Kisah Ali bin Abi Thalib Meminang Putri Abu Jahal

Kamis, 22 September 2022 - 10:58 WIB
loading...
Kisah Ali bin Abi Thalib Meminang Putri Abu Jahal
Nabi Muhammad SAW melarang Ali bin Abi Thalib meminang putri Abu Jahal. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Suatu ketika Ali bin Abu Thalib meminang putri Abu Jahal untuk dijadikan istri kedua di samping Sayyidah Fatimah az-Zahra . Mendengar itu, Sayyidah Fathimah bersedih dan mengadu kepada ayahnya, Rasulullah SAW . "Orang-orang berkata bahwa Anda tidak marah untuk membela putri Anda. Ini Ali akan mengawini putri Abu Jahal," ujar Sayyidah Fathimah.

Rasulullah SAW langsung merespons pengaduan sang putri tercinta ini. Beliau mengumpulkan para sahabat di masjid dan berpidato:

"Sesungguhnya Fathimah adalah dariku, dan saya khawatir ia terfitnah dalam agamanya…Saya tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, akan tetapi –demi Allah- tidak akan berkumpul putri seorang Rasulullah dan putri musuh Allah pada seorang suami."

"Saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kecuali jika Ali akan menceraikan putri saya dan mengawini putri mereka. Fathimah adalah penggalan dariku menyikitiku apa yang menyakitinya dan menggangguku apa yang mengganggunya."



Dalam pidato itu Nabi SAW menyebut-nyebut menantu beliau yang lain dari keluarga Bani Abdusy-Syams bermana Abu al-Aash ibn ar-Rabi’ dan memuji-mujinya dengan kesetiaan dan kejujuran.

Kisah ini antara lain diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab "Keutamaan-Keutamaan Para Sahabat". Hadis tentangnya juga telah diriwayatkan oleh hampir semua muhadis kenamaan Ahlussunah dalam kitab-kitab Shihah, Sunan dan Masanid mereka.

Miswar bin Makhramah berkata: "Ali meminang putri Abu Jahal. Berita itu sampai kepada Fathimah. Lalu dia pergi menemui Rasulullah SAW dan berkata: "(Wahai Rasulullah), kaummu menduga bahwa kamu tidak akan pernah marah untuk membela putri-putrimu. Itulah Ali, dia mau kawin dengan putri Abu Jahal."

Mendengar berita itu, Nabi SAW berdiri. Kemudian saya mendengar beliau membaca syahadat dan bersabda: "Sesungguhnya aku telah menikahkan Abul Ash bin ar-Rabi, lalu mempercayai aku. Dan sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari diriku, dan aku tidak suka kalau ada sesuatu yang menyakitinya."

Menurut satu riwayat Nabi Muhammad bersabda: 'Dan sesungguhnya aku merasa khawatir jika agamanya sampai terfitnah ... Aku tidak mengharamkan sesuatu yang halal dan tidak menghalalkan sesuatu yang haram. Akan tetapi, demi Allah, tidak mungkin berkumpul putri Rasulullah SAW dengan putri musuh Allah sama sekali.'

Akhirnya Ali membatalkan pinangannya tersebut." (HR Bukhari dan Muslim)



Imam An-Nawawi dalam "Al-Minhaj Fi Syarhi Shahih Muslim ibn Hajjaj" mengatakan para ulama berkata: hadis itu memuat pengharaman mengganggu Nabi SAW dalam segala hal dan dengan segala bentuk, walau hal itu muncul dari hal yang mubah (boleh dilakukantidak haram) sementara beliau masih hidup, berbeda dengan orang lain.

Mereka mengatakan: Nabi SAW telah memberitahukan kehalalan menikahi putri Abu Jahal bagi Ali dengan sabdanya: Saya tidak mengharamkan yang halal, akan tetapi saya melarang menggabungkan antara keduanya, karena ada dua alasan yang disebut dalam sabda tesebut.

Pertama: karena hal itu menyebabkan Fathimah terganggu dan dengannya Nabi pun akan terganggu, maka binasalah orang yang mengganggu Nabi. Maka Nabi SAW melarang hal itu karena sempurnanya belas kasih dan sayang beliau kepada Ali dan Fathimah. Kedua: kekhawatiran akan terfitnahnya Fathimah dikarenakan rasa cemburu.

