Tangis Pilu Ali bin Abu Thalib saat Sayyidah Fatimah Wafat di Bulan Ramadhan
Jum'at, 01 April 2022 - 18:09 WIB
Sayyidah Fatimah Az Zahra , putri Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam (SAW), menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 3 Ramadhan 11 Hijriah. "Tidakkah engkau ridha, menjadi penghulu wanita di surga?" tanya Rasulullah SAW kepada putrinya itu suatu ketika.
Wafatnya Sayyidah Fatimah adalah sebuah misteri. Pasalnya tidak ada riwayat yang pasti mengenai penyebab dari meninggalnya putri Rasulullah ini. Bahkan letak pusaranya juga tidak diketahui.
Sayyidah Fatimah ra wafat enam bulan setelah Rasulullah SAW. Beliau menyusul ibunda (Khadijah) dan ayahanda (Rasulullah).
Imam Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah mengatakan, Rasulullah mengabarkan pada Fatimah, bahwa ia adalah orang pertama dari keluarganya yang akan menyusulnya. Beliau berkata kepada Fatimah, "Tidakkah engkau ridha, menjadi penghulu wanita di surga?"
Beliau adalah putri bungsu Nabi. Tidak ada lagi anak Rasulullah yang masih hidup kecuali Sayyidah Fatimah. Karena itu, Allah besarkan pahala untuknya. Dialah (satu-satunya anak Nabi yang merasakan kehilangan Rasulullah.”
Diriwayatkan, setelah mandi, Sayyidah Fatimah mengenakan pakaian yang bagus lalu pergi tidur. Ia berbaring di sebelah sang suami dan berpesan bahwa kematiannya sudah dekat dan tidak ingin dimakamkan dengan upacara pemakaman. Sayidina Ali bin Abi Thalib , sang suami, hanya bisa menangis mendengar istrinya mengatakan hal tersebut. Namun waktu sholat sudah tiba, Sayidina Ali pun bergegas pergi ke mesjid.
Pada saat Sayyidina Ali berada di masjid itulah Sayyidah Fatimah meninggal. Kedua anaknya Hasan dan Husein segera bergegas menyusul sang ayah. Sayyidina Ali pun kembali dengan penuh duka. Ia kemudian memakamkan istrinya sesuai dengan permintaan terakhir sang istri. Tidak ada pelayat atau kerabat dekat dalam pemakaman tersebut.
Di saat Sayyidina Ali memasukkan jenazah istri tercintanya ke liang lahat, beliau menangis terisak-isak sehingga putranya Sayyidina Hasan berkata: "Wahai ayahku, gerangan apakah yang membuat dirimu menangis sedemikian rupa?"
Sayyidina Ali menjawab: "Wahai putraku Hasan, aku teringat pesan kakekmu Rasulullah SAW, beliau bersabda: "Kelak jika putriku Fatimah telah tiada wahai Ali, maka akulah yang akan pertama kali menerima jasadnya di liang lahat. Dan demi Allah wahai Hasan putraku, aku melihat tangan kakekmu Rasulullah SAW menerima jasad ibumu Fatimah. Aku melihat kakekmu Rasulullah SAW menciumi wajah ibumu Fatimah".
Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata: "Wahai Rasulullah SAW, kini aku kembalikan amanah yang telah engkau berikan kepadaku. Aku kembalikan belahan jiwamu, yang dimana setiap engkau rindu akan surga, engkau cium wajah suci putrimu Fatimah Az-Zahra".
"Ya Allah, Kumpulkan kami Bersama Keluarga Suci Rasulullah kelak di Hari Kiamat Nanti"
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersada,
أَفْضَلُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ: خَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَآسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمٍ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ
“Wanita-wanita terbaik di surga yaitu; Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam bintu Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Firaun.” (HR. Ibnu Abdil Bar, al-Isti’ab 2/113).
Sosok Teladan
Sayyidah Fatimah merupakan sosok teladan muslimah yang begitu mulia. Dalam hadis riwayat Bukhari dalam Sahih Bukhari Kitab Bad’ul Khalq bab Manaqib Qarabah, Rasulullah bersabda, “Fatimah adalah bahagian dariku, barangsiapa yang membuatnya marah, membuatku marah!”
Dalam hadis Sahih Bukhari jilid VIII, Sahih Muslim jilid VII, Sunan Ibnu Majah jilid I halaman 518 , Musnad Ahmad bin Hanbal jilid VI halaman 282, Mustadrak Al Hakim jilid III halaman 156, Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Wahai Fatimah, tidakkah anda puas menjadi sayyidah dari wanita sedunia (atau) menjadi wanita tertinggi dari semua wanita dari umat ini atau wanita mukmin.”
