Subuh Belum Mandi Wajib Setelah Jima', Masih Sahkah Puasa?
Jum'at, 24 April 2020 - 15:05 WIB
Puasa menjadi batal ketika bersetubuh atau jima' walau dengan istri. Hukumnya tidak boleh. Bahkan harus membayar kifarat. ( Baca juga: Jima' Di Siang Hari Wajib Membayar Denda, Bagaimana dengan Onani? )
Hanya saja, “bagi orang yang wajib puasa di dalamnya”, karena seseorang yang sedang dalam perjalanan bersama isterinya dan keduanya berpuasa di perjalanan, kemudian dia men-jima’; isterinya di siang Ramadhan, maka mereka berdua tidak berdosa dan tidak wajib kifarat, tetapi mereka wajib meng-qadha’-nya di hari lain untuk mengganti puasa yang dia berjima di dalamnya.
Lalu bagaimana jika waktu subuh sudah datang, sementara belum mandi wajib?
Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc MAg dalam buku "Bekal Ramadhan dan Idul Fithri (4): Batalkah Puasa Saya?" memaparkan para ulama termasuk di dalamnya Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam As-Syafii dan Imam Ahmad meyakini bahwa siapa saja ketika masuk waktu subuh masih dalam keadaan junub termasuk bagi perempuan yang haidnya berhenti sejak malam namun belum mandi hingga subuh maka puasanya tetap sah.
Diyakini ini juga pendapatnya para sahabat Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, Zaid bin Tsabit, Abu Ad-Darda’, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Siti Aisyah RA. Dasarnya adalah perilaku Rasulullah SAW:
"Adalah Rasulullah SAW pernah masuk waktu subuh dalam keadaan junub karena jima‘ bukan karena mimpi, kemudian beliau mandi dan berpuasa." (HR. Muttafaq 'alaihi)
Hanya saja ada hadts yang mengatakan: "junub, maka puasanya tidak sah” (HR. Bukhari)
Akan tetapi ada dua kemungkinan dari hadis tersebut: (1) Hadits tersebut sudah dihapuskan keberlakukannya (mansukh), dan (2) Hadis tersebut untuk mereka yang sudah tahu bahwa fajar/subuh sudah tiba namun masih meneruskan aktivitas hubungan suami-istri.
Namun walau bagaimanapun sebaiknya ketika setelah sahur agar segera mandi, agar bisa mengerjakan salat subuh di awal waktu. ( Baca juga: Sejarah Disyariatkannya Puasa Ramadhan dan Perintah Jima' di Malam Hari )
Hanya saja, “bagi orang yang wajib puasa di dalamnya”, karena seseorang yang sedang dalam perjalanan bersama isterinya dan keduanya berpuasa di perjalanan, kemudian dia men-jima’; isterinya di siang Ramadhan, maka mereka berdua tidak berdosa dan tidak wajib kifarat, tetapi mereka wajib meng-qadha’-nya di hari lain untuk mengganti puasa yang dia berjima di dalamnya.
Lalu bagaimana jika waktu subuh sudah datang, sementara belum mandi wajib?
Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc MAg dalam buku "Bekal Ramadhan dan Idul Fithri (4): Batalkah Puasa Saya?" memaparkan para ulama termasuk di dalamnya Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam As-Syafii dan Imam Ahmad meyakini bahwa siapa saja ketika masuk waktu subuh masih dalam keadaan junub termasuk bagi perempuan yang haidnya berhenti sejak malam namun belum mandi hingga subuh maka puasanya tetap sah.
Diyakini ini juga pendapatnya para sahabat Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, Zaid bin Tsabit, Abu Ad-Darda’, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Siti Aisyah RA. Dasarnya adalah perilaku Rasulullah SAW:
"Adalah Rasulullah SAW pernah masuk waktu subuh dalam keadaan junub karena jima‘ bukan karena mimpi, kemudian beliau mandi dan berpuasa." (HR. Muttafaq 'alaihi)
Hanya saja ada hadts yang mengatakan: "junub, maka puasanya tidak sah” (HR. Bukhari)
Akan tetapi ada dua kemungkinan dari hadis tersebut: (1) Hadits tersebut sudah dihapuskan keberlakukannya (mansukh), dan (2) Hadis tersebut untuk mereka yang sudah tahu bahwa fajar/subuh sudah tiba namun masih meneruskan aktivitas hubungan suami-istri.
Namun walau bagaimanapun sebaiknya ketika setelah sahur agar segera mandi, agar bisa mengerjakan salat subuh di awal waktu. ( Baca juga: Sejarah Disyariatkannya Puasa Ramadhan dan Perintah Jima' di Malam Hari )
(mhy)