Mengubah Takut dan Bimbang Dengan Tawakkal Kepada Allah

Minggu, 17 Mei 2020 - 03:35 WIB
Umat Rasulullah telah mendapat karunia khas berupa mujizat yang tidak saja diajarkan oleh beliau, bahkan telah dipusakakan beliau kepada umat yang sangat dicintai beliau ini. Ilustrasi/SINDOnews
Muhammad Iqbal, pujangga Islam terkemuka dalam abad ini telah menyatakan syirik setiap luapan takut dan bimbang dalam salah satu sajaknya yang berjudul: "Laa Takhaf Wa Laa Tahzan".

Wahai kau yang dibelenggu rantai takut dan gelisah

Pelajarilah mutu kata Nabawi: "Laa Tahzan"

Jangan takut tak berketentuan

Jika adalah padamu Tuhan Yang Maha Kuasa



Lemparkanlah jauh-jauh segala takut dan bimbang

Lemparkan cita untung dan rugi

Kuatkan iman sekuat tenaga

Dan kesankanlah berkali-kali dalam jiwamu: "La Khaufun 'Alaihim"

Tiada resah dan gentar pada mereka bagi zaman 'kan datang

Bila Musa pergi kepada Fir'aun

Hatinya membaja oleh mutu kata:

"Laa Takhaf, janganlah takut dan bimbang"

Siapa yang telah mempunyai semangat al-Musthafa

Melihat syirik dalam setiap denyut dan luapan takut bimbang.

Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim (wafat 2008) dalam buku Kuliah Tauhid mengomentari sajak ini: "Cara mengatasi rasa takut ialah dengan tawakkal 'ala Allah , artinya mewakilkan perkara yang kita takuti itu kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan pemecahan masalah tersebut. Di samping itu kita mempersiapkan diri seperlunya untuk mengatasi kemungkinan akibat buruk dari perkara tersebut bila terjadi". ( )

Andai kata perkara itu terjadi benar-benar, maka kita tidak akan terkejut lagi, sehingga dapat lebih tenang mengatasinya. Betapapun jelek akibat terjadinya perkara tersebut atas diri kita, maka dengan bertawakkal 'ala Allah itu kita akan siap menerimanya sebagai kehendak Allah, Yang sedang menguji kita. Maka jika kita berhasil keluar dari peristiwa itu biasanya kita akan punya iman yang lebih menebal. Itulah yang dialami para nabi dan rasul dalam meningkatkan iman dan tauhid mereka.

Takut dan Bimbang

Menurut Imaduddin, takut dan bimbang adalah penyakit yang sering bercokol dalam hati manusia. Penyakit ini pun biasanya timbul akibat rasa ketidak-pastian. Kedua penyakit ini tumbuh akibat kurang yakinnya seseorang akan kemutlakan kekuasaan Allah SWT.

Kurang yakinnya seseorang akan kemutlakan Allah ini menyebabkan ia kurang pasrah dalam mewakilkan nasibnya kepada Allah. Di dalam bahasa al-Qur'an dikatakan orang ini tidak tawakkal. ( )

Tawakkal 'ala Allah artinya mewakilkan nasib diri kepada Allah semata. Kelemahan diri manusia akibat dari proses kejadiannya itu telah menyebabkan manusia senantiasa merasa tergantung kepada sesuatu yang lain. Jika ia yakin akan kekuasaan mutlak Allah SWT, maka ia akan puas dengan ketergantungannya kepada Allah saja. Jika ia kurang yakin akan kemutlakan kekuasaan Allah SWT, maka kebimbangan segera timbul. Kebimbangan ini kemudian akan berkembang menjadi rasa takut.

Rasa takut itu biasanya timbul terhadap perkara yang akan datang yang belum tentu akan terjadi. Misalkanlah perkiraan yang wajar menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya perkara itu dan akan berakibat jelek terhadap kita 50%. Biasanya dengan pengandaian yang dilebih-lebihkan dibayangkan seolah-olah kemungkinannya jauh lebih besar dari 50%, maka kita pun ketakutan.

Padahal, jika kita sadar, bahwa kita boleh saja mengandaikan sebaliknya, yaitu lebih kecil dari 50% bukankah kita tak perlu takut. Dalam keadaan tidak takut kita dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk mengatasi akibat yang akan mungkin terjadi itu. Biasanya di bawah tekanan rasa takut orang sudah tidak dapat lagi berpikir wajar, bahkan bagi setengah orang bisa menjadi panik dan berhenti berpikir sama sekali.

( )

Namun di atas semua itu, keyakinan akan seluruh sifat-sifat (attribute) Allah yang mutlak pasti akan menentukan dan memelihara kemantapan hati seseorang. Bukankah Allah SWT telah menjamin, bahwa "tidak akan mengenai suatu kejadian akan kita, kecuali jika memang telah ditetapkan Allah bagi kita." Dalam firman-Nya:
Halaman :
Follow
cover top ayah
وَلَيۡسَتِ التَّوۡبَةُ لِلَّذِيۡنَ يَعۡمَلُوۡنَ السَّيِّاٰتِ‌ ۚ حَتّٰۤى اِذَا حَضَرَ اَحَدَهُمُ الۡمَوۡتُ قَالَ اِنِّىۡ تُبۡتُ الۡـــٰٔنَ وَلَا الَّذِيۡنَ يَمُوۡتُوۡنَ وَهُمۡ كُفَّارٌ ‌ؕ اُولٰٓٮِٕكَ اَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابًا اَ لِيۡمًا
Dan tobat itu tidaklah diterima Allah dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah dia mengatakan, Saya benar-benar bertobat sekarang. Dan tidak pula diterima tobat dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan azab yang pedih.

(QS. An-Nisa Ayat 18)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More