Jelang Ajal, Nizhamul Mulk Mengampuni Pembunuhnya
Jum'at, 21 Agustus 2020 - 09:50 WIB
PADA hari Kamis 10 Ramadhan tahun 485 H. Setelah waktu berbuka tiba, Nizhamul Mulk menunaikan salat Maghrib. Seusai salat Maghrib, dia duduk di sekitar meja makan. Saat itu banyak sekali hadirin yang terdiri dari fuqaha’, qurra’ dan para sufi, serta orang-orang yang memiliki kepentingan berbeda. (
)
Sang Perdana Menteri kemudian mulai menyebutkan kemuliaan tempat di mana mereka kini berada di tanah Nahawand. Dia juga menyebutkan tentang peristiwa perang yang terjadi antara kaum muslimin dan orang-orang Persia pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khatthab. Dia menyebutkan siapa-siapa yang ikut dalam pertempuran itu.( )
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi , dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah memaparkan pasukan Sassania di bawah pimpinan Peroz Khosrau yang diangkat Yazdegerd III menjadi pemimpin tertinggi berjumlah 150.000 orang yang berasal dari wilayah-wilayah Media, Azerbaijan, Khurasan, Gurgan, Tabaristan, Merw, Baktria, Sistan, Kerman, dan Farsistan, yang mengambil posis bertahan di luar kota Nahawand. Sedangkan di pihak Arab, Nu'man bin Muqarrin memimpin 30.000 orang pasukan, yang berasal pangkalan Arab Muslim dari Irak, Khuzistan, dan Sawad.
“Sungguh beruntung siapa saja yang bisa bersama dengan mereka,” ujar Nizhamul Mulk.
Tatkala selesai berbuka, beliau keluar dari tempatnya menuju kemah isterinya. Saat itu ia tidak menyadari ada anak muda yang berasal dari Dailam menguntit dari belakang. Pemuda tersebut berpura-pura meminta tolong dan datang menemuinya. Lalu si pemuda memukulnya.
Tersebarlah kabar kematiannya ke tengah-tengah tentara, seketika itu suara-suara tangisan terdengar. ( )
Sultan Malik Syah datang bertakziyah tatkala kabar kematiannya sampai. Sultan Malik Syah begitu berduka atas wafatnya Nizhamul Mulk dan tak mampu menahan tangis. Dia duduk sebentar di samping jenazahnya._
Nizhamul Mulk telah berlaku baik sampai saat dia meninggal. Dia telah hidup bahagia, meninggal dalam keadaan syahid, dirasakan kehilangan oleh semua orang, dan dipuji atas kebaikannya.
Sedang pemuda yang membunuhnya bersembunyi di dalam tenda, yang kemudian ditemukan para pengikut setia Nizhamul Mulk, kemudian membunuhnya. Sebagian pelayan Nizhamul Mulk mengatakan pesan terakhir Nizhamul Mulk, “Janganlah kalian membunuh orang yang membunuhku, karena aku telah mengampuninya.” Lalu dia membaca Syahadat dan meninggal.“
Tatkala kabar kematian Nizhamul Mulk sampai kepada penduduk Baghdad, mereka demikian sedih atas kematiannya. Semua pejabat tidak melakukan kegiatan resmi selama tiga hari, sebagai ungkapan bela sungkawa atas kematiannya.
Sedangkan para penyair melantunkan syair dukanya. Di antara yang melantunkan syair duka, Muqatil bin ‘Athiyyah:
”Perdana Menteri Nizhamul Mulk adalah
mutiara yatim yang Allah ciptakan dari bahan mulia
Namun hari-hari tak mengerti nilai harganya
dan dia dikembalikan oleh orang lain ke rumah kerang.”
Lalu, siapa Nizham al-Mulk?
Beliau adalah wazir atau perdana menteri Kesultanan Seljuk dan cendekiawan keturunan Persia. Nama aslinya Abu Ali al-Husain bin Ali bin Ishaq bin al-Abbas at-Thusi. Ia menjabat wazir pada masa pemerintahan Alip Arselan dan Malik Syah. Beliau lahir 10 April 1018 dan wafat 14 Oktober 1092.
Pada masa Nizham al-Mulk inilah aliran Asy'ariyah menjadi kuat berkembang karena dijadikan aliran resmi negara, dan keilmuan Imam Al-Ghazali mendapat dukungan penuh darinya. Ia memegang kekuasaan selama 20 tahun semenjak meninggalnya Alip Arslan pada tahun 1072.
Menurut Imam Adz-Dzahabi, beliau dikenal sebagai seorang yang cerdas, seorang ahli politik, seorang ahli medan, berperangai baik, seorang yang sangat pemalu. “Dia selalu meramaikan majelisnya dengan para qurra’ dan fukaha'. Dia telah mendirikan universitas yang besar di Baghdad, Naisabur, dan Thus. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat menyenangi ilmu pengetahuan, selalu berinteraksi dengan para mahasiswa, dan selalu mendiktekan hadis.”
