Kisah Rasulullah SAW: Ditawari Anak Kunci Isi Dunia dan Hidup Kekal Jelang Sakaratul Maut
loading...
A
A
A
Malam itu Nabi Muhammad dalam keadaan tenang. Panas demamnya sudah mulai turun, sehingga seolah karena obat yang diberikan keluarganya itulah yang sudah mulai bekerja dan dapat melawan penyakitnya. Sampai-sampai karena itu ia dapat pula di waktu subuh keluar rumah pergi ke mesjid dengan berikat kepala dan bertopang kepada Ali bin Abi Talib dan Fadzl bin'l-'Abbas.
Kala itu, Abu Bakar tengah mengimami sholat. Nabi datang ke masjid. Karena rasa gembira yang luarbiasa, hampir-hampir para jamaah terpengaruh dalam sembahyang itu. Nabi lalu memberi isyarat supaya mereka meneruskan sholatnya. Rasulullah SAW tampak gembira menyaksikan hal itu.
Selanjutnya, Abu Bakar surut dari tempat sholatnya, untuk memberikan tempat kepada Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi Rasulullah mendorongnya dari belakang seraya katanya "Pimpin terus orang bersembahyang."
Beliausendiri kemudian duduk di samping Abu Bakar dan sembahyang sambil duduk di sebelah kanannya.
Selesai sembahyang Rasulullah SAW menghadap kepada jamaah, dan kemudian berkata dengan suara agak keras sehingga terdengar sampai ke luar masjid:
"Saudara-saudara. Api (neraka) sudah bertiup. Fitnah pun datang seperti malam gelap gulita. Demi Allah, janganlah kiranya kamu berlindung kepadaku tentang apa pun. Demi Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu, kecuali yang dihalalkan oleh Qur'an, juga aku tidak akan mengharamkan sesuatu, kecuali yang diharamkan oleh Qur'an. Laknat Tuhan kepada golongan yang mempergunakan pekuburan mereka sebagai masjid."
Sakaratul Maut
Melihat tanda-tanda kesehatan Nabi yang bertambah maju, bukan main gembiranya kaum Muslimin, sampai-sampai Usama bin Zaid datang menghadap kepada Rasulullah dan minta izin akan membawa pasukan ke Syam. Abu Bakar pun juga datang menghadap dengan mengatakan:
"Rasulullah! Saya lihat tuan sekarang dengan karunia dan nikmat Tuhan sudah sehat kembali. Hari ini adalah bagian Bint Kharija. Bolehkah saya mengunjunginya?"
Nabi pun mengizinkan. Abu Bakar segera berangkat pergi ke Sunh di luar kota Madinah - tempat tinggal istrinya. Umar dan Ali juga lalu pergi dengan urusannya masing-masing.
Kaum Muslimin sudah mulai terpencar-pencar lagi. Mereka semua dalam suasana suka-cita dan gembira sekali, - sebab sebelum itu mereka semua dalam kesedihan, berwajah suram setelah mendapat berita bahwa Nabi dalam keadaan sakit, demamnya semakin keras sampai pingsan.
Rasulullah kembali pulang ke rumah Aisyah. Senang sekali hatinya melihat kaum Muslimin sudah memenuhi masjid dengan hati bersemarak, meskipun beliau masih merasakan badannya sangat lemah sekali.
Setelah memasuki rumah, tiap sebentar tenaganya bertambah lemah juga. Beliau melihat maut sudah makin mendekat. Tidak sangsi beliau bahwa hidupnya hanya tinggal beberapa saat saja lagi.
Sejarawan menyebutkan bahwa pada hari musim panas yang terjadi di seluruh semenanjung itu - 8 Juni 632 - Rasulullah minta disediakan sebuah bejana berisi air dingin dan dengan meletakkan tangan ke dalam bejana itu beliau mengusapkan air ke wajahnya; dan bahwa ada seorang laki-laki dari keluarga Abu Bakar datang ke tempat Aisyah dengan
sebatang siwak di tangannya.
Nabi memandangnya demikian rupa, yang menunjukkan bahwa beliau menginginkannya. Oleh Aisyah benda yang di tangan kerabatnya itu diambilnya, dan setelah dikunyah (ujungnya) sampai lunak diberikannya kepada Nabi. Kemudian dengan itu beliau menggosok dan membersihkan giginya.
Sementara sedang dalam sakaratulmaut, beliau menghadapkan diri kepada Allah sambil berdoa, "Allahumma ya Allah! Tolonglah aku dalam sakratulmaut ini."
Aisyah berkata - yang pada waktu itu kepala Nabi berada di pangkuannya, "Terasa olehku Rasulullah SAW sudah memberat di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, "Ya Handai Tertinggi dari surga."
Aisyah berkata: "Engkau telah dipilih maka engkau pun telah memilih. Demi Yang mengutusmu dengan Kebenaran."
Maka Rasulullah pun berpulang sambil bersandar antara dada dan leher Aisyah dan dalam giliranku. "Aku pun tiada menganiaya orang lain. Dalam kurangnya pengalamanku dan usiaku yang masih muda, Rasulullah SAW berpulang ketika ia di pangkuanku. Kemudian kuletakkan kepalanya di atas bantal, aku berdiri dan bersama-sama wanita-wanita lain aku memukul-mukul mukaku," tutur Sayyidah Aisyah.
Kala itu, Abu Bakar tengah mengimami sholat. Nabi datang ke masjid. Karena rasa gembira yang luarbiasa, hampir-hampir para jamaah terpengaruh dalam sembahyang itu. Nabi lalu memberi isyarat supaya mereka meneruskan sholatnya. Rasulullah SAW tampak gembira menyaksikan hal itu.
Selanjutnya, Abu Bakar surut dari tempat sholatnya, untuk memberikan tempat kepada Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi Rasulullah mendorongnya dari belakang seraya katanya "Pimpin terus orang bersembahyang."
Beliausendiri kemudian duduk di samping Abu Bakar dan sembahyang sambil duduk di sebelah kanannya.
Selesai sembahyang Rasulullah SAW menghadap kepada jamaah, dan kemudian berkata dengan suara agak keras sehingga terdengar sampai ke luar masjid:
"Saudara-saudara. Api (neraka) sudah bertiup. Fitnah pun datang seperti malam gelap gulita. Demi Allah, janganlah kiranya kamu berlindung kepadaku tentang apa pun. Demi Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu, kecuali yang dihalalkan oleh Qur'an, juga aku tidak akan mengharamkan sesuatu, kecuali yang diharamkan oleh Qur'an. Laknat Tuhan kepada golongan yang mempergunakan pekuburan mereka sebagai masjid."
Sakaratul Maut
Melihat tanda-tanda kesehatan Nabi yang bertambah maju, bukan main gembiranya kaum Muslimin, sampai-sampai Usama bin Zaid datang menghadap kepada Rasulullah dan minta izin akan membawa pasukan ke Syam. Abu Bakar pun juga datang menghadap dengan mengatakan:
"Rasulullah! Saya lihat tuan sekarang dengan karunia dan nikmat Tuhan sudah sehat kembali. Hari ini adalah bagian Bint Kharija. Bolehkah saya mengunjunginya?"
Nabi pun mengizinkan. Abu Bakar segera berangkat pergi ke Sunh di luar kota Madinah - tempat tinggal istrinya. Umar dan Ali juga lalu pergi dengan urusannya masing-masing.
Kaum Muslimin sudah mulai terpencar-pencar lagi. Mereka semua dalam suasana suka-cita dan gembira sekali, - sebab sebelum itu mereka semua dalam kesedihan, berwajah suram setelah mendapat berita bahwa Nabi dalam keadaan sakit, demamnya semakin keras sampai pingsan.
Rasulullah kembali pulang ke rumah Aisyah. Senang sekali hatinya melihat kaum Muslimin sudah memenuhi masjid dengan hati bersemarak, meskipun beliau masih merasakan badannya sangat lemah sekali.
Setelah memasuki rumah, tiap sebentar tenaganya bertambah lemah juga. Beliau melihat maut sudah makin mendekat. Tidak sangsi beliau bahwa hidupnya hanya tinggal beberapa saat saja lagi.
Sejarawan menyebutkan bahwa pada hari musim panas yang terjadi di seluruh semenanjung itu - 8 Juni 632 - Rasulullah minta disediakan sebuah bejana berisi air dingin dan dengan meletakkan tangan ke dalam bejana itu beliau mengusapkan air ke wajahnya; dan bahwa ada seorang laki-laki dari keluarga Abu Bakar datang ke tempat Aisyah dengan
sebatang siwak di tangannya.
Nabi memandangnya demikian rupa, yang menunjukkan bahwa beliau menginginkannya. Oleh Aisyah benda yang di tangan kerabatnya itu diambilnya, dan setelah dikunyah (ujungnya) sampai lunak diberikannya kepada Nabi. Kemudian dengan itu beliau menggosok dan membersihkan giginya.
Sementara sedang dalam sakaratulmaut, beliau menghadapkan diri kepada Allah sambil berdoa, "Allahumma ya Allah! Tolonglah aku dalam sakratulmaut ini."
Aisyah berkata - yang pada waktu itu kepala Nabi berada di pangkuannya, "Terasa olehku Rasulullah SAW sudah memberat di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, "Ya Handai Tertinggi dari surga."
Aisyah berkata: "Engkau telah dipilih maka engkau pun telah memilih. Demi Yang mengutusmu dengan Kebenaran."
Maka Rasulullah pun berpulang sambil bersandar antara dada dan leher Aisyah dan dalam giliranku. "Aku pun tiada menganiaya orang lain. Dalam kurangnya pengalamanku dan usiaku yang masih muda, Rasulullah SAW berpulang ketika ia di pangkuanku. Kemudian kuletakkan kepalanya di atas bantal, aku berdiri dan bersama-sama wanita-wanita lain aku memukul-mukul mukaku," tutur Sayyidah Aisyah.