang siapa ingin berpisah dari kami di pertengahan jalan, maka kami akan menanggung biayanya selama perjalanan bersama kami.”
Pada Kamis, 10 Dzulhijjah 60 H, Karavan Karbala telah tiba di persinggahan ketiga; yakni Shaffah. Di persinggahan ini, Farazdaq penyair masyhur berjumpa dengan Husein as seraya berkata, “Segala sesuatu yang Anda inginkan dari Allah, maka Dia pasti menganugerahkannya kepada Anda.”
“Ceritakanlah kondisi rakyat Irak kepadaku,” ujar Husain.
Farazdaq menjawab, “Anda telah bertanya kepada orang yang tahu. Hati rakyat bersama Anda dan pedang mereka bersama Bani Umaiyah. Ketentuan Ilahi turun dari langit dan segala sesuatu yang Dia kehendaki pasti terjadi.”
Husain as menimpali, “Benar ucapanmu. Segala sesuatu ada di tangan Allah. Setiap hari Dia pasti memiliki kehendak. Jika ketentuan Ilahi sesuai dengan kehendak kami, maka kami akan bersyukur kepada-Nya atas seluruh nikmat yang telah Dia anugerahkan. Untuk bersyukur ini, kami memohon taufik kepada-Nya. Jika ketentuan Ilahi memisahkan antara kami dan harapan-harapan kami, maka amal setiap orang yang tulus dan bersumber dari ketakwaan kepada Allah tidak akan pernah terlupakan.”
Ucapan Husein as kepada Farazdaq di persinggahan ini, “Jika seluruh peristiwa sesuai dengan kehendak kami, maka kami akan bersyukur kepada Allah lantaran seluruh nikmat yang telah Dia turunkan. Jika seluruh peristiwa tidak sesuai dengan kehendak kami, maka orang yang memiliki niat benar dan hatinya didominasi ketakwaan tidak akan keluar dari jalan yang benar dan ia tidak akan pernah merugi.”
Bermimpi Ketemu Rasulullah SAW
Pada Jumat, 11 Dzulhijjah 60 H, di persinggahan ini, 'Aun dan Muhammad dua putera Abdullah bin Ja'far Thayyar berhasil mengejar Husein as dengan membawa surat ayah mereka untuk beliau.
Dalam surat ini, Abdullah meminta supaya Husein as mengurungkan niat ke Kufah dan segera kembali ke Mekkah. Ketika menulis surat tersebut, Abdullah bin Ja'far pergi menjumpai Amr bin Sa'id gubernur Mekkah dan berhasil memperoleh jaminan keamanan bagi Husein as.
Setelah itu, Abdullah mengirimkan surat jaminan keamanan tersebut kepada Husein as melalui saudara Amr bin Sa'id. Abdullah sendiri akhirnya datang dan berjumpa dengan Husein as di Dzatul 'Irq dan membacakan surat tersebut kepada beliau.
Husein as menolak untuk kembali ke Mekkah seraya berkata, "Saya bermimpi berjumpa Rasulullah SAW. Ia memerintahkan supaya saya meneruskan perjalan ini. Saya pasti akan melaksanakan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW."
Setelah itu, Husein as menjawab surat Amr bin Sa'id. Abdullah bin Ja'far dan Yahya bin Sa'id pun berpisah dari Husain as. Akan tetapi, kedua putra Abdullah tetap bersama beliau. Abdullah berpesan kepada mereka supaya senantiasa bersama Husain as. Akan tetapi, ia sendiri memohon maaf dan kembali ke Mekkah.
Sebagian isi surat Husein as kepada Amr bin Sa'id gubernur Mekkah, "Jaminan keamanan yang terbaik adalah jaminan keamanan yang dimiliki oleh Allah. Di dunia ini, saya memohon supaya memiliki rasa takut kepada-Nya sehingga di akhirat kelak Dia akan memberikan jaminan keamanan."
Pada Sabtu, 12 Dzulhijjah 60 H, setelah Wadil 'Aqiq, karavan Husein as tiba di Wadis Shafra'. Menurut sebuah riwayat, di persinggahan ini, Mujamma' bin Ziyad dan 'Abbad bin Muhajir bergabung dengan karavan ini.
