Sahabat Paling Mirip dengan Rasululah SAW Baik Fisik Maupun Perangainya
loading...
A
A
A
Sahabat paling mirip dengan Rasululah SAW baik fisik maupun perangainya adalah Jafar bin Abi Thalib . Beliau adalah sepupu Rasulullah SAW, dengan nasab yaitu bin Abi Thalib bin Abdul Manaf bin Abdul Muthalib .
Dari Al Bara bin Azib, Nabi SAW berkata kepada Jafar:
أشبهت خُلُقي وخَلْقي
"Rupa dan perilakumu mirip denganku." ( HR Bukhari )
Jafar termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam dan ikut berhijrah bersama Rasulullah SAW. Dia syahid di medan pertempuran Mu'tah.
Pertempuran ini sendiri amat heroik karena 3.000 pasukan Muslim menghadapi 200.000 orang prajurit Bizantium. Dan ini adalah pertempuran perdana antara Muslim dengan Bizantium yang Nasrani. Perang terjadi di Mu'tah pada 629 M, tepatnya pada tanggal 5 Jumadil Awal 8 Hijriah.
Selain Ja’far bin Abi Thalib, menurut sejarawan Imam Ibnu Ishaq, syuhada perang Mu’tah berjumlah 8 sahabat. Secara terperinci yaitu mantan budak Rasulullah SAW Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh ra.
Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" menggambarkan betapa sedihnya Nabi SAW begitu mendengar bahwa Ja’far bin Abi Thalib dan Zaid bin Harithah termasuk yang syahid. Di sisi lain, Haekal juga menggambarkan betapa heroiknya pertempuran ini.
Haekal menggambarkan: Alangkah agungnya iman, alangkah kuatnya! Bendera Nabi dibawa oleh Zaid bin Harithah dan dia terus maju ke tengah-tengah musuh. Ia yakin bahwa kematiannya itu takkan dapat dielakkan. Tetapi mati di sini berarti syahid di jalan Allah. Selain kemenangan, hanya ada satu pilihan, yaitu mati syahid. Dan di sinilah Zaid bertempur mati-matian sehingga akhirnya hancur luluh ia oleh tombak musuh.
Saat itu juga benderanya disambut oleh Ja'far bin Abi Thalib dari tangannya. Ketika itu usianya baru 33 tahun, sebagai pemuda yang berwajah tampan dan berani, Ja'far terus bertempur dengan membawa bendera itu.
Bilamana kudanya oleh musuh dikepung, diterobosnya kuda itu dan ditetaknya, dan dia sendiri terjun ke tengah-tengah musuh, menyerbu dengan mengayunkan pedangnya ke leher siapa saja yang kena.
Bendera waktu itu dipegang di tangan kanan Ja'far; ketika tangan ini terputus, dipegangnya dengan tangan kirinya; dan bila tangan kiri ini pun terputus, dipeluknya bendera itu dengan kedua pangkal lengannya sampai ia syahid. Konon, yang menghantamnya orang dari Romawi dengan sekaligus hingga ia terbelah dua.
Setelah berita syahidnya para pahlawan Islam diketahui oleh Nabi, beliau sangat terharu, terutama terhadap Zaid dan Ja'far.
Dalam perang ini pasukan Islam mundur dan kembali ke Madinah. Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin yang lain menyambut mereka. Atas permintaan Nabi, kemudian Abdullah putra Ja'far bin Abu Thalib dibawa dan diangkatnya di depannya.
Kesedihan Nabi SAW
Setelah Ja'far syahid, Rasulullah mendatangi ke rumahnya. Beliau menjumpai istri Jafar, Asma binti Umais yang pada waktu itu ia sudah membuat adonan roti, anak-anaknya sudah dimandikan, sudah diminyaki dan dibersihkan. "Bawa kemari anak-anak Ja'far itu," ujar Rasulullah SAW kepada Asma.
Setelah mereka dibawa, Rasulullah menciumi anak-anak itu dengan berlinangan airmata.
Dari Al Bara bin Azib, Nabi SAW berkata kepada Jafar:
أشبهت خُلُقي وخَلْقي
"Rupa dan perilakumu mirip denganku." ( HR Bukhari )
Jafar termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam dan ikut berhijrah bersama Rasulullah SAW. Dia syahid di medan pertempuran Mu'tah.
Pertempuran ini sendiri amat heroik karena 3.000 pasukan Muslim menghadapi 200.000 orang prajurit Bizantium. Dan ini adalah pertempuran perdana antara Muslim dengan Bizantium yang Nasrani. Perang terjadi di Mu'tah pada 629 M, tepatnya pada tanggal 5 Jumadil Awal 8 Hijriah.
Selain Ja’far bin Abi Thalib, menurut sejarawan Imam Ibnu Ishaq, syuhada perang Mu’tah berjumlah 8 sahabat. Secara terperinci yaitu mantan budak Rasulullah SAW Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh ra.
Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" menggambarkan betapa sedihnya Nabi SAW begitu mendengar bahwa Ja’far bin Abi Thalib dan Zaid bin Harithah termasuk yang syahid. Di sisi lain, Haekal juga menggambarkan betapa heroiknya pertempuran ini.
Haekal menggambarkan: Alangkah agungnya iman, alangkah kuatnya! Bendera Nabi dibawa oleh Zaid bin Harithah dan dia terus maju ke tengah-tengah musuh. Ia yakin bahwa kematiannya itu takkan dapat dielakkan. Tetapi mati di sini berarti syahid di jalan Allah. Selain kemenangan, hanya ada satu pilihan, yaitu mati syahid. Dan di sinilah Zaid bertempur mati-matian sehingga akhirnya hancur luluh ia oleh tombak musuh.
Saat itu juga benderanya disambut oleh Ja'far bin Abi Thalib dari tangannya. Ketika itu usianya baru 33 tahun, sebagai pemuda yang berwajah tampan dan berani, Ja'far terus bertempur dengan membawa bendera itu.
Bilamana kudanya oleh musuh dikepung, diterobosnya kuda itu dan ditetaknya, dan dia sendiri terjun ke tengah-tengah musuh, menyerbu dengan mengayunkan pedangnya ke leher siapa saja yang kena.
Bendera waktu itu dipegang di tangan kanan Ja'far; ketika tangan ini terputus, dipegangnya dengan tangan kirinya; dan bila tangan kiri ini pun terputus, dipeluknya bendera itu dengan kedua pangkal lengannya sampai ia syahid. Konon, yang menghantamnya orang dari Romawi dengan sekaligus hingga ia terbelah dua.
Setelah berita syahidnya para pahlawan Islam diketahui oleh Nabi, beliau sangat terharu, terutama terhadap Zaid dan Ja'far.
Dalam perang ini pasukan Islam mundur dan kembali ke Madinah. Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin yang lain menyambut mereka. Atas permintaan Nabi, kemudian Abdullah putra Ja'far bin Abu Thalib dibawa dan diangkatnya di depannya.
Kesedihan Nabi SAW
Setelah Ja'far syahid, Rasulullah mendatangi ke rumahnya. Beliau menjumpai istri Jafar, Asma binti Umais yang pada waktu itu ia sudah membuat adonan roti, anak-anaknya sudah dimandikan, sudah diminyaki dan dibersihkan. "Bawa kemari anak-anak Ja'far itu," ujar Rasulullah SAW kepada Asma.
Setelah mereka dibawa, Rasulullah menciumi anak-anak itu dengan berlinangan airmata.