Apakah Kiriman Doa dan Amal Yasinan Sampai kepada Orang yang Sudah Meninggal?
Sabtu, 07 Desember 2024 - 05:59 WIB
SEBAGIANumat Islam di Indonesia dan Malaysia biasa mengadakan upacara selamatan untuk mendoakan orang yang baru saja meninggal. Ini biasa dilakukan pada hari pertama kematian sampai hari ketujuh, lalu ada pula yang melakukannya sampai hari ke-40.
Lalu, apakah sampai doa dan amal seperti membaca Yasin, tahlil, dan haul sampai kepada orang yang telah meninggal? "Sampai!" jawab Habib Idrus bin Alwi, dalam videonya di Instagram dalam akun Majelis Ilmu Rasulullah , pekan lalu.
Dia mengibaratkan pesan dan panggilan yang ditujukan melalui ponsel yang mati. Pesan dan panggilan itu akan sampai begitu ponsel dihidupkan.
Begitu juga dengan mayat. Kiriman doa, tahlil , Yasin dan haul akan sampai ketika Allah membangkitkan kembali di Mahsyar kelak. "Amalnya tiba-tiba menjadi banyak dan masuk surga karena kiriman doa tersebut," ujarnya.
Akun Majelis Ilmu Rasulullah memberi penjelasan dalam bentuk teks sebagai berikut:
Dalam Islam, amalan ini dikenal sebagai bentuk sedekah doa, yaitu memohon kepada Allah agar memberikan rahmat kepada mereka yang telah mendahului kita.
Rasulullah SAW bersabda: "Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya."
(HR. Muslim, no. 1631)
Hadis ini menunjukkan bahwa doa anak yang saleh termasuk amalan yang sampai kepada orang tua yang telah meninggal.
Sebagai tambahan, ulama sepakat bahwa pahala dari doa, sedekah, dan amal baik seperti membaca Al-Qur'an dapat dimohonkan kepada Allah untuk disampaikan kepada orang yang telah wafat.
Imam Nawawi dalam Syarh Muslim menyebutkan bahwa doa dan permohonan ampunan bagi orang yang telah meninggal adalah amal yang dianjurkan dan sangat bermanfaat bagi mereka.
Dalam membaca Yasin atau tahlil, tujuannya adalah memohon keberkahan dari Allah, agar pahala dari bacaan tersebut menjadi rahmat bagi yang telah wafat. Rasulullah SAW juga bersabda:
"Bacakanlah Yasin untuk orang-orang yang mati di antara kalian." (HR Abu Dawud, no. 3121)
Pendapat 4 Mazhab
Sementara itu, ulama 4 mazhab berbeda pendapat perihal masalah tersebut.
Pertama, ulama Mazhab Hanafi menegaskan bahwa mengirim pahala bacaan al-Quran, termasuk al Fatihah, kepada mayit hukum dibolehkan. Pahalanya sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit.
Imam Ibnu Abil Izz, ulama Hanafiyah, dalam kitab "Syarh Aqidah Thahawiyah" berpendapat sesungguhnya pahala adalah hak orang yang beramal. Ketika dia hibahkan pahala itu kepada saudaranya sesama muslim, tidak jadi masalah. Sebagaimana dia boleh menghibahkan hartanya kepada orang lain ketika masih hidup. Atau membebaskan tanggungan temannya muslim, yang telah meninggal.
Syariat telah menjelaskan pahala puasa bisa sampai kepada mayit, yang itu mengisyaratkan sampainya pahala bacaan al-Quran, atau ibadah badaniyah lainnya.
Kedua, mazhab Malikiyah . Imam Malik menegaskan bahwa menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama Malikiyah membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit.
Al-Qarrafi dalam kitab "Minah al-Jalil" membagi ibadah menjadi tiga:
1. Ibadah yang pahala dan manfaatnya dibatasi oleh Allah, hanya berlaku untuk pemiliknya. Dan Allah tidak menjadikannya bisa dipindahkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Seperti iman, atau tauhid.
2. Ibadah yang disepakati ulama, pahalanya bisa dipindahkan dan dihadiahkan kepada orang lain, seperti ibadah maliyah.
3.Ibadah yang diperselisihkan ulama, apakah pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayit ataukan tidak? Seperti bacaan al-Quran. Imam Malik dan Imam Syafii melarangnya.
Selanjutnya al-Qarrafi menyebutkan dirinya lebih menguatkan pendapat yang membolehkan. Beliau menyatakan: Selayaknya orang tidak meninggalkannya. Bisa jadi yang benar, pahala itu sampai. Karena ini masalah gaib.
Ada juga ulama Malikiyah yang berpendapat bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Hanya saja, ketika yang hidup membaca al-Quran di dekat mayit atau di kuburan, maka mayit mendapatkan pahala mendengarkan bacaan al-Quran.
Namun pendapat ini ditolak al-Qarrafi karena mayit tidak bisa lagi beramal. Karena kesempatan beramal telah putus (Inqitha’ at-Taklif).
Ketiga, pendapat Mazhab Syafiiyah . Pendapat yang masyhur dari Imam as-Syafii bahwa beliau melarang menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit dan itu tidak sampai.
Salah satu ulama Syafiiyah yang sangat tegas menyatakan bahwa itu tidak sampai adalah al-Hafidz Ibnu Katsir , penulis kitab tafsir.
Ketika menafsirkan firman Allah di surat an-Najm,
“Bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” ( QS an-Najm : 39).
Menurut Ibnu Katsir, dari ayat ini, Imam as-Syafii – rahimahullah – dan ulama yang mengikuti beliau menyimpulkan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka.
Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa dalil dan alasan yang mendukung pendapatnya.
Keempat, Pendapat Hambali. Dalam mazhab Hambali, ada dua pendapat. Sebagian ulama Hambali membolehkan dan sebagian melarang, sebagaimana yang terjadi pada mazhab Malikiyah. Ada 3 pendapat ulama mazhab Hambali dalam hal ini:
1. Boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit dan itu bisa bermanfaat bagi mayit. Ini pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad.
2. Tidak boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit, meskipun jika ada orang yang mengirim pahala, itu bisa sampai dan bermanfaat bagi mayit. Al-Buhuti menyebut, ini pendapat mayoritas Hambali.
3. Pahala tetap menjadi milik pembaca (yang hidup), hanya saja, rahmat bisa sampai ke mayit.
Al-Buhuti dalam kitab "Kasyaf al-Qana’" mengatakan, mayoritas Hambali mengatakan, pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit, dan itu milik orang yang beramal.
Sementara Ibnu Qudamah dalam kitab "as-Syarhul Kabir" mengatakan, ibadah apapun yang dikerjakan dan pahalanya dihadiahkan untuk mayit yang muslim, maka dia bisa mendapatkan manfaatnya.
Ibnu Qudamah juga menyebutkan pendapat ketiga dalam mazhab Hambali, bahwa ada sebagian ulama Hambali mengatakan, jika seseorang membaca al-Quran di dekat mayit, atau menghadiahkan pahala untuknya, maka pahala tetap menjadi milik yang membaca, sementara posisi mayit seperti orang yang hadir di tempat bacaan al-Quran, sehingga diharapkan dia mendapat rahmat.
Lalu, apakah sampai doa dan amal seperti membaca Yasin, tahlil, dan haul sampai kepada orang yang telah meninggal? "Sampai!" jawab Habib Idrus bin Alwi, dalam videonya di Instagram dalam akun Majelis Ilmu Rasulullah , pekan lalu.
Dia mengibaratkan pesan dan panggilan yang ditujukan melalui ponsel yang mati. Pesan dan panggilan itu akan sampai begitu ponsel dihidupkan.
Begitu juga dengan mayat. Kiriman doa, tahlil , Yasin dan haul akan sampai ketika Allah membangkitkan kembali di Mahsyar kelak. "Amalnya tiba-tiba menjadi banyak dan masuk surga karena kiriman doa tersebut," ujarnya.
Baca Juga
Akun Majelis Ilmu Rasulullah memberi penjelasan dalam bentuk teks sebagai berikut:
Dalam Islam, amalan ini dikenal sebagai bentuk sedekah doa, yaitu memohon kepada Allah agar memberikan rahmat kepada mereka yang telah mendahului kita.
Rasulullah SAW bersabda: "Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya."
(HR. Muslim, no. 1631)
Hadis ini menunjukkan bahwa doa anak yang saleh termasuk amalan yang sampai kepada orang tua yang telah meninggal.
Sebagai tambahan, ulama sepakat bahwa pahala dari doa, sedekah, dan amal baik seperti membaca Al-Qur'an dapat dimohonkan kepada Allah untuk disampaikan kepada orang yang telah wafat.
Imam Nawawi dalam Syarh Muslim menyebutkan bahwa doa dan permohonan ampunan bagi orang yang telah meninggal adalah amal yang dianjurkan dan sangat bermanfaat bagi mereka.
Dalam membaca Yasin atau tahlil, tujuannya adalah memohon keberkahan dari Allah, agar pahala dari bacaan tersebut menjadi rahmat bagi yang telah wafat. Rasulullah SAW juga bersabda:
"Bacakanlah Yasin untuk orang-orang yang mati di antara kalian." (HR Abu Dawud, no. 3121)
Pendapat 4 Mazhab
Sementara itu, ulama 4 mazhab berbeda pendapat perihal masalah tersebut.
