Kisah Umar bin Khattab Mengata-ngatai Hajar Aswad
Selasa, 19 Juli 2022 - 16:08 WIB
Dalam redaksi lain disebutkan,
أنَّ عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه قالَ لِلرُّكْنِ: أَما واللَّهِ، إنِّي لَأَعْلَمُ أنَّكَ حَجَرٌ لا تَضُرُّ ولَا تَنْفَعُ، ولَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَلَمَكَ ما اسْتَلَمْتُكَ، فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ قالَ: فَما لَنَا ولِلرَّمَلِ إنَّما كُنَّا رَاءَيْنَا به المُشْرِكِينَ وقدْ أَهْلَكَهُمُ اللَّهُ، ثُمَّ قالَ: شيءٌ صَنَعَهُ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فلا نُحِبُّ أَنْ نَتْرُكَهُ.
Artinya, “Sesungguhnya Umar bin Khattab berkata kepada rukun (Hajar ASwad), ‘Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu yang tidak bisa mendatangkan mudarat maupun manfaat. Namun kalau bukan karena aku telah melihat Nabi SAW menciummu tentu aku tidak akan menciummu.’”
“Maka dia menciumnya lalu berkata, ‘Kenapa pula kita harus berlari-lari kecil? Sungguh kami telah menyaksikan orang-orang musyrikin melakukannya namun kemudian mereka dibinasakan oleh Allah SWT.’ Dia berkata lagi, ‘Berlari-lari kecil ini adalah sesuatu sunnah yang telah dikerjakan oleh Nabi SAW dan kami tidak suka bila meninggalkannya.’” (HR Abdullah bin Umar)
Mengomentari hadis kisah Umar di atas, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa perkataan Umar itu bukan karena dia tidak percaya akan keberkahan dan keutamaan-keutamaan yang dimiliki Hajar Aswad, apalagi Rasulullah dalam beberapa hadisnya sudah banyak mengungkapkannya.
Sikap Umar ini merupakan antisipasi terhadap masyarakat Arab saat itu agar mereka tidak menduga ada batu yang bisa memberikan mudarat dan manfaat dengan sendirinya seperti dulu mereka meyakininya pada batu-batu berhala. Hal ini dilakukan Umar karena keimanan mereka masih lemah sebab belum lama memeluk agama Islam.
Hikmah Peristiwa
Dari kisah Umar di atas setidaknya ada dua hikmah yang bisa diambil pelajaran.
Pertama, menyampaikan ajaran Islam harus sesuai situasi dan kondisi. Sikap Umar ini merupakan bentuk edukasi kepada orang-orang Mekkah yang belum lama masuk Islam. Ia sadar saat itu mereka masih dalam bayang-bayang ajaran jahiliah yang menyembah berhala (patung-patung yang terbuat dari batu dan sejenisnya) yang diyakini memiliki pengaruh.
Maka, dengan ketegasan ini Umar berpesan bahwa tidak ada satu pun batu yang memiliki kemampuan tertentu kecuali hal itu berasal dari Allah seperti keberkahan yang dimiliki pada Hajar Aswad.
Kedua, pentingnya selalu mengikuti sunnah Rasul. Umar mencium Hajar Aswad dengan alasan untuk mengikuti Nabi merupakan ajaran pentingnya mengikuti sunnah-sunnah Rasul. Dalam Islam ada banyak amal ibadah yang dasarnya adalah ittiba’ atau mengikuti perbuatan Rasulullah SAW. Ini juga sebagai bentuk ketaatan yang total. Sebab, Umar tidak bertanya alasan Nabi mencium batu itu. Ia hanya ingin meniru apa yang beliau lakukan.
أنَّ عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه قالَ لِلرُّكْنِ: أَما واللَّهِ، إنِّي لَأَعْلَمُ أنَّكَ حَجَرٌ لا تَضُرُّ ولَا تَنْفَعُ، ولَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ اسْتَلَمَكَ ما اسْتَلَمْتُكَ، فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ قالَ: فَما لَنَا ولِلرَّمَلِ إنَّما كُنَّا رَاءَيْنَا به المُشْرِكِينَ وقدْ أَهْلَكَهُمُ اللَّهُ، ثُمَّ قالَ: شيءٌ صَنَعَهُ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فلا نُحِبُّ أَنْ نَتْرُكَهُ.
Artinya, “Sesungguhnya Umar bin Khattab berkata kepada rukun (Hajar ASwad), ‘Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu yang tidak bisa mendatangkan mudarat maupun manfaat. Namun kalau bukan karena aku telah melihat Nabi SAW menciummu tentu aku tidak akan menciummu.’”
“Maka dia menciumnya lalu berkata, ‘Kenapa pula kita harus berlari-lari kecil? Sungguh kami telah menyaksikan orang-orang musyrikin melakukannya namun kemudian mereka dibinasakan oleh Allah SWT.’ Dia berkata lagi, ‘Berlari-lari kecil ini adalah sesuatu sunnah yang telah dikerjakan oleh Nabi SAW dan kami tidak suka bila meninggalkannya.’” (HR Abdullah bin Umar)
Mengomentari hadis kisah Umar di atas, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa perkataan Umar itu bukan karena dia tidak percaya akan keberkahan dan keutamaan-keutamaan yang dimiliki Hajar Aswad, apalagi Rasulullah dalam beberapa hadisnya sudah banyak mengungkapkannya.
Sikap Umar ini merupakan antisipasi terhadap masyarakat Arab saat itu agar mereka tidak menduga ada batu yang bisa memberikan mudarat dan manfaat dengan sendirinya seperti dulu mereka meyakininya pada batu-batu berhala. Hal ini dilakukan Umar karena keimanan mereka masih lemah sebab belum lama memeluk agama Islam.
Hikmah Peristiwa
Dari kisah Umar di atas setidaknya ada dua hikmah yang bisa diambil pelajaran.
Pertama, menyampaikan ajaran Islam harus sesuai situasi dan kondisi. Sikap Umar ini merupakan bentuk edukasi kepada orang-orang Mekkah yang belum lama masuk Islam. Ia sadar saat itu mereka masih dalam bayang-bayang ajaran jahiliah yang menyembah berhala (patung-patung yang terbuat dari batu dan sejenisnya) yang diyakini memiliki pengaruh.
Maka, dengan ketegasan ini Umar berpesan bahwa tidak ada satu pun batu yang memiliki kemampuan tertentu kecuali hal itu berasal dari Allah seperti keberkahan yang dimiliki pada Hajar Aswad.
Kedua, pentingnya selalu mengikuti sunnah Rasul. Umar mencium Hajar Aswad dengan alasan untuk mengikuti Nabi merupakan ajaran pentingnya mengikuti sunnah-sunnah Rasul. Dalam Islam ada banyak amal ibadah yang dasarnya adalah ittiba’ atau mengikuti perbuatan Rasulullah SAW. Ini juga sebagai bentuk ketaatan yang total. Sebab, Umar tidak bertanya alasan Nabi mencium batu itu. Ia hanya ingin meniru apa yang beliau lakukan.
(mhy)