Bolehkah Memberi Nama Makanan dengan Nama Setan?
loading...
A
A
A
Bolehkah memberi nama makanan dengan nama setan ? Pertanyaan ini muncul lantaran adanya semacam tren kreativitas aneh yang menghinggapi para pedagang makanan olahan. Nama dengan embel-embel 'setan' seakan menjadi daya tarik bagi konsumen.
Biasanya, makanan dengan label setan adalah makanan pedas. Bebek Setan, misalnya, adalah bebek bakar yang disertai sambal sangat pedas. Makin pedas, makin setan. Cabe rawit pun berubah nama menjadi cabe setan lantaran pedasnya itu.
Jauh sebelum itu, di beberapa tempat di Jakarta dijajakan juga ' nasi goreng gila '. Dinamakan demikian karena nasi goreng yang satu ini tidak lazim. Selain nasi goreng bercampur telur dadar, masih ada daging kambing, petai, udang, cumi, dan lainnya. Nasi goreng dengan campuran seramai itu pantas saja disebut "gila".
Melabeli nama setan dan gila, rupa-rupanya bisa menarik minat konsumen. Buktinya, banyak pedagang meniru-niru menggunakan lebel itu. Padahal langkah yang meniru tanpa tahu konsekuensi hukumnya ternyata sangat berisiko.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum lama ini menolak memberi sertifikat makanan olahan dengan kreativitas nama yang mirip-mirip dengan itu. Sebut saja, Mie Setan, Mie Iblis, Es Genderuwo, Es Tuyul, Es Pocong, Es Sundel Bolong gagal memperoleh sertifikat halal gara-gara namanya yang serem dan dibenci orang-orang yang beriman.
Mengacu pada Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 dalam ketentuan keempat masalah penggunaan nama dan bahan sebagai berikut:
1. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
2. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan (bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao);
3. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dan lain-lain.
4. Tidak boleh mengonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan, seperti whisky, brandy, beer, dan lain-lain.
Boleh jadi, nama makanan 'setan' termasuk dalam hal kekufuran dan kebatilan karena sejatinya setan memang mengajak pada hal yang kufur (tidak percaya kepada Allah SWT) dan batil (kejahatan).
Hukumnya Haram
Sementara itu, MUI Sumatera Barat merilis fatwa bahwa memakan makanan yang memiliki penamaan atau atribusi yang bertentangan dengan akidah, semisalnya “Setan”, “Iblis”, dan sebagainya hukumnya haram karena terkait akidah. Jika menggunakan penamaan yang bertentangan dengan akhlak atau etika misalnya “Ayam Montok”, maka hukumnya makruh.
Sayangnya, dalam lembar surat keputusan fatwa tersebut, tidak disertai dalil beserta argumen fikihnya kecuali sebutan bahwa itu semua masuk dalam kategori manhiy ‘anhu yang berarti dilarang. Pelarangan itu sampai penahanan untuk pemberian sertifikasi halal.
Selain itu, MUI meminta kepada Pemerintah agar meningkatkan fatwa ini menjadi regulasi kepada masyarakat. Mengingat, MUI Sumbar berpandangan penamaan makanan dengan nama-nama setan atau sejenisnya sedang populer setahun belakangan.
Hal yang sama juga dinyatakan Ustaz Firanda Andirja sebagaimana dilansir akun YouTube Halo Ustadz. Ia berpendapat haram hukumnya memberi nama makanan setan karena merupakan bentuk pemuliaan terhadap setan dan kita tidak boleh memuliakan setan.
“Bagi kita hukumnya haram memberi nama restoran dengan nama-nama tersebut karena itu bentuk pemuliaan terhadap setan dan kita tidak boleh memuliakan setan,” ucap Ustaz Firanda Andirja.
Setan Adalah Musuh
Ustadz Ammi Nur Baits dari anggota Dewan Pembina Konsultasisyariah.com menjelaskan, dalam banyak ayat, Allah menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Di antaranya, Allah berfirman,
Biasanya, makanan dengan label setan adalah makanan pedas. Bebek Setan, misalnya, adalah bebek bakar yang disertai sambal sangat pedas. Makin pedas, makin setan. Cabe rawit pun berubah nama menjadi cabe setan lantaran pedasnya itu.
Jauh sebelum itu, di beberapa tempat di Jakarta dijajakan juga ' nasi goreng gila '. Dinamakan demikian karena nasi goreng yang satu ini tidak lazim. Selain nasi goreng bercampur telur dadar, masih ada daging kambing, petai, udang, cumi, dan lainnya. Nasi goreng dengan campuran seramai itu pantas saja disebut "gila".
Melabeli nama setan dan gila, rupa-rupanya bisa menarik minat konsumen. Buktinya, banyak pedagang meniru-niru menggunakan lebel itu. Padahal langkah yang meniru tanpa tahu konsekuensi hukumnya ternyata sangat berisiko.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum lama ini menolak memberi sertifikat makanan olahan dengan kreativitas nama yang mirip-mirip dengan itu. Sebut saja, Mie Setan, Mie Iblis, Es Genderuwo, Es Tuyul, Es Pocong, Es Sundel Bolong gagal memperoleh sertifikat halal gara-gara namanya yang serem dan dibenci orang-orang yang beriman.
Mengacu pada Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 dalam ketentuan keempat masalah penggunaan nama dan bahan sebagai berikut:
1. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
2. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan (bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao);
3. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dan lain-lain.
4. Tidak boleh mengonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan, seperti whisky, brandy, beer, dan lain-lain.
Boleh jadi, nama makanan 'setan' termasuk dalam hal kekufuran dan kebatilan karena sejatinya setan memang mengajak pada hal yang kufur (tidak percaya kepada Allah SWT) dan batil (kejahatan).
Hukumnya Haram
Sementara itu, MUI Sumatera Barat merilis fatwa bahwa memakan makanan yang memiliki penamaan atau atribusi yang bertentangan dengan akidah, semisalnya “Setan”, “Iblis”, dan sebagainya hukumnya haram karena terkait akidah. Jika menggunakan penamaan yang bertentangan dengan akhlak atau etika misalnya “Ayam Montok”, maka hukumnya makruh.
Sayangnya, dalam lembar surat keputusan fatwa tersebut, tidak disertai dalil beserta argumen fikihnya kecuali sebutan bahwa itu semua masuk dalam kategori manhiy ‘anhu yang berarti dilarang. Pelarangan itu sampai penahanan untuk pemberian sertifikasi halal.
Selain itu, MUI meminta kepada Pemerintah agar meningkatkan fatwa ini menjadi regulasi kepada masyarakat. Mengingat, MUI Sumbar berpandangan penamaan makanan dengan nama-nama setan atau sejenisnya sedang populer setahun belakangan.
Hal yang sama juga dinyatakan Ustaz Firanda Andirja sebagaimana dilansir akun YouTube Halo Ustadz. Ia berpendapat haram hukumnya memberi nama makanan setan karena merupakan bentuk pemuliaan terhadap setan dan kita tidak boleh memuliakan setan.
“Bagi kita hukumnya haram memberi nama restoran dengan nama-nama tersebut karena itu bentuk pemuliaan terhadap setan dan kita tidak boleh memuliakan setan,” ucap Ustaz Firanda Andirja.
Setan Adalah Musuh
Ustadz Ammi Nur Baits dari anggota Dewan Pembina Konsultasisyariah.com menjelaskan, dalam banyak ayat, Allah menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Di antaranya, Allah berfirman,