Mujamma' dan 'Abbad berdomisili di persinggahan Juhainah di pinggiran kota Madinah. Setelah Husain as keluar dari Mekkah dan tiba di persinggahan ini, Mujamma' dan 'Abbad menjumpai beliau dan bersedia menemani beliau dalam perjalanan ini. Mereka setia bersama beliau hingga tiba di Karbala seraya berperang di barisan beliau dan menengguk cawan syahadah.
Di antara ucapan Husain as selama dalam perjalanan dari Mekkah ke Karbala, "Saya tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan dan hidup bersama orang-orang lalim tidak lain kecuali kecelaan."
Pada Senin, 14 Dzulhijjah 60 H, Husain as beserta rombongan tiba di Dzatul 'Irq dan berisitirahat di persinggahan ini.
Di persinggahan ini, Husein as berjumpa dengan seseorang dari kabilah Bani Asad yang bernama Busyr bin Ghalib. Beliau menanyakan kondisi Kufah kepadanya. Busyr menjawab, "Hati mereka bersama Anda dan pedang bersama Bani Umaiyah."
"Betul apa yang kamu ucapkan, hai saudaraku dari Bani Asad," beliau menimpali. Setelah itu, Busyr bertanya kepada beliau tentang maksud ayat yang menegaskan, "Dan ingatlah suatu hari ketika Kami memanggil setiap umat bersama imam mereka."
Husein as menjawab, "Maksud imam tersebut adalah imam yang mengajak umat manusia kepada jalan yang benar dan mereka juga menerima ajakannya. Begitu pula imam yang mengajak umat manusia kepada kesesatan dan mereka juga mengiyakan ajakan ini. Golongan pertama akan masuk ke dalam surga dan golongan kedua akan berada di dalam api neraka."
Dzatul 'Irq adalah sebuah persinggahan yang digunakan oleh para jamaah haji dari Irak untuk memulai ihram. Persinggahan ini adalah pembatas antara Tuhamah dan Najd.
Pada Selasa, 15 Dzulhijjah 60 H, di persinggahan ini, Husein as mengirimkan sepucuk surat kepada sebagian penduduk Kufah melalui Qais bin Musahhar.
Dalam surat ini tertulis, "Surat Muslim bin Aqil yang menyebutkan kesepakatan kalian untuk membantu kami telah saya terima. Semoga Allah menganugerahkan pahala besar lantaran kesediaan kalian untuk memberikan bantuan ini. Ketika utusanku ini (Qais) sampai kepada kalian, bersikukuhlah dalam setiap tindakan kalian. Saya akan tiba dalam beberapa hari ini."
Di pertengahan jalan, para kaki tangan penguasa menangkap Qais. Ia pun terpaksa merobek surat Husain as supaya tak seorang pun mengetahui isinya. Setelah itu, ia dibawa ke istana Darul Imarah untuk dihadapkan kepada Ubaidullah bin Ziyad.
Mereka memaksa supaya menyebutkan nama orang-orang yang telah menulis surat kepada Husain as, atau mencela Husain, ayah, dan saudaranya di hadapan umum. Ia naik ke atas istana.
Di samping memuji-muji Ali dan anak keturunannya, serta memperkenalkan dirinya, ia melaknat Ibn Ziyad dan para kaki tangannya. Ia memberitahukan kepada penduduk bahwa Husain as sedang bergerak menuju mereka dan meminta mereka supaya menjawab setiap ajakan beliau.
Mendengar semua itu, Ubaidullah memerintahkan supaya Qais dilemparkan dari atas istana. Tubuhnya pun terpotong-potong. Sebagian isi surat Husain as kepada penduduk Kufah:
"Saya memohon kepada Allah supaya melimpahkan kebaikan kepada kami dan menganugerahkan pahala agung kepada kalian ... Ketika utusanku ini sampai kepada kalian, maka bersegeralah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Saya akan sampai dalam beberapa hari ini, insya Allah".
Pada tulisan berikut dibahas detik-detik ketika Husein as meninggalkan Madinah menuju Mekkah , kemudian dilanjutkan sampai di persinggahan di Dzatul 'Irq.
