Perbudakan: Islam Gunakan Metode Evolusi Bukan Revolusi

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 05:00 WIB
Bahkan Hanif menegaskan jika ayat-ayat itu dirangkai dalam satu kesatuan yang utuh, maka akan tampak bahwa Islam sangat menghendaki hapusnya perbudakan, baik dalam arti sempit atau harfiah maupun dalam arti luas atau kontekstual. ( )

"Jika kita lihat lagi kapan dan di mana Islam muncul pertama, kita patutnya bangga bahwa Islam sudah memulai menyadarkan manusia bahwa derajat manusia itu sama," katanya.

Karena pada hakikatnya asal dari manusia itu adalah merdeka dan hal ini ditegaskan Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 30 yang artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'."

Dalam ayat lain, tepatnya surat Al Israa ayat 70 manusia telah mendapatkan kemuliaan di antara para makhluk yang telah Allah ciptakan bertebaran di muka bumi.

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." ( )

Pahala

Pada awal-awal kemunculan Islam di tengah peradaban Mesir Kuno, Babilonia, Hittit, Yunani Kuno, Kanaan, Israel, Persia, Kushit, dan lain-lain, Islam telah berlaku ramah dan membela budak dengan memberikan pahala jika budak taat kepada tuannya.

"Seorang budak yang ikhlas dalam melaksanakan tugasnya sebagai budak dan berbakti kepada tuannya maka ia mendapat pahala yang besar, dua kali lipat," katanya.

Hal ini seperti hadis Rasulullah dari Abu Musa Al Asy’ari RA bahwa Nabi Muhammad bersabda: "Tiga kelompok yang akan diberikan pahala mereka dua kali pertama laki-laki ahli kitab yang beriman kepada Nabinya lalu berjumpa dengan Nabi SAW, kemudian dia beriman kepada beliau, mengikutinya dan membenarkannya, maka dia memperoleh dua pahala. ( )

Kedua seorang budak yang melaksanakan hak Allah dan hak tuannya, maka dia memperoleh dua pahala. Dan ketiga seorang laki-laki yang mempunyai budak wanita, lalu ia memberi makanan, pendidikan, dan pelajaran yang baik, kemudian ia membebaskan dan menikahinya, maka ia memperoleh dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Konsistensi Islam membela budak dapat dilihat dari larangan Islam memanggil budak, dengan panggilan buruk dan harus memanggil budak dengan panggilan yang baik. Islam melarang bersikap buruk terhadap budak, menghinakan dan melecehkannya sebagai budak.

Nabi Muhammad SAW bersabda. "Janganlah salah seorang di antara kalian mengatakan: Hai hamba laki-lakiku, hai hamba perempuanku, akan tetapi katakanlah : Hai pemudaku (laki-laki), hai pemudiku (perempuan).” (HR Bukhari dan Muslim).

Bahkan Rasulullah menjadikan budaknya, Zaid bin Haritsah sebagai anak angkatnya. Kejadian itu sebelum anak angkat sampai nasabnya berganti kepada bapak angkatnya dilarang dalam Islam. ( )

Dari Ibnu Umar RA, dia berkata: "Zaid bin Haritsah maula Rasulullah SAW, (Ibnu Umar berkata), “Dulu kami tidak memanggil Zaid kecuali dengan panggilan Zaid bin Muhammad, sehingga turunlah ayat panggillah anak-anak angkatmu dengan menasabkan kepada nama bapak-bapak mereka karena itulah yang lebih adil di sisi Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Islam juga memerintahkan memberi makanan kepada budak sebagaimana tuannya makan. Hanif berpendapat kegiatan makan tentu hal yang biasa, memberi makan budak juga hal yang biasa. Akan tetapi yang tak biasa adalah memberi makan budak sebagaimana tuannya makan.

Rasulullah SAW bersabda. “Budak memiliki hak makan/lauk dan makanan pokok, dan tidak boleh dibebani pekerjaan di luar kemampuannya.” (HR Muslim, Ahmad dan Al Baihaqi).

Nabi menganjurkan orang yang mempunyai budak untuk memberinya makan sebagaimana sang tuan makan, memberi pakaian sebagaimana sang tuan berpakaian. Maka ini termasuk prinsip persamaan di mana tak dibedakan antara makan dan pakaiannya budak dengan tuannya. ( )

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, "Mereka (para budak) adalah saudara dan pembantu kalian yang Allah jadikan di bawah kekuasaan kalian, maka barang siapa yang memiliki saudara yang ada di bawah kekuasaannya, hendaklah dia memberikan kepada saudaranya makanan seperti yang ia makan, pakaian seperti yang ia pakai. Dan janganlah kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang memberatkan mereka. Jika kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang berat, hendaklah kamu membantu mereka.” (HR Bukhari).
(mhy)
Halaman :
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Siapa yang meninggal, sedangkan ia masih memiliki hutang puasa, maka yang membayarnya adalah walinya.

(HR. Muslim No. 1935)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More