Pertama, ulama Mazhab Hanafi menegaskan bahwa mengirim pahala bacaan al-Quran, termasuk al Fatihah, kepada mayit hukum dibolehkan. Pahalanya sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit.
Imam Ibnu Abil Izz, ulama Hanafiyah, dalam kitab "Syarh Aqidah Thahawiyah" berpendapat sesungguhnya pahala adalah hak orang yang beramal. Ketika dia hibahkan pahala itu kepada saudaranya sesama muslim, tidak jadi masalah. Sebagaimana dia boleh menghibahkan hartanya kepada orang lain ketika masih hidup. Atau membebaskan tanggungan temannya muslim, yang telah meninggal.
Syariat telah menjelaskan pahala puasa bisa sampai kepada mayit, yang itu mengisyaratkan sampainya pahala bacaan al-Quran, atau ibadah badaniyah lainnya.
Kedua, mazhab Malikiyah . Imam Malik menegaskan bahwa menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama Malikiyah membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit.
Al-Qarrafi dalam kitab "Minah al-Jalil" membagi ibadah menjadi tiga:
1. Ibadah yang pahala dan manfaatnya dibatasi oleh Allah, hanya berlaku untuk pemiliknya. Dan Allah tidak menjadikannya bisa dipindahkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Seperti iman, atau tauhid.
2. Ibadah yang disepakati ulama, pahalanya bisa dipindahkan dan dihadiahkan kepada orang lain, seperti ibadah maliyah.
3.Ibadah yang diperselisihkan ulama, apakah pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayit ataukan tidak? Seperti bacaan al-Quran. Imam Malik dan Imam Syafii melarangnya.
Selanjutnya al-Qarrafi menyebutkan dirinya lebih menguatkan pendapat yang membolehkan. Beliau menyatakan: Selayaknya orang tidak meninggalkannya. Bisa jadi yang benar, pahala itu sampai. Karena ini masalah gaib.
Ada juga ulama Malikiyah yang berpendapat bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Hanya saja, ketika yang hidup membaca al-Quran di dekat mayit atau di kuburan, maka mayit mendapatkan pahala mendengarkan bacaan al-Quran.
Namun pendapat ini ditolak al-Qarrafi karena mayit tidak bisa lagi beramal. Karena kesempatan beramal telah putus (Inqitha’ at-Taklif).
Ketiga, pendapat Mazhab Syafiiyah . Pendapat yang masyhur dari Imam as-Syafii bahwa beliau melarang menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit dan itu tidak sampai.
Salah satu ulama Syafiiyah yang sangat tegas menyatakan bahwa itu tidak sampai adalah al-Hafidz Ibnu Katsir , penulis kitab tafsir.
Baca Juga
Ketika menafsirkan firman Allah di surat an-Najm,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” ( QS an-Najm : 39).
Menurut Ibnu Katsir, dari ayat ini, Imam as-Syafii – rahimahullah – dan ulama yang mengikuti beliau menyimpulkan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka.
Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa dalil dan alasan yang mendukung pendapatnya.
Keempat, Pendapat Hambali. Dalam mazhab Hambali, ada dua pendapat. Sebagian ulama Hambali membolehkan dan sebagian melarang, sebagaimana yang terjadi pada mazhab Malikiyah. Ada 3 pendapat ulama mazhab Hambali dalam hal ini:
1. Boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit dan itu bisa bermanfaat bagi mayit. Ini pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad.
Baca Juga
2. Tidak boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit, meskipun jika ada orang yang mengirim pahala, itu bisa sampai dan bermanfaat bagi mayit. Al-Buhuti menyebut, ini pendapat mayoritas Hambali.
3. Pahala tetap menjadi milik pembaca (yang hidup), hanya saja, rahmat bisa sampai ke mayit.
Al-Buhuti dalam kitab "Kasyaf al-Qana’" mengatakan, mayoritas Hambali mengatakan, pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit, dan itu milik orang yang beramal.
Sementara Ibnu Qudamah dalam kitab "as-Syarhul Kabir" mengatakan, ibadah apapun yang dikerjakan dan pahalanya dihadiahkan untuk mayit yang muslim, maka dia bisa mendapatkan manfaatnya.
Ibnu Qudamah juga menyebutkan pendapat ketiga dalam mazhab Hambali, bahwa ada sebagian ulama Hambali mengatakan, jika seseorang membaca al-Quran di dekat mayit, atau menghadiahkan pahala untuknya, maka pahala tetap menjadi milik yang membaca, sementara posisi mayit seperti orang yang hadir di tempat bacaan al-Quran, sehingga diharapkan dia mendapat rahmat.
(mhy)
Lihat Juga :