Kisah Louis Farrakhan Yakin Didukung Allah Taala Membangun Islam di Amerika

Rabu, 30 November 2022 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Tentu saja. Kami tidak mengatakan bahwa laki-laki dan wanita tidak boleh dipisahkan. Tetapi kami mengatakan bahwa kedua jenis kelamin yang berbeda tersebut harus mendapatkan tempat yang sama untuk beribadah kepada Tuhan. Dan dalam dunia Islam kami, Anda dapat menjumpai banyak keturunan dari orang-orang yang telah memeluk agama Islam sejak berabad-abad yang lalu kini meninggalkan Islam.

Mengapa? Itu disebabkan oleh adanya ketidakpuasan dari kaum wanita mengenai bagaimana mereka dipandang, bagaimana mereka diperlakukan. Itu menyebabkan tumbuhnya pemberontakan kaum wanita. Bukan berarti mereka ingin disejajarkan dengan kaum pria.

Mereka tidak berkeberatan dengan adanya perbedaan status, tetapi mereka tidak dapat menerima keadaan bahwa mereka dibedakan, dalam arti tidak dihargai. Ketika saya berada di Mekkah untuk menjalankan ibadah haji, kami tinggal di Mina, dan ketika tiba waktu makan siang, kaum lelaki makan siang di ruangan ber-AC. yang nyaman sedangkan para wanita makan di ruang atap yang kotor.



Mereka begitu marah atas keadaan tersebut. Mereka berontak dan mengeluh atas cara mereka diperlakukan. Jadi jika Anda menempatkan kaum lelaki di sebuah ruangan ber-AC. Mengapa Anda menempatkan kaum wanitanya di atas atap di siang hari yang panas?

Kita sebagai orang Muslim harus benar-benar mengkaji kembali kelakuan kita dan membandingkannya dengan tindakan Rasulullah untuk mengetahui mengapa para wanita di zaman Nabi sangat mencintai, menghormati dan mengikuti jejak langkah beliau.

Apakah Anda mengalami satu saat istimewa dalam perpindahan Anda ke agama Islam?

Tidak. Sejauh yang dapat saya ingat, saya selalu dihantui kerinduan untuk melihat kaum kulit hitam bebas. Saya dibesarkan di gereja. Saya menyanyi dalam paduan suara gereja. Saya membawa salib. Saya mencintai gereja. Tetapi gereja tidak membicarakan masalah pembebasan kaum kulit hitam dan saya selalu mencari.

Ketika saya berusia sebelas tahun, saya mengunjungi paman saya di New York. Ada seorang kulit hitam tergantung di dinding rumahnya. Aneh sekali, sebab orang-orang Karibia yang berasal dari Hindia Barat Inggris biasanya meletakkan foto Raja George atau bangsawan lainnya di atas rak perapian. Tetapi paman saya memasang foto seorang kulit hitam di dindingnya.

Saya bertanya siapakah orang itu, dan dia menjawab bahwa orang itu datang untuk mempersatukan kaum kulit hitam. Nah, saya tahu bahwa pasti orang itulah yang selama ini saya cari. Saya sangat pendek.

Saya meminta pada paman saya agar diperbolehkan berdiri di atas kursi untuk memandang dan menyelami wajah orang tersebut. Saya bertanya, "Di mana orang itu tinggal? Saya ingin mengunjunginya."

Paman saya berkata, "Dia telah meninggal". Saat itu juga air mata mengalir di pipi saya karena saya telah merasa begitu dekat dengan orang yang datang untuk mempersatukan kaum kulit hitam itu, tetapi dia telah tiada. Dia adalah Marcus Garvey.

Pencarian saya terus berlanjut sampai saya kuliah di daerah Selatan. Saya melihat dan merasakan permusuhan di kalangan kaum kulit hitam dan saya mengetahui ada yang tidak beres dengan ajaran Kristen, cara ajaran tersebut dipraktikkan, sebab saya tidak boleh pergi ke gereja orang kulit putih, kecuali jika duduk di balkon.

Saya tahu itu bukan ajaran Jesus. Saya juga melihat pelecehan terhadap gadis-gadis kecil kami oleh orang yang disebut pastur. Lalu saya memutuskan saya harus mencari yang lebih baik. Ketika saya menemukan Elijah Muhammad, jiwa saya, hati dan pikiran saya menjadi terbuka. Tetapi saya belum yakin sepenuhnya. Dan ketika saya mendengar Malcolm X berpidato, saya menjadi yakin sepenuhnya bahwa Elijah Muhammad adalah orang yang saya cari sepanjang hidup saya.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2116 seconds (0.1#10.140)