Baca Juga
Muhammad bin Jarir al-Thabari dalam kitabnya Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh Thabari) mencatat bahwa pada paruh kedua bulan Rajab 60 Hijriah, pasca meninggalnya Mu’awiyah bin Abu Sofyan , gubernur Madinah kala itu, Walid bin ‘Utbah, menerima perintah untuk memaksa Sayyidina Husein membaiat Yazid.
Husein menjawab, “Yazid adalah penenggak minuman keras dan fasik yang menumpahkan darah tanpa hak, penebar kerusakan, dan tangannya telah ternodai oleh darah orang-orang tak bersalah. Orang seperti saya tidak akan pernah membaiat orang bejat seperti ini.”
Tatkala Marwan bin Hakam juga meminta Husein untuk membaiat Yazid, beliau menjawab, “Hai musuh Allah! Enyahlah dari sini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Kekhilafahan adalah haram bagi keturunan Abu Sufyan. Jika kalian melihat Mu’awiyah duduk di atas mimbarku, maka bunuhlah dia.’ Umat beliau telah melihat peristiwa ini terjadi. Akan tetapi, mereka melakukan perintah beliau. Sekarang, Allah telah menjerat mereka dengan Yazid yang fasik ini.”
Pada malam 28 Rajab 60 H, setelah mengucapkan salam perpisahan dengan Rasulullah SAW, Husein meninggalkan Madinah. Ibnu A'tsam dalam buku berjudul Al-Futuh menyebut, Husein meninggalkan Madinah untuk menuju Mekkah bersama dengan mayoritas keluarga dan 72 orang Ahlulbait dan sahabat setianya.
Husein as menjelaskan tujuan beliau keluar dari Madinah dalam sebuah surat wasiat, “Saya keluar hanya untuk memperbaiki umat kakekku. Saya ingin melakukan amar makruf dan nahi mungkar, serta ingin bertindak seperti tindakan kakekku Rasulullah SAW dan ayahku Ali as.”
Terima 12.000 Surat
Husein tiba di Mekkah pada tanggal 3 Sya’ban dan tinggal di rumah Abbas bin Abdul Muthalib. Penduduk Mekkah dan para peziarah Baitullah yang datang dari berbagai penjuru berjumpa dengan beliau.
Setelah menerima 12.000 surat dari penduduk Kufah, Husein mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah sebagai wakil beliau pada tanggal 15 Ramadhan.
Melalui beberapa surat yang dikirimkan untuk penduduk Kufah dan Bashrah, Husain as menegaskan kepada mereka bahwa orang yang paling layak untuk memegang kekhalifahan adalah Ahlul Bait as.
Setelah menerima surat Muslim bin Aqil bahwa penduduk Kufah telah berbaiat dan juga guna menjaga kehormatan Baitullah lantaran penguasa telah mengambil keputusan untuk membunuh Husein as, beliau merubah niat haji menjadi umrah.
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, sekalipun banyak sahabat yang menentang, beliau meninggalkan Mekkah menuju Irak.
Sebagian isi dari pidato Husein di Mekkah, “Kami Ahlul Bait rida dengan keridaan Allah. Barang siapa bersedia untuk berkurban di jalan kami dan mengurbankan darahnya di jalan menuju perjumpaan dengan Allah, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk berangkat bersama kami.”
Pada Rabu, 9 Dzulhijjah 60 H, pada permulaan perjalanan menuju Irak, Husein tidak mengarahkan karavan ke arah timur laut dan persinggahan Shaffah yang merupakan persinggahan pertama di perjalanan dari Mekkah ke Kufah. Sebagai gantinya, beliau mengarahkan karavan ke arah Tan’im di barat daya dan melalui jalan yang menuju Madinah.
Dengan demikian, 9 km perjalanan menuju Irak lebih jauh telah ditempuh karavan. Mungkin hal ini adalah sebuah siasat yang dilakukan untuk menghindari pengejaran bala tentara penguasa yang berusaha untuk mencegah Husain as menuju ke Irak.
Di persinggahan ini, Husein as berjumpa dengan karavan yang datang dari arah Yaman. Beliau menyewa beberapa unta untuk membawa barang-barang beliau sendiri dan para sahabat beliau dari karavan tersebut. Beliau juga menawarkan kepada mereka untuk mengikuti beliau.
