Bentuk-Bentuk Kegiatan Sufi Menurut Idries Shah

Sabtu, 14 Januari 2023 - 21:47 WIB
Beberapa penulis Sufi klasik terbesar, dituduh melakukan bid'ah, kemurtadan, bahkan kejahatan politik. Bahkan (hari ini) mereka diserang dari semua jenis kalangan-kalangan yang setia, tidak hanya bersifat keagamaan.

Bahkan suatu pengamatan sepintas, yang dianggap asli mengenai Sufisme, menyatakan bahwa Sufisme merupakan suatu ajaran yang bersifat esoterik dalam Islam (yang karena itu dianggap sebagai kompatibel sepenuhnya), itu juga berada di belakang rumusan-rumusan yang banyak orang memperhatikan menjadi berbeda secara diam-diam dari satu orang ke orang lain.

Oleh karena itu, menurut Idries Shah, ketika "rentetan penyebaran" dari guru-guru yang ternama meluas, kembali kepada Nabi Muhammad SAW dalam garis keturunan ini atau itu dari pertalian yang digunakan oleh sebuah aliran atau guru, hal itu mungkin juga dihubungkan atau dianggap --oleh penguasa (setempat) yang sama-- sebagai garis keturunan dari seorang seperti Uwais al-Qarni (wafat pada abad ketujuh) yang tidak pernah bertemu dengan Muhammad saw di dalam hidupnya.

Suhrawardi yang dapat dipercaya, memiliki persamaan dengan (meski banyak sebelumnya) orang-orang Rosicrucia dan lainnya, secara spesifik menyatakan bahwa ini merupakan suatu bentuk kebijakan yang dikenal dan dipraktikkan dengan berhasil oleh orang-orang bijak termasuk di dalamnya Hermes kuno, yang penuh dengan rahasia, dari Mesir.



Individu lain yang tidak kurang reputasinya --Ibnu al-Farid (1181-1235)-- menekankan bahwa Sufisme terletak di belakang dan sebelum sistematisasi,-- bahwa 'anggur kami telah ada sebelum apa yang engkau sebut the grape and the vine (aliran dan sistem)': Kami telah meminum sebutan tentang Sahabat, Menggembirakan diri kami sendiri, bahkan sebelum penciptaan anggur.

Idries Shah mengatakan, tidak diragukan lagi, bahwa para darwis, calon Sufi, telah secara tradisional berkumpul bersama-sama untuk mengkaji atau belajar sisa-sisa apa saja dan ajaran yang mereka temukan ini, menunggu saat yang memungkinkan apabila seorang tokoh mungkin muncul diantara mereka, dan membuat efektif prinsip-prinsip dan praktek-praktek yang arti hidupnya telah hilang (lenyap), untuk mereka.

Teori ini ditemukan di Barat, tentu saja, di dalam Freemasonry (dengan konsepnya tentang 'Rahasia yang Hilang'). Latihan (praktik) secara layak ditegaskan sebagai contoh, di dalam buku Awarf-ul-Ma'arif dan hal itu telah dikaitkan dengan perhatiannya dalam hal-hal semacam sebagai suatu indikasi dari pengharapan messianik yang dicirikan dalam Sufisme.

Betapapun bahwa itu mungkin (dan itu mestinya suatu 'fase yang berhubungan dengan persiapan', bukan Sufisme yang sebenarnya) ada fakta-fakta atau bukti bahwa orang-orang di Eropa dan Timur Tengah, apa pun komitmen atau kepercayaan psikologis, telah dari waktu ke waktu ditetapkan dan bersemangat dalam doktrin-doktrin Sufi oleh para guru, yang kadang-kadang misterius asal-usulnya, telah berada diantara mereka.

Orang-orang ini telah berabad-abad ditunjuk atau dianggap sebagai manusia universal atau sempurna (insan al-kamil). Kasus seperti ar-Rumi dan orang-orang Syam dari Tabriz, dari Bahauddin Naqsyabandi (abad ke-14) dari Bukhara; dari Ibnu al-Arabi, yang mengajar dalam sudut pandang agama, para tokoh puisi kuno dan cinta, dan banyak lainnya yang kurang dikenal di dalam literatur Barat.



Menurut Idries Shah, problem bagi murid di sini mungkin bukan apakah bentuk 'irasional' dari kegiatan ini atau makanan-minuman dari suatu tradisi berlangsung atau tidak; melainkan kesulitan yang agak bersifat psikologis tentang penerimaan orang-orang serupa sebagai benar-benar memiliki suatu fungsi atau manfaat khusus untuk 'menyatukