Beberapa Kali Umar Berselisih Pendapat dengan Rasulullah
Selasa, 09 Juni 2020 - 17:12 WIB
Baca Juga: Biografi Umar Bin Khattab, Khalifah Kedua yang Menaklukkan Romawi dan Persia
Di tengah- tengah pertempuran itu Umar pun sempat membunuh saudara ibunya, al-As bin Hisyam. Disebutkan bahwa ketika itu Umar bertemu dengan Sa'id, anak al-As, maka katanya: "Saya lihat Anda seperti menyimpan sesuatu dalam hati Anda. Saya lihat Anda mengira saya sudah membunuh ayah Anda. Kalaupun saya bunuh dia, tidak perlu saya meminta maaf kepada Anda, sebab yang saya bunuh paman saya, saudara ibu saya al-As bin Hisyam bin al-Mugirah. Tentang bapak Anda, ketika saya melewatinya ia sedang mencari-cari sesuatu seperti lembu mencari tanduknya, saya menghindar dari dia. Lalu ia mendatangi Ulayya, sepupunya, maka dibunuhnyalah dia."
Menurut Haekal, kata-kata yang diucapkan Umar ini merupakan yang pertama kali dikutip tentang dia dalam perang ini, perang yang telah membentuk sejarah Islam dan sejarah dunia ke dalam bentuk baru. Perang ini melukiskan pengaruh yang ditanamkan Islam ke dalam diri Umar dengan sangat jelas sekali.
Demi agama ini orang harus menganggap segalanya itu tak ada artinya, ia tak boleh ragu ketika terjadi jika ia harus berhadapan dengan saudara atau dengan kerabat dekat. Ia mempersembahkan hidupnya untuk Allah dan di jalan Allah. Dengan pertimbangan apa pun ia tak boleh ragu dalam membela agama Allah. (Baca juga: Perang Badar (1): Menguji Kesetiaan Kaum Anshar )
Muslimin menawan tujuh puluh orang Quraisy, kebanyakan pemimpin-pemimpin dan orang-orang berpengaruh di kalangan mereka. Umar bin Khattab termasuk orang yang paling keras ingin membunuh para tawanan itu. Tetapi para tawanan itu masih ingin hidup dengan jalan penebusan.
Mereka mengutus orang kepada Abu Bakar agar membicarakan dengan Rasulullah untuk bermurah hati kepada mereka dan mereka bersedia membayar tebusan. Abu Bakar berjanji akan berusaha. Tetapi karena mereka khawatir Umar akan mempersulit keadaan, mereka juga mengutus orang kepada Umar dengan pesan seperti kepada Abu Bakar. Tetapi Umar menatap mereka penuh curiga. (Baca Juga: Kisah Umar bin Khattab, Khalifah Kedua yang Ditakuti Setan
Abu Bakar datang menemui Rasulullah dengan permintaan agar bermurah hati kepada para tawanan perang itu atau menerima tebusan dari mereka, yang berarti dengan demikian akan memperkuat Muslimin. Tetapi Umar tetap keras dan tegas. "Rasulullah," katanya. "Mereka musuh-musuh Allah. Dulu mereka mendustakan, memerangi dan mengusir Rasulullah. Penggal sajalah leher mereka. Mereka inilah biang orang-orang kafir, pemuka-pemuka orang sesat. Allah sudah menghina kaum musyrik itu dengan Islam."
Dalam hal ini Rasulullah bermusyawarah dengan Muslimin dan berakhir dengan menerima tebusan dan Nabi membebaskan mereka.
Tetapi tak lama sesudah itu datang wahyu dengan firman Allah ini:
"Tidak sepatutnya seorang nabi akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki harta benda dunia; Allah menghendaki akhirat. Allah Mahakuasa, Mahabijaksana." (Qur'an, 8:67).
Begitulah Umar, memberikan pendapatnya sekitar peristiwa Badar, seolah sudah melihat peristiwa itu sebelum terjadi. Dengan demikian, Nabi dan kaum Muslimin sangat menghargai pendapatnya, kedudukannya makin tinggi di samping Nabi dan di kalangan kaum Muslimin umumnya.
Pada suatu ketika, Mikraz bin Hafs hendak menebus Suhail bin Amr. Suhail ini seorang orator ulung. Melihat Mikraz melakukan tebusan, cepat-cepat Umar menemui Rasulullah seraya katanya: Izinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail bin Amr ini supaya lidahnya menjulur ke luar dan tidak lagi berpidato mencerca Anda di mana-mana. Tetapi Rasulullah menjawab: "Saya tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan saya demikian, sekalipun saya seorang nabi." ( )
Menurut Haekal, ucapan Umar itu teras terang menunjukkan kegigihannya mengenai pendapatnya untuk tidak membiarkan para tawanan yang berkemampuan kembali mengadakan perlawanan kepada kaum Muslimin. la sangat menekankan pendapatnya itu kendati masyarakat Muslimin sudah memutuskan menerima tebusan.
Wahyu turun memperkuat pendapat Umar mengenai para tawanan perang. Ini juga yang membuat Umar makin dekat di hati Nabi. Ia telah menjadi pendampingnya seperti juga Abu Bakar.
Perang Uhud
Hafsah putri Umar istri Khunais bin Huzafah, adalah salah seorang yang mula-mula dalam Islam. Tetapi Hafsah ditinggalkan wafat oleh Khunais beberapa bulan sebelum Perang Badar. Kemudian Rasulullah menikah dengan Hafsah, seperti dengan Aisyah putri Abu Bakar sebelum itu. Pertalian semenda ini makin mempererat hubungan Nabi dengan Umar, sehingga dengan demikian lebih memudahkan Umar sering datang menemui Nabi, seperti juga Abu Bakar.
Tahun berikutnya cepat-cepat Quraisy mengadakan persiapan untuk melakukan balas dendam terhadap kekalahannya di Badar. Para sahabat menyarankan kepada Rasulullah untuk keluar menyongsong musuh di Uhud, di luar kota Madinah.
Rasulullah masuk ke rumahnya, disusul oleh Abu Bakar dan Umar, yang kemudian mengenakan ikat kepala dan baju besinya. Dengan menyandang pedang beliau berangkat bersama sahabat-sahabatnya hendak menghadapi musuh. Sampai menjelang tengah hari pasukan Muslimin di pihak yang menang. Tetapi kemudian keadaan berbalik menimpa mereka tatkala pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah. Mereka turun dari markas mereka di atas bukit, ikut yang lain memperebutkan rampasan perang.
Di tengah- tengah pertempuran itu Umar pun sempat membunuh saudara ibunya, al-As bin Hisyam. Disebutkan bahwa ketika itu Umar bertemu dengan Sa'id, anak al-As, maka katanya: "Saya lihat Anda seperti menyimpan sesuatu dalam hati Anda. Saya lihat Anda mengira saya sudah membunuh ayah Anda. Kalaupun saya bunuh dia, tidak perlu saya meminta maaf kepada Anda, sebab yang saya bunuh paman saya, saudara ibu saya al-As bin Hisyam bin al-Mugirah. Tentang bapak Anda, ketika saya melewatinya ia sedang mencari-cari sesuatu seperti lembu mencari tanduknya, saya menghindar dari dia. Lalu ia mendatangi Ulayya, sepupunya, maka dibunuhnyalah dia."
Menurut Haekal, kata-kata yang diucapkan Umar ini merupakan yang pertama kali dikutip tentang dia dalam perang ini, perang yang telah membentuk sejarah Islam dan sejarah dunia ke dalam bentuk baru. Perang ini melukiskan pengaruh yang ditanamkan Islam ke dalam diri Umar dengan sangat jelas sekali.
Demi agama ini orang harus menganggap segalanya itu tak ada artinya, ia tak boleh ragu ketika terjadi jika ia harus berhadapan dengan saudara atau dengan kerabat dekat. Ia mempersembahkan hidupnya untuk Allah dan di jalan Allah. Dengan pertimbangan apa pun ia tak boleh ragu dalam membela agama Allah. (Baca juga: Perang Badar (1): Menguji Kesetiaan Kaum Anshar )
Muslimin menawan tujuh puluh orang Quraisy, kebanyakan pemimpin-pemimpin dan orang-orang berpengaruh di kalangan mereka. Umar bin Khattab termasuk orang yang paling keras ingin membunuh para tawanan itu. Tetapi para tawanan itu masih ingin hidup dengan jalan penebusan.