Sebagian kelompok menerima tawaran Husein as dan sekelompok yang lain menolak dan melanjutkan perjalanan mereka. Ucapan Husein ketika berjumpa dengan karavan Yaman di Tan’im, “Barang siapa ingin bergabung bersama kami, maka kami akan menanggung seluruh biayanya dan kami akan menjadi teman perjalanan yang baik baginya. Barang siapa ingin berpisah dari kami di pertengahan jalan, maka kami akan menanggung biayanya selama perjalanan bersama kami.”
Pada Kamis, 10 Dzulhijjah 60 H, Karavan Karbala telah tiba di persinggahan ketiga; yakni Shaffah. Di persinggahan ini, Farazdaq penyair masyhur berjumpa dengan Husein as seraya berkata, “Segala sesuatu yang Anda inginkan dari Allah, maka Dia pasti menganugerahkannya kepada Anda.”
“Ceritakanlah kondisi rakyat Irak kepadaku,” ujar Husain.
Farazdaq menjawab, “Anda telah bertanya kepada orang yang tahu. Hati rakyat bersama Anda dan pedang mereka bersama Bani Umaiyah. Ketentuan Ilahi turun dari langit dan segala sesuatu yang Dia kehendaki pasti terjadi.”
Husain as menimpali, “Benar ucapanmu. Segala sesuatu ada di tangan Allah. Setiap hari Dia pasti memiliki kehendak. Jika ketentuan Ilahi sesuai dengan kehendak kami, maka kami akan bersyukur kepada-Nya atas seluruh nikmat yang telah Dia anugerahkan. Untuk bersyukur ini, kami memohon taufik kepada-Nya. Jika ketentuan Ilahi memisahkan antara kami dan harapan-harapan kami, maka amal setiap orang yang tulus dan bersumber dari ketakwaan kepada Allah tidak akan pernah terlupakan.”
Ucapan Husein as kepada Farazdaq di persinggahan ini, “Jika seluruh peristiwa sesuai dengan kehendak kami, maka kami akan bersyukur kepada Allah lantaran seluruh nikmat yang telah Dia turunkan. Jika seluruh peristiwa tidak sesuai dengan kehendak kami, maka orang yang memiliki niat benar dan hatinya didominasi ketakwaan tidak akan keluar dari jalan yang benar dan ia tidak akan pernah merugi.”
Bermimpi Ketemu Rasulullah SAW
Pada Jumat, 11 Dzulhijjah 60 H, di persinggahan ini, 'Aun dan Muhammad dua putera Abdullah bin Ja'far Thayyar berhasil mengejar Husein as dengan membawa surat ayah mereka untuk beliau.
Dalam surat ini, Abdullah meminta supaya Husein as mengurungkan niat ke Kufah dan segera kembali ke Mekkah. Ketika menulis surat tersebut, Abdullah bin Ja'far pergi menjumpai Amr bin Sa'id gubernur Mekkah dan berhasil memperoleh jaminan keamanan bagi Husein as.
Setelah itu, Abdullah mengirimkan surat jaminan keamanan tersebut kepada Husein as melalui saudara Amr bin Sa'id. Abdullah sendiri akhirnya datang dan berjumpa dengan Husein as di Dzatul 'Irq dan membacakan surat tersebut kepada beliau.
Husein as menolak untuk kembali ke Mekkah seraya berkata, "Saya bermimpi berjumpa Rasulullah SAW. Ia memerintahkan supaya saya meneruskan perjalan ini. Saya pasti akan melaksanakan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW."
Setelah itu, Husein as menjawab surat Amr bin Sa'id. Abdullah bin Ja'far dan Yahya bin Sa'id pun berpisah dari Husain as. Akan tetapi, kedua putra Abdullah tetap bersama beliau. Abdullah berpesan kepada mereka supaya senantiasa bersama Husain as. Akan tetapi, ia sendiri memohon maaf dan kembali ke Mekkah.
Sebagian isi surat Husein as kepada Amr bin Sa'id gubernur Mekkah, "Jaminan keamanan yang terbaik adalah jaminan keamanan yang dimiliki oleh Allah. Di dunia ini, saya memohon supaya memiliki rasa takut kepada-Nya sehingga di akhirat kelak Dia akan memberikan jaminan keamanan."
Pada Sabtu, 12 Dzulhijjah 60 H, setelah Wadil 'Aqiq, karavan Husein as tiba di Wadis Shafra'. Menurut sebuah riwayat, di persinggahan ini, Mujamma' bin Ziyad dan 'Abbad bin Muhajir bergabung dengan karavan ini.
Mujamma' dan 'Abbad berdomisili di persinggahan Juhainah di pinggiran kota Madinah. Setelah Husain as keluar dari Mekkah dan tiba di persinggahan ini, Mujamma' dan 'Abbad menjumpai beliau dan bersedia menemani beliau dalam perjalanan ini. Mereka setia bersama beliau hingga tiba di Karbala seraya berperang di barisan beliau dan menengguk cawan syahadah.
Di antara ucapan Husain as selama dalam perjalanan dari Mekkah ke Karbala, "Saya tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan dan hidup bersama orang-orang lalim tidak lain kecuali kecelaan."
Pada Senin, 14 Dzulhijjah 60 H, Husain as beserta rombongan tiba di Dzatul 'Irq dan berisitirahat di persinggahan ini.
Di persinggahan ini, Husein as berjumpa dengan seseorang dari kabilah Bani Asad yang bernama Busyr bin Ghalib. Beliau menanyakan kondisi Kufah kepadanya. Busyr menjawab, "Hati mereka bersama Anda dan pedang bersama Bani Umaiyah."
"Betul apa yang kamu ucapkan, hai saudaraku dari Bani Asad," beliau menimpali. Setelah itu, Busyr bertanya kepada beliau tentang maksud ayat yang menegaskan, "Dan ingatlah suatu hari ketika Kami memanggil setiap umat bersama imam mereka."
Husein as menjawab, "Maksud imam tersebut adalah imam yang mengajak umat manusia kepada jalan yang benar dan mereka juga menerima ajakannya. Begitu pula imam yang mengajak umat manusia kepada kesesatan dan mereka juga mengiyakan ajakan ini. Golongan pertama akan masuk ke dalam surga dan golongan kedua akan berada di dalam api neraka."
Dzatul 'Irq adalah sebuah persinggahan yang digunakan oleh para jamaah haji dari Irak untuk memulai ihram. Persinggahan ini adalah pembatas antara Tuhamah dan Najd.
Pada Selasa, 15 Dzulhijjah 60 H, di persinggahan ini, Husein as mengirimkan sepucuk surat kepada sebagian penduduk Kufah melalui Qais bin Musahhar.
Dalam surat ini tertulis, "Surat Muslim bin Aqil yang menyebutkan kesepakatan kalian untuk membantu kami telah saya terima. Semoga Allah menganugerahkan pahala besar lantaran kesediaan kalian untuk memberikan bantuan ini. Ketika utusanku ini (Qais) sampai kepada kalian, bersikukuhlah dalam setiap tindakan kalian. Saya akan tiba dalam beberapa hari ini."
Di pertengahan jalan, para kaki tangan penguasa menangkap Qais. Ia pun terpaksa merobek surat Husain as supaya tak seorang pun mengetahui isinya. Setelah itu, ia dibawa ke istana Darul Imarah untuk dihadapkan kepada Ubaidullah bin Ziyad.
Mereka memaksa supaya menyebutkan nama orang-orang yang telah menulis surat kepada Husain as, atau mencela Husain, ayah, dan saudaranya di hadapan umum. Ia naik ke atas istana.
Di samping memuji-muji Ali dan anak keturunannya, serta memperkenalkan dirinya, ia melaknat Ibn Ziyad dan para kaki tangannya. Ia memberitahukan kepada penduduk bahwa Husain as sedang bergerak menuju mereka dan meminta mereka supaya menjawab setiap ajakan beliau.
Mendengar semua itu, Ubaidullah memerintahkan supaya Qais dilemparkan dari atas istana. Tubuhnya pun terpotong-potong. Sebagian isi surat Husain as kepada penduduk Kufah:
"Saya memohon kepada Allah supaya melimpahkan kebaikan kepada kami dan menganugerahkan pahala agung kepada kalian ... Ketika utusanku ini sampai kepada kalian, maka bersegeralah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Saya akan sampai dalam beberapa hari ini, insya Allah".
(mhy)