Kisah Ibnu Arabi: Ketika Pamannya Bertaubat, Tinggalkan Takhta, dan Menjadi Pencari Kayu Bakar

Senin, 07 Maret 2022 - 16:22 WIB
Dia kemudian mengabdi pada sang syaikh. Tiga hari setelah itu, sang syaikh membawa tali dan berkata padanya, ‘Raja, tiga hari masa keramahan yang dianjurkan (oleh Nabi Muhammad bagi tiap tamu) telah berlalu. Sekarang pergi dan kumpulkan kayu untuk dijual.’

Maka raja itu pun mulai mencari kayu, memikulnya dan menjualnya di pasar. Rakyat yang menyaksikannya memikul tumpukan kayu segera terharu dan serentak menangis. Setelah menjual kayunya dan mengambil sebagian penghasilannya untuk dimakan, dia menyedekahkan semua sisanya.

Yahya melakukan semua itu di bekas kerajaannya sampai dia mati dikubur di sebelah sang Syaikh.

Syaikh Abu Abdullah sering menyatakan ke orang-orang yang meminta doanya, ‘Pergilah ke Yahya bin Yughan; dia adalah raja yang melepas kerajaannya demi Allah. Jika Allah mengujiku sepertinya, mungkin aku takkan sanggup meninggalkan kerajaanku!’



Selain dua pamannya yang mengalami pertobatan dramatis itu, Ibn Arabi juga mengisahkan pamannya yang menjalani ibadah secara bertahap, tekun dan tabah. Namanya adalah Abu Muslim al-Khawlani. Orang ini, kata Ibn Arabi, masuk dalam kategori al-‘ubbâd (para abid).

Berbeda dengan al-zuhhâd (ahli zuhud) dan al-rahmâniyyûn (orang yang mencerap Nafas Sang Maha Pengasih), para ‘abid lebih tekun melaksanakan seluruh kewajiban syariat sejak masa muda. Mereka senantiasa memikirkan kematian, alam kubur, hari kebangkitan, surga, neraka dan seluruh pahala dan siksa yang mengiri masing-masingnya.

“Pamanku dari garis ibu,” tulis Ibn Arabi, “adalah salah seorang dari mereka. Dia biasa menunaikan sholat semalam suntuk. Bila kakinya mulai lemah, dia akan memukulinya dengan cambuk yang dia simpan khusus untuk tujuan ini.

Lalu dia berkata ke kedua kakinya: ‘Kau pantas mendapat cambuk lebih banyak dari kudaku. Jika para sahabat Nabi Muhammad percaya bahwa mereka mau mengambil Nabi hanya untuk diri mereka sendiri, maka demi Allah kita akan desak mereka sampai mereka sadar bahwa ada orang-orang penuh tekad yang layak pula mendapat nama sebagai sahabat Nabi.

Ibn Arabi menyimak kisah-kisah di atas sebelum beranjak dewasa. Di masa itu, Ibn Arabi masih dalam periode yang dia gambarkan sendiri sebagai jâhiliyyah (masa kebodohan). Kegairahan ibadah belum merasuki jiwanya. Perubahan besar baru terjadi setelah tarikan Ilahi (jadhbah Ilâhiyyah) merenggut kesadarannya.

Di masa jâhiliyyah, perhatian Ibn Arabi terbelah antara hasrat duniawi dan cinta Ilahi. Inilah masa manakala dia menangkap sekelumit pemahaman ihwal al-Haqq (Sang Mutlak), tapi tidak benar-benar mengetahui-Nya. Meski jelas bukan ahli maksiat, tapi dia juga belum menceburkan diri sepenuhnya dalam disiplin rohani kala itu.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu, ia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Ajarkanlah aku suatu do'a yang bisa aku panjatkan saat shalat!. Maka Beliau pun berkata: Bacalah! ALLAHUMMA INNII ZHALAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN 'INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM (Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang)

(HR. Bukhari No. 790)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More