Kisah Ternodanya Perjanjian Umar bin Khattab: 372 tahun Yerusalem Damai di Bawah Islam
Selasa, 23 Juli 2024 - 13:02 WIB
Pemerintahan Kekhalifahan Rasyidin berakhir pada tahun 661 dan digantikan Kekhalifahan Umayah yang berpusat di Damaskus. Pemerintahan baru Islam di Damaskus dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan.
Dekatnya jarak Yerusalem dengan Damaskus membuat pengawasan Islam di Yerusalem lebih optimal. Praktis selama pemerintahan Kekhalifahan Umayah hingga tahun 750, Yerusalem tetap di bawah kontrol Islam. Tidak ada usaha Byzantium untuk berusaha kembali lagi merebut Yerusalem karena kehidupan beragama berjalan dengan baik dan damai.
Kristen dan Yahudi sebagai minoritas penduduk juga diakui hak-haknya, memperoleh keamanan dan kebebasan hidup selama tidak ada pergerakan melawan pemerintahan di Damaskus. Islam di Yerusalem semakin agung karena Khalifah Abdul Malik membangun sebuah bangunan monumental, yaitu Qubat al-Shakhrah yang diselesaikan pada tahun 691.
Bangunan tersebut dibangun berdekatan dengan Masjid al-Aqsa dan dibangun untuk melindungi batu yang diyakini tempat Mikraj Rasulullah, atau perjalanan Rasulullah menuju Sidrat alMuntaha.
Pasca 750, politik Islam tidak stabil karena terjadi perpindahan pusat politik dari Damaskus ke Irak. Kekhalifahan Umayah telah runtuh karena dikalahkan saingannya sesama orang Arab yang akhirnya mendirikan Kekhalifahan Abbasiyah.
Kondisi politik yang tidak stabil memengaruhi kehidupan politik di Yerusalem, namun tidak terlalu memengaruhi kehidupan beragama di kota suci tersebut. Yerusalem tidak di bawah Kekhalifahan Umayah lagi, namun dipimpin kekhalifahan baru yang berpusat di Bagdad.
Pusat pemerintahan yang semakin jauh menjadikan Yerusalem lebih merdeka secara kontrol politik.
Pada akhir abad ke-10 Yerusalem dikuasai oleh Kekhalifahan Fatimiyah yang merupakan musuh Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Kekhalifahan Fatimiyah pada waktu itu berpusat di Kairo.
Kekacauan kehidupan beragama di Yerusalem mulai terusik ketika Khalifah Fatimiyah pengganti alAziz, Abu Ali Manshur al-Hakim bi-Amrillah, pada tahun 1009 menyerang umat Kristen dan Yahudi di Yerusalem.
Sejak itulah al-Uhdah al-Umariyah yang selama 372 berhasil mewujudkan perdamaian sesuai dengan namanya, Yerusalem atau kota damai, ternoda.
Dekatnya jarak Yerusalem dengan Damaskus membuat pengawasan Islam di Yerusalem lebih optimal. Praktis selama pemerintahan Kekhalifahan Umayah hingga tahun 750, Yerusalem tetap di bawah kontrol Islam. Tidak ada usaha Byzantium untuk berusaha kembali lagi merebut Yerusalem karena kehidupan beragama berjalan dengan baik dan damai.
Kristen dan Yahudi sebagai minoritas penduduk juga diakui hak-haknya, memperoleh keamanan dan kebebasan hidup selama tidak ada pergerakan melawan pemerintahan di Damaskus. Islam di Yerusalem semakin agung karena Khalifah Abdul Malik membangun sebuah bangunan monumental, yaitu Qubat al-Shakhrah yang diselesaikan pada tahun 691.
Bangunan tersebut dibangun berdekatan dengan Masjid al-Aqsa dan dibangun untuk melindungi batu yang diyakini tempat Mikraj Rasulullah, atau perjalanan Rasulullah menuju Sidrat alMuntaha.
Pasca 750, politik Islam tidak stabil karena terjadi perpindahan pusat politik dari Damaskus ke Irak. Kekhalifahan Umayah telah runtuh karena dikalahkan saingannya sesama orang Arab yang akhirnya mendirikan Kekhalifahan Abbasiyah.
Kondisi politik yang tidak stabil memengaruhi kehidupan politik di Yerusalem, namun tidak terlalu memengaruhi kehidupan beragama di kota suci tersebut. Yerusalem tidak di bawah Kekhalifahan Umayah lagi, namun dipimpin kekhalifahan baru yang berpusat di Bagdad.
Pusat pemerintahan yang semakin jauh menjadikan Yerusalem lebih merdeka secara kontrol politik.
Pada akhir abad ke-10 Yerusalem dikuasai oleh Kekhalifahan Fatimiyah yang merupakan musuh Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Kekhalifahan Fatimiyah pada waktu itu berpusat di Kairo.
Baca Juga
Kekacauan kehidupan beragama di Yerusalem mulai terusik ketika Khalifah Fatimiyah pengganti alAziz, Abu Ali Manshur al-Hakim bi-Amrillah, pada tahun 1009 menyerang umat Kristen dan Yahudi di Yerusalem.
Sejak itulah al-Uhdah al-Umariyah yang selama 372 berhasil mewujudkan perdamaian sesuai dengan namanya, Yerusalem atau kota damai, ternoda.
(mhy)