Kisah Tragis Utsman bin Affan (2): Ketika Rasulullah Bicara dengan Gunung Uhud dan Hira
Rabu, 18 November 2020 - 13:11 WIB
Bahkan beliau membaiat Abu Bakar ash-Shidiq kemudian Umar Radhiyallahu ‘anhu bersama kaum muslimin, karena beliau tahu akan keutamaan keduanya di atas beliau dan keduanya lebih berhak untuk menjadi khalifah sebelum beliau dan masih belum waktunya bagi beliau (untuk menjadi khalifah).
Beliau melewati hari-hari kekhalifahan keduanya dalam keadaan baik-baik saja, hingga terbunuhnya khalifah kedua Umar bin Khattab oleh seorang Majusi yang hasad/dengki.
Beliau memegang kekhalifahan (setelah itu) dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh keimanan. Apabila berdiri di samping kuburan, beliau menangis hingga membasahi jenggot beliau. Dikatakan kepada beliau: engkau mengingat surga tapi engkau tidak menangis! Apakah engkau menangis karena ini?
Beliau menjawab: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:”Kuburan adalah awal kampung akhirat, jika (seorang) selamat darinya, maka setelahnya akan lebih mudah, dan jika tidak selamat darinya maka setelahnya akan lebih susah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani).
Dan beliau memperpanjang sholat tahajudnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqaat 3/75-76)
Barangkali beliau telah memperkirakan dekatnya kabar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut, sehingga beliaupun sangat lemah lembut dalam mengatur rakyatnya dan sangat toleransi dalam bermuamalah dengan mereka, dalam rangka menjauhi fitnah dan meminimalkan hal tersebut jika telah terjadi, karena fitnah tersebut pasti terjadi, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkannya.
Beliau berjalan di atas hal demikian sepanjang kekhalifahan beliau. Meskipun demikian, apa yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam benar adanya dan terjadi fitnah yang ditunggu tersebut.
Meskipun bisa dipahami bahwa hadis-hadis ini(menunjukkan) bahwa beliau akan menjadi khalifah pada suatu hari nanti. Yang tampak, bahwa di sana ada wasiat-wasiat dan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan fitnah ini yang hanya diketahui oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu saja. Yang demikian itu, dalam rangka penjagaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap rahasia ini. (Bersambung)
Beliau melewati hari-hari kekhalifahan keduanya dalam keadaan baik-baik saja, hingga terbunuhnya khalifah kedua Umar bin Khattab oleh seorang Majusi yang hasad/dengki.
Beliau memegang kekhalifahan (setelah itu) dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh keimanan. Apabila berdiri di samping kuburan, beliau menangis hingga membasahi jenggot beliau. Dikatakan kepada beliau: engkau mengingat surga tapi engkau tidak menangis! Apakah engkau menangis karena ini?
Beliau menjawab: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:”Kuburan adalah awal kampung akhirat, jika (seorang) selamat darinya, maka setelahnya akan lebih mudah, dan jika tidak selamat darinya maka setelahnya akan lebih susah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani).
Dan beliau memperpanjang sholat tahajudnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqaat 3/75-76)
Barangkali beliau telah memperkirakan dekatnya kabar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut, sehingga beliaupun sangat lemah lembut dalam mengatur rakyatnya dan sangat toleransi dalam bermuamalah dengan mereka, dalam rangka menjauhi fitnah dan meminimalkan hal tersebut jika telah terjadi, karena fitnah tersebut pasti terjadi, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkannya.
Beliau berjalan di atas hal demikian sepanjang kekhalifahan beliau. Meskipun demikian, apa yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam benar adanya dan terjadi fitnah yang ditunggu tersebut.
Meskipun bisa dipahami bahwa hadis-hadis ini(menunjukkan) bahwa beliau akan menjadi khalifah pada suatu hari nanti. Yang tampak, bahwa di sana ada wasiat-wasiat dan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan fitnah ini yang hanya diketahui oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu saja. Yang demikian itu, dalam rangka penjagaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap rahasia ini. (Bersambung)
(mhy)