Keadaan ini terus berlangsung hingga dia diangkat menteri oleh Alib Arselan, kemudian masa kementeriannya ini terus berlangsung hingga masa pemerintahan anaknya yang bernama Malik Syah.
Di masa pemerintahan ini dia telah mengatur masalah negara dengan cara yang sebaik-baiknya. Dia telah berhasil meminimalkan tindak kejahatan, bersikap kasih pada rakyat, mampu membangun wakaf sehingga banyak orang-orang besar yang dekat dengannya.
Dia menasehati Malik Syah untuk mengangkat para komandan perang dan pejabat-pejabat penting dari orang-orang yang bermoral, relijius, memiliki keberanian. Dampak kebijakan ini tampak pada sikap dan perilaku para jenderal yang dipilih. Seperti yang terjadi pada Aaq Sanqar, kakek dari Nuruddin Mahmud yang menguasai Aleppo, Diyar Bakir dan Semenanjung Arabia.
lbnu Katsir berkata, “Dia adalah raja yang memiliki perjalanan hidup yang demikian indah. Sedangkan anaknya yang bernama Imaduddin Zanki merupakan orang yang pertama kali memulai perang melawan orang-orang Salib dan setelah itu dilanjutkan oleh Nuruddin Mahmud. Keluarga inilah yang telah meletakkan pondasi dan bibit kemenangan Shalahuddin, Zhahir Bibris, dan Qalawun dalam melawan pasukan Salib. Dan pada saat itu juga dibuka masa penyatuan dan kesatuan di dunia Islam.”
Aaq Sanqar Al-Barsaqi juga merupakan salah seorang komandan pasukan Saljuk, selain menjabat sebagai kepala pemerintahan di Mushal. Dia dikenal sebagai orang yang gencar melakukan jihad melawan orang-orang Salib. Pada tahun 520 H dia dibunuh oleh seorang penganut aliran kebatinan saat sedang menunaikan salat di Masjid Jami’ Mushal.
lbnu Atsir berkata, “Dia adalah anak seorang mantan budak yang berasal dari Turki yang dikenal sangat baik. Dia sangat senang pada orang-orang alim dan orang saleh, memandang keadilan, lalu mempraktikkannya. Dikenal sebagai seorang gubernur yang sangat baik, menjaga salat tepat pada waktunya, dan selalu melakukan salat Tahajjud di malam hari.” (
Seorang sejarawan Abu Syamah menceritakan pada kita tentang dampak pemerintahan Saljuk, khususnya di zaman Nizhamul Mulk. Dia berkata, “Tatkala orang-orang Saljuk berkuasa, mereka berhasil mengembalikan citra dan kharisma Khilafah Abbasiyah, khususnya saat Nizhamul Mulk menjadi Perdana Menteri. Dia berhasil mengembalikan hukum secara proporsional dan mampu mengembalikan wibawa khilafah pada posisi terbaiknya.” (Bersambung)
Sang Perdana Menteri kemudian mulai menyebutkan kemuliaan tempat di mana mereka kini berada di tanah Nahawand. Dia juga menyebutkan tentang peristiwa perang yang terjadi antara kaum muslimin dan orang-orang Persia pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khatthab. Dia menyebutkan siapa-siapa yang ikut dalam pertempuran itu.( )
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi , dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah memaparkan pasukan Sassania di bawah pimpinan Peroz Khosrau yang diangkat Yazdegerd III menjadi pemimpin tertinggi berjumlah 150.000 orang yang berasal dari wilayah-wilayah Media, Azerbaijan, Khurasan, Gurgan, Tabaristan, Merw, Baktria, Sistan, Kerman, dan Farsistan, yang mengambil posis bertahan di luar kota Nahawand. Sedangkan di pihak Arab, Nu'man bin Muqarrin memimpin 30.000 orang pasukan, yang berasal pangkalan Arab Muslim dari Irak, Khuzistan, dan Sawad.
“Sungguh beruntung siapa saja yang bisa bersama dengan mereka,” ujar Nizhamul Mulk.
Tatkala selesai berbuka, beliau keluar dari tempatnya menuju kemah isterinya. Saat itu ia tidak menyadari ada anak muda yang berasal dari Dailam menguntit dari belakang. Pemuda tersebut berpura-pura meminta tolong dan datang menemuinya. Lalu si pemuda memukulnya.
Tersebarlah kabar kematiannya ke tengah-tengah tentara, seketika itu suara-suara tangisan terdengar. ( )
Sultan Malik Syah datang bertakziyah tatkala kabar kematiannya sampai. Sultan Malik Syah begitu berduka atas wafatnya Nizhamul Mulk dan tak mampu menahan tangis. Dia duduk sebentar di samping jenazahnya._
Nizhamul Mulk telah berlaku baik sampai saat dia meninggal. Dia telah hidup bahagia, meninggal dalam keadaan syahid, dirasakan kehilangan oleh semua orang, dan dipuji atas kebaikannya.
Sedang pemuda yang membunuhnya bersembunyi di dalam tenda, yang kemudian ditemukan para pengikut setia Nizhamul Mulk, kemudian membunuhnya. Sebagian pelayan Nizhamul Mulk mengatakan pesan terakhir Nizhamul Mulk, “Janganlah kalian membunuh orang yang membunuhku, karena aku telah mengampuninya.” Lalu dia membaca Syahadat dan meninggal.“
Tatkala kabar kematian Nizhamul Mulk sampai kepada penduduk Baghdad, mereka demikian sedih atas kematiannya. Semua pejabat tidak melakukan kegiatan resmi selama tiga hari, sebagai ungkapan bela sungkawa atas kematiannya.
Sedangkan para penyair melantunkan syair dukanya. Di antara yang melantunkan syair duka, Muqatil bin ‘Athiyyah:
”Perdana Menteri Nizhamul Mulk adalah
mutiara yatim yang Allah ciptakan dari bahan mulia
Namun hari-hari tak mengerti nilai harganya
dan dia dikembalikan oleh orang lain ke rumah kerang.”
Lalu, siapa Nizham al-Mulk?
Beliau adalah wazir atau perdana menteri Kesultanan Seljuk dan cendekiawan keturunan Persia. Nama aslinya Abu Ali al-Husain bin Ali bin Ishaq bin al-Abbas at-Thusi. Ia menjabat wazir pada masa pemerintahan Alip Arselan dan Malik Syah. Beliau lahir 10 April 1018 dan wafat 14 Oktober 1092.
Pada masa Nizham al-Mulk inilah aliran Asy'ariyah menjadi kuat berkembang karena dijadikan aliran resmi negara, dan keilmuan Imam Al-Ghazali mendapat dukungan penuh darinya. Ia memegang kekuasaan selama 20 tahun semenjak meninggalnya Alip Arslan pada tahun 1072.
Menurut Imam Adz-Dzahabi, beliau dikenal sebagai seorang yang cerdas, seorang ahli politik, seorang ahli medan, berperangai baik, seorang yang sangat pemalu. “Dia selalu meramaikan majelisnya dengan para qurra’ dan fukaha'. Dia telah mendirikan universitas yang besar di Baghdad, Naisabur, dan Thus. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat menyenangi ilmu pengetahuan, selalu berinteraksi dengan para mahasiswa, dan selalu mendiktekan hadis.”
Keadaan ini terus berlangsung hingga dia diangkat menteri oleh Alib Arselan, kemudian masa kementeriannya ini terus berlangsung hingga masa pemerintahan anaknya yang bernama Malik Syah.
Di masa pemerintahan ini dia telah mengatur masalah negara dengan cara yang sebaik-baiknya. Dia telah berhasil meminimalkan tindak kejahatan, bersikap kasih pada rakyat, mampu membangun wakaf sehingga banyak orang-orang besar yang dekat dengannya.
Dia menasehati Malik Syah untuk mengangkat para komandan perang dan pejabat-pejabat penting dari orang-orang yang bermoral, relijius, memiliki keberanian. Dampak kebijakan ini tampak pada sikap dan perilaku para jenderal yang dipilih. Seperti yang terjadi pada Aaq Sanqar, kakek dari Nuruddin Mahmud yang menguasai Aleppo, Diyar Bakir dan Semenanjung Arabia.
lbnu Katsir berkata, “Dia adalah raja yang memiliki perjalanan hidup yang demikian indah. Sedangkan anaknya yang bernama Imaduddin Zanki merupakan orang yang pertama kali memulai perang melawan orang-orang Salib dan setelah itu dilanjutkan oleh Nuruddin Mahmud. Keluarga inilah yang telah meletakkan pondasi dan bibit kemenangan Shalahuddin, Zhahir Bibris, dan Qalawun dalam melawan pasukan Salib. Dan pada saat itu juga dibuka masa penyatuan dan kesatuan di dunia Islam.”
Aaq Sanqar Al-Barsaqi juga merupakan salah seorang komandan pasukan Saljuk, selain menjabat sebagai kepala pemerintahan di Mushal. Dia dikenal sebagai orang yang gencar melakukan jihad melawan orang-orang Salib. Pada tahun 520 H dia dibunuh oleh seorang penganut aliran kebatinan saat sedang menunaikan salat di Masjid Jami’ Mushal.
lbnu Atsir berkata, “Dia adalah anak seorang mantan budak yang berasal dari Turki yang dikenal sangat baik. Dia sangat senang pada orang-orang alim dan orang saleh, memandang keadilan, lalu mempraktikkannya. Dikenal sebagai seorang gubernur yang sangat baik, menjaga salat tepat pada waktunya, dan selalu melakukan salat Tahajjud di malam hari.” (
Seorang sejarawan Abu Syamah menceritakan pada kita tentang dampak pemerintahan Saljuk, khususnya di zaman Nizhamul Mulk. Dia berkata, “Tatkala orang-orang Saljuk berkuasa, mereka berhasil mengembalikan citra dan kharisma Khilafah Abbasiyah, khususnya saat Nizhamul Mulk menjadi Perdana Menteri. Dia berhasil mengembalikan hukum secara proporsional dan mampu mengembalikan wibawa khilafah pada posisi terbaiknya.” (Bersambung)
(mhy)