Sayyidah Fatimah Az Zahra adalah putri terakhir dari pernikahan Rasulullah dengan Khadijah binti Khuwailid. Ia lahir 5 tahun sebelum Rasul mendapatkan kenabiannya.
Sejak kecil, Sayyidah Fatimah telah menunjukkan keberaniannya. Di masa awal kenabiannya, Rasul pernah beribadah di depan Ka’bah. Dan ketika ia melakukan sujud, beberapa orang Quraisy menumpahkan kotoran unta di atas punggungnya. Mereka tertawa terbahak-bahak.
Melihat ayahnya diperlakukan seperti itu, Fatimah kecil langsung berlari menuju sang ayah dan menghardik orang-orang Quraisy tersebut.
Mereka pun membubarkan diri karena malu. Fatimah menangis melihat ayahnya diperlakukan seperti itu. Rasulullah menenangkan dirinya dan mengatakan bahwa ia akan selalu dilindungi oleh Allah SWT.
Meskipun Sayyidah Fatimah adalah sosok wanita yang bertubuh lemah dan rentan, namun tidak menyurutkan semangatnya dalam berjihad. Ia merupakan seorang mujahidin yang membantu merawat luka para pejuang di medan perang. Bahkan ketika Rasulullah terluka, ia membakar sobekan tikar dan membungkusnya pada luka sang ayah hingga darahnya tidak lagi keluar.
Kisah Cinta
Sayyidah Fatimah adalah anak kesayangan Rasul hingga Rasul pun tidak sembarangan memilih jodoh untuk putrinya. Meskipun Umar dan Abu Bakar berusaha meminangnya, namun Rasul masih menunggu keputusan Allah untuk jodoh Fatimah.
Lalu muncullah Ali bin Abi Thalib yang berniat meminang Sayyidah Fatimah. Pada awalnya, Sayyidina Ali sempat merasa berkecil hati karena sebelumnya Rasulullah sudah menolak dua sahabatnya. Apalagi ia tidak memiliki harta yang cukup dibanding sahabat-sahabatnya itu.
Dari hadis riwayat Ummu Salamah RA diceritakan bahwa Ali menundukkan kepala seolah memiliki maksud tetapi tidak berani menyampaikannya, Rasulullah mendahului dan berkata “Tampaknya kau mempunyai suatu keperluan, katakanlah apa yang ada dalam hatimu,” Ali menjawab “Ya Rasulullah aku memiliki maksud terhadap putrimu Fatimah, apakah engkau berkenan menyetujui dan menikahkan diriku dengannya?”.
Masih dari Hadis Riwayat Ummu salamah RA, “Ketika itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri seri. Sambil tersenyum Nabi berkata pada Ali: Ahlan wa sahlan (aku menerima mu dengan mudah tanpa mempersulit urusan mu). Nabi melanjutkan kalimat nya: Wahai Ali, apakah engkau memiliki satu bekal mas kawin?”
Ali menjawab “Demi Allah, engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui, aku tidak mempunyai apa apa selain satu set baju besi, sebilah pedang, dan seekor unta”.
Rasulullah menanggapi perkataan Ali “Tentang pedang mu itu, engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untuk untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kawin satu set baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi”.
Setelah segala persiapan pernikahan beres, dengan hati puas dan bahagia, disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah mengucapkan kata ijab kabul untuk pernikahan putrinya, “bahwasanya Allah memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (senilai baju besi), mudah mudahan engkau menerima hal itu”.
“Ya Rasulullah saya ridha”, jawab Sayyidina Ali.
Maka menikahlah Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah. Kemudian Rasulullah mendoakan keduanya “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebijakan yang banyak”. (Kitab Ar Ritadh An Nadrah 2:183).
Kehidupan pernikahan Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali begitu damai dan sederhana. Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali menjadi keluarga teladan di lingkungannya.
Kehidupan rumah tangga Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali begitu sederhana. Bahkan tangan Sayyidah Fatimah menjadi kasar karena menumbuk gandum sendiri.
Saat itu Sayyidah Fatimah memiliki bayi yang bernama Hasan dan juga sedang hamil Hussein, anak keduanya sehingga merasa kewalahan. Karena, mereka tidak mampu membayar seorang pembantu untuk melakukan pekerjaan rumahnya.