Lambang Keagungan Abadi
Ali bin Abi Thalib menikah dengan Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW, pada tahun kedua hijriah. Sayyidah Fathimah adalah istri pertama. Dari putri nabi ini, Sayidina Ali mendapat dua putra dan dua putri. Mereka adalah Hasan, Husein, Zainab, dan Ummu Kulsum.

Fathimah adalah putri bungsu yang amat disayang Rasulullah SAW. Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib" menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW merasa tak ada seorang pun di dunia yang paling berkenan di hati beliau dan yang paling dekat di sisinya selain putri bungsunya itu.

Demikian besar rasa cinta Rasulullah kepada puteri bungsunya itu dibuktikan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Rasulullah SAW berkata kepada Ali RA: "Wahai Ali! Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari aku. Dia adalah cahaya mataku dan buah hatiku. Barang siapa menyusahkan dia, ia menyusahkan aku dan siapa yang menyenangkan dia, ia menyenangkan aku…"

Menurut Al Hamid Al Husaini, pernyataan beliau itu bukan sekadar cetusan emosi, melainkan suatu penegasan bagi umatnya, bahwa putri beliau itu merupakan lambang keagungan abadi yang ditinggalkan di tengah ummatnya.



Dalam suatu kesempatan Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman ditanya, apakah benar Nabi melarang Ali untuk menikah lagi setelah memiliki istri Fathimah? Menurut Syaikh Masyhur, menunjukkan kisah yang sahih diriwayatkan dalam Shahihain.

Nabi tidak melarang poligami. "Keputusan Nabi melarang poligami bagi Ali tersebut adalah karena beliau sebagai wali bagi Ali, bukan karena hal tersebut disyariatkan," katanya.

Syaikh Mansyhur melanjutnya, dalam kisah ini juga Nabi menjelaskan bahwa yang halal adalah apa yang Allah halalkan dan yang haram adalah apa yang Allah haramkan. Dan bahwasanya poligami itu halal. Namun beliau melarang Ali memilih putrinya Abu Jahal (sebagai istri keduanya).

Sebagaimana diketahui, Abu Jahal Amr bin Hisyam adalah tokoh Quraisy yang sangat keras dan keji perlawanannya terhadap Rasulullah SAW.

Syaikh Masyhur menambahkan, sebagian ulama mengatakan bahwa hal tersebut khusus bagi putri Nabi SAW. Namun pendapat ini kurang tepat, pendapat pertama lebih kuat. Para ulama yang berpendapat demikian berdalil dengan sabda Nabi: “Karena putriku adalah bagian dariku. Apa yang meragukannya, itu membuatku ragu. Apa yang mengganggunya, itu membuatku terganggu“.

Dan kata mereka, ini dijadikan oleh Nabi oleh melarang Ali berpoligami. Selain itu dikuatkan lagi dengan fakta bahwa Ali tidak pernah menikah lagi semasa hidupnya setelah menikah dengan Sayyidah Fathimah.



9 Istri, 19 Anak
Hanya saja, setelah Sayyidah Fatimah wafat, Ali menikah lagi. Seluruh istri Sayidina Ali berjumlah 9 orang. Dari perkawinan tersebut Ali dikaruniai putra dan putri berjumlah 19 orang.

Istri-istri Sayidina Ali, selain Fatiman Az-Zahra adalah: Ummu Bamin binti Fluzam dari Bani Amir bin Kilab, yang melahirkan empat putra, yaitu Abbas, Ja'far, Abdullah, dan Usman.

Laila binti Mas'ud at-Tamimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Abdullah dan Abu Bakar. Asma binti Umair al-Kuimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Yahya dan Muhammad. As-Sahba binti Rabi'ah dari Bani Jasym bin Bakar, seorang janda dari Bani Taglab, yang melahirkan dua anak, Umar dan Ruqayyah.

Lalu, Umamah binti Abi Ass bin ar-Rabb, putri Zaenab binti Rasulullah SAW, yang melahirkan satu anak, yaitu Muhammad. Khanlah binti Ja'far al-Hanafiah, yang melahirkan seorang putra, yaitu Muhammad (al-Hanafiah). Ummu Sa'id binti Urwah bin Mas'ud, yang melahirkan dua anak, yaitu Ummu al-Husain dan Ramlah. Terakhir, Mahyah binti Imri' al-Qais al-Kalbiah, yang melahirkan seorang anak bernama Jariah.

Sayidina Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah. Kehidupan sederhana itu bukan hanya diterapkan kepada dirinya, melainkan juga kepada putra-putrinya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2322 seconds (0.1#10.140)