Mereka mengutus orang kepada Abu Bakar agar membicarakan dengan Rasulullah untuk bermurah hati kepada mereka dan mereka bersedia membayar tebusan. Abu Bakar berjanji akan berusaha. Tetapi karena mereka khawatir Umar akan mempersulit keadaan, mereka juga mengutus orang kepada Umar dengan pesan seperti kepada Abu Bakar. Tetapi Umar menatap mereka penuh curiga. (Baca Juga: Kisah Umar bin Khattab, Khalifah Kedua yang Ditakuti Setan
Abu Bakar datang menemui Rasulullah dengan permintaan agar bermurah hati kepada para tawanan perang itu atau menerima tebusan dari mereka, yang berarti dengan demikian akan memperkuat Muslimin. Tetapi Umar tetap keras dan tegas. "Rasulullah," katanya. "Mereka musuh-musuh Allah. Dulu mereka mendustakan, memerangi dan mengusir Rasulullah. Penggal sajalah leher mereka. Mereka inilah biang orang-orang kafir, pemuka-pemuka orang sesat. Allah sudah menghina kaum musyrik itu dengan Islam."
Dalam hal ini Rasulullah bermusyawarah dengan Muslimin dan berakhir dengan menerima tebusan dan Nabi membebaskan mereka.
Tetapi tak lama sesudah itu datang wahyu dengan firman Allah ini:
"Tidak sepatutnya seorang nabi akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki harta benda dunia; Allah menghendaki akhirat. Allah Mahakuasa, Mahabijaksana." (Qur'an, 8:67).
Begitulah Umar, memberikan pendapatnya sekitar peristiwa Badar, seolah sudah melihat peristiwa itu sebelum terjadi. Dengan demikian, Nabi dan kaum Muslimin sangat menghargai pendapatnya, kedudukannya makin tinggi di samping Nabi dan di kalangan kaum Muslimin umumnya.
Pada suatu ketika, Mikraz bin Hafs hendak menebus Suhail bin Amr. Suhail ini seorang orator ulung. Melihat Mikraz melakukan tebusan, cepat-cepat Umar menemui Rasulullah seraya katanya: Izinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail bin Amr ini supaya lidahnya menjulur ke luar dan tidak lagi berpidato mencerca Anda di mana-mana. Tetapi Rasulullah menjawab: "Saya tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan saya demikian, sekalipun saya seorang nabi." ( )
Menurut Haekal, ucapan Umar itu teras terang menunjukkan kegigihannya mengenai pendapatnya untuk tidak membiarkan para tawanan yang berkemampuan kembali mengadakan perlawanan kepada kaum Muslimin. la sangat menekankan pendapatnya itu kendati masyarakat Muslimin sudah memutuskan menerima tebusan.
Wahyu turun memperkuat pendapat Umar mengenai para tawanan perang. Ini juga yang membuat Umar makin dekat di hati Nabi. Ia telah menjadi pendampingnya seperti juga Abu Bakar.
Perang Uhud
Hafsah putri Umar istri Khunais bin Huzafah, adalah salah seorang yang mula-mula dalam Islam. Tetapi Hafsah ditinggalkan wafat oleh Khunais beberapa bulan sebelum Perang Badar. Kemudian Rasulullah menikah dengan Hafsah, seperti dengan Aisyah putri Abu Bakar sebelum itu. Pertalian semenda ini makin mempererat hubungan Nabi dengan Umar, sehingga dengan demikian lebih memudahkan Umar sering datang menemui Nabi, seperti juga Abu Bakar.
Tahun berikutnya cepat-cepat Quraisy mengadakan persiapan untuk melakukan balas dendam terhadap kekalahannya di Badar. Para sahabat menyarankan kepada Rasulullah untuk keluar menyongsong musuh di Uhud, di luar kota Madinah.
Rasulullah masuk ke rumahnya, disusul oleh Abu Bakar dan Umar, yang kemudian mengenakan ikat kepala dan baju besinya. Dengan menyandang pedang beliau berangkat bersama sahabat-sahabatnya hendak menghadapi musuh. Sampai menjelang tengah hari pasukan Muslimin di pihak yang menang. Tetapi kemudian keadaan berbalik menimpa mereka tatkala pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah. Mereka turun dari markas mereka di atas bukit, ikut yang lain memperebutkan rampasan perang.