Suatu ketika, Sayyidah Fatimah mendengar kabar bahwa Ayahandanya membawa tawanan perang yang bisa dijadikan pembantu di rumahnya. Setelah mendengar kabar itu, Sayyidah Fatimah pun berkunjung ke rumah Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam untuk meminta hal tersebut. Namun, sayangnya ayahanda sedang tidak di rumah. Jadi, Sayyidah Fatimah hanya sempat menceritakan hal tersebut pada istri Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, Aisyah.
Setelah sholat Isya, Aisyah menceritakan hal tersebut pada Rasulullah dan Rasulullah SAW mendatangi rumah Sayyidah Fatimah.
Dari Ali bin Abu Thalib bahwa 'Nabi SAW datang kepada kami sementara kami sedang bersiap-siap untuk tidur, aku hendak berdiri, tetapi beliau bersabda, “Tetaplah kalian berdua di tempat.”
Lalu beliau duduk di antara kami, sampai aku merasakan dinginnya kedua kaki beliau di dadaku, beliau bersabda, “Maukah kalian berdua aku ajari apa yang lebih baik dari apa yang kalian berdua minta kepadaku, jika kalian berdua hendak tidur, bertakbirlah sebanyak 34, bertasbihlah sebanyak 33 dan bertahmidlah sebanyak 33, ia lebih baik bagi kalian berdua daripada pembantu.”
Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Laksanakanlah oleh kalian amalan semampu kalian, sesungguhnya sebaik-baik amalan adalah yang di kerjakan secara terus menerus walaupun sedikit.”
Dari pernikahan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah dikaruniai 4 orang anak yakni Hasan, Husein, Zainab, dan Ummi Kulsum.
Dijamin Masuk Surga
Sayyidah Fatimah sudah dijamin masuk ke surganya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Namun, hal ini tidak semerta-merta membuat Rasulullah mendidik Sayyidah Fatimah supaya menjadi anak yang santai dalam beribadah.
Istri Rasulullah, Aisyah pernah berkata, “Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih mirip cara bicaranya seperti Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam seperti Fatimah.”
Rasulullah sangat menyayangi Sayyidah Fatimah. Sampai – sampai apabila Sayyidah Fatimah berkunjung ke rumah Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, Rasul pun berdiri untuk menyambut kedatangan putrinya dan mencium putri kesayangannya.
Begitu juga apabila Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam datang ke rumah Fatimah. Fatimah pun berdiri dan menyambut kedatangan ayahanda tercinta kemudian menciumnya.
Wafatnya Sayyidah Fatimah adalah sebuah misteri. Pasalnya tidak ada riwayat yang pasti mengenai penyebab dari meninggalnya putri Rasulullah ini. Bahkan letak pusaranya juga tidak diketahui.
Sayyidah Fatimah ra wafat enam bulan setelah Rasulullah SAW. Beliau menyusul ibunda (Khadijah) dan ayahanda (Rasulullah).
Imam Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah mengatakan, Rasulullah mengabarkan pada Fatimah, bahwa ia adalah orang pertama dari keluarganya yang akan menyusulnya. Beliau berkata kepada Fatimah, "Tidakkah engkau ridha, menjadi penghulu wanita di surga?"
Beliau adalah putri bungsu Nabi. Tidak ada lagi anak Rasulullah yang masih hidup kecuali Sayyidah Fatimah. Karena itu, Allah besarkan pahala untuknya. Dialah (satu-satunya anak Nabi yang merasakan kehilangan Rasulullah.”
Diriwayatkan, setelah mandi, Sayyidah Fatimah mengenakan pakaian yang bagus lalu pergi tidur. Ia berbaring di sebelah sang suami dan berpesan bahwa kematiannya sudah dekat dan tidak ingin dimakamkan dengan upacara pemakaman. Sayidina Ali bin Abi Thalib , sang suami, hanya bisa menangis mendengar istrinya mengatakan hal tersebut. Namun waktu sholat sudah tiba, Sayidina Ali pun bergegas pergi ke mesjid.
Pada saat Sayyidina Ali berada di masjid itulah Sayyidah Fatimah meninggal. Kedua anaknya Hasan dan Husein segera bergegas menyusul sang ayah. Sayyidina Ali pun kembali dengan penuh duka. Ia kemudian memakamkan istrinya sesuai dengan permintaan terakhir sang istri. Tidak ada pelayat atau kerabat dekat dalam pemakaman tersebut.
Di saat Sayyidina Ali memasukkan jenazah istri tercintanya ke liang lahat, beliau menangis terisak-isak sehingga putranya Sayyidina Hasan berkata: "Wahai ayahku, gerangan apakah yang membuat dirimu menangis sedemikian rupa?"
Sayyidina Ali menjawab: "Wahai putraku Hasan, aku teringat pesan kakekmu Rasulullah SAW, beliau bersabda: "Kelak jika putriku Fatimah telah tiada wahai Ali, maka akulah yang akan pertama kali menerima jasadnya di liang lahat. Dan demi Allah wahai Hasan putraku, aku melihat tangan kakekmu Rasulullah SAW menerima jasad ibumu Fatimah. Aku melihat kakekmu Rasulullah SAW menciumi wajah ibumu Fatimah".
Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata: "Wahai Rasulullah SAW, kini aku kembalikan amanah yang telah engkau berikan kepadaku. Aku kembalikan belahan jiwamu, yang dimana setiap engkau rindu akan surga, engkau cium wajah suci putrimu Fatimah Az-Zahra".
"Ya Allah, Kumpulkan kami Bersama Keluarga Suci Rasulullah kelak di Hari Kiamat Nanti"
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersada,
أَفْضَلُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ: خَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَآسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمٍ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ
“Wanita-wanita terbaik di surga yaitu; Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam bintu Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Firaun.” (HR. Ibnu Abdil Bar, al-Isti’ab 2/113).
Sosok Teladan
Sayyidah Fatimah merupakan sosok teladan muslimah yang begitu mulia. Dalam hadis riwayat Bukhari dalam Sahih Bukhari Kitab Bad’ul Khalq bab Manaqib Qarabah, Rasulullah bersabda, “Fatimah adalah bahagian dariku, barangsiapa yang membuatnya marah, membuatku marah!”
Dalam hadis Sahih Bukhari jilid VIII, Sahih Muslim jilid VII, Sunan Ibnu Majah jilid I halaman 518 , Musnad Ahmad bin Hanbal jilid VI halaman 282, Mustadrak Al Hakim jilid III halaman 156, Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Wahai Fatimah, tidakkah anda puas menjadi sayyidah dari wanita sedunia (atau) menjadi wanita tertinggi dari semua wanita dari umat ini atau wanita mukmin.”
Sayyidah Fatimah Az Zahra adalah putri terakhir dari pernikahan Rasulullah dengan Khadijah binti Khuwailid. Ia lahir 5 tahun sebelum Rasul mendapatkan kenabiannya.
Sejak kecil, Sayyidah Fatimah telah menunjukkan keberaniannya. Di masa awal kenabiannya, Rasul pernah beribadah di depan Ka’bah. Dan ketika ia melakukan sujud, beberapa orang Quraisy menumpahkan kotoran unta di atas punggungnya. Mereka tertawa terbahak-bahak.
Melihat ayahnya diperlakukan seperti itu, Fatimah kecil langsung berlari menuju sang ayah dan menghardik orang-orang Quraisy tersebut.
Mereka pun membubarkan diri karena malu. Fatimah menangis melihat ayahnya diperlakukan seperti itu. Rasulullah menenangkan dirinya dan mengatakan bahwa ia akan selalu dilindungi oleh Allah SWT.
Meskipun Sayyidah Fatimah adalah sosok wanita yang bertubuh lemah dan rentan, namun tidak menyurutkan semangatnya dalam berjihad. Ia merupakan seorang mujahidin yang membantu merawat luka para pejuang di medan perang. Bahkan ketika Rasulullah terluka, ia membakar sobekan tikar dan membungkusnya pada luka sang ayah hingga darahnya tidak lagi keluar.
Kisah Cinta
Sayyidah Fatimah adalah anak kesayangan Rasul hingga Rasul pun tidak sembarangan memilih jodoh untuk putrinya. Meskipun Umar dan Abu Bakar berusaha meminangnya, namun Rasul masih menunggu keputusan Allah untuk jodoh Fatimah.
Lalu muncullah Ali bin Abi Thalib yang berniat meminang Sayyidah Fatimah. Pada awalnya, Sayyidina Ali sempat merasa berkecil hati karena sebelumnya Rasulullah sudah menolak dua sahabatnya. Apalagi ia tidak memiliki harta yang cukup dibanding sahabat-sahabatnya itu.
Dari hadis riwayat Ummu Salamah RA diceritakan bahwa Ali menundukkan kepala seolah memiliki maksud tetapi tidak berani menyampaikannya, Rasulullah mendahului dan berkata “Tampaknya kau mempunyai suatu keperluan, katakanlah apa yang ada dalam hatimu,” Ali menjawab “Ya Rasulullah aku memiliki maksud terhadap putrimu Fatimah, apakah engkau berkenan menyetujui dan menikahkan diriku dengannya?”.
Masih dari Hadis Riwayat Ummu salamah RA, “Ketika itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri seri. Sambil tersenyum Nabi berkata pada Ali: Ahlan wa sahlan (aku menerima mu dengan mudah tanpa mempersulit urusan mu). Nabi melanjutkan kalimat nya: Wahai Ali, apakah engkau memiliki satu bekal mas kawin?”
Ali menjawab “Demi Allah, engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui, aku tidak mempunyai apa apa selain satu set baju besi, sebilah pedang, dan seekor unta”.
Rasulullah menanggapi perkataan Ali “Tentang pedang mu itu, engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untuk untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kawin satu set baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi”.
Setelah segala persiapan pernikahan beres, dengan hati puas dan bahagia, disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah mengucapkan kata ijab kabul untuk pernikahan putrinya, “bahwasanya Allah memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (senilai baju besi), mudah mudahan engkau menerima hal itu”.
“Ya Rasulullah saya ridha”, jawab Sayyidina Ali.
Maka menikahlah Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah. Kemudian Rasulullah mendoakan keduanya “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebijakan yang banyak”. (Kitab Ar Ritadh An Nadrah 2:183).
Kehidupan pernikahan Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali begitu damai dan sederhana. Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali menjadi keluarga teladan di lingkungannya.
Kehidupan rumah tangga Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali begitu sederhana. Bahkan tangan Sayyidah Fatimah menjadi kasar karena menumbuk gandum sendiri.
Saat itu Sayyidah Fatimah memiliki bayi yang bernama Hasan dan juga sedang hamil Hussein, anak keduanya sehingga merasa kewalahan. Karena, mereka tidak mampu membayar seorang pembantu untuk melakukan pekerjaan rumahnya.
Suatu ketika, Sayyidah Fatimah mendengar kabar bahwa Ayahandanya membawa tawanan perang yang bisa dijadikan pembantu di rumahnya. Setelah mendengar kabar itu, Sayyidah Fatimah pun berkunjung ke rumah Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam untuk meminta hal tersebut. Namun, sayangnya ayahanda sedang tidak di rumah. Jadi, Sayyidah Fatimah hanya sempat menceritakan hal tersebut pada istri Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, Aisyah.
Setelah sholat Isya, Aisyah menceritakan hal tersebut pada Rasulullah dan Rasulullah SAW mendatangi rumah Sayyidah Fatimah.
Dari Ali bin Abu Thalib bahwa 'Nabi SAW datang kepada kami sementara kami sedang bersiap-siap untuk tidur, aku hendak berdiri, tetapi beliau bersabda, “Tetaplah kalian berdua di tempat.”
Lalu beliau duduk di antara kami, sampai aku merasakan dinginnya kedua kaki beliau di dadaku, beliau bersabda, “Maukah kalian berdua aku ajari apa yang lebih baik dari apa yang kalian berdua minta kepadaku, jika kalian berdua hendak tidur, bertakbirlah sebanyak 34, bertasbihlah sebanyak 33 dan bertahmidlah sebanyak 33, ia lebih baik bagi kalian berdua daripada pembantu.”
Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Laksanakanlah oleh kalian amalan semampu kalian, sesungguhnya sebaik-baik amalan adalah yang di kerjakan secara terus menerus walaupun sedikit.”
Dari pernikahan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah dikaruniai 4 orang anak yakni Hasan, Husein, Zainab, dan Ummi Kulsum.
Dijamin Masuk Surga
Sayyidah Fatimah sudah dijamin masuk ke surganya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Namun, hal ini tidak semerta-merta membuat Rasulullah mendidik Sayyidah Fatimah supaya menjadi anak yang santai dalam beribadah.
Istri Rasulullah, Aisyah pernah berkata, “Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih mirip cara bicaranya seperti Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam seperti Fatimah.”
Rasulullah sangat menyayangi Sayyidah Fatimah. Sampai – sampai apabila Sayyidah Fatimah berkunjung ke rumah Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, Rasul pun berdiri untuk menyambut kedatangan putrinya dan mencium putri kesayangannya.
Begitu juga apabila Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam datang ke rumah Fatimah. Fatimah pun berdiri dan menyambut kedatangan ayahanda tercinta kemudian menciumnya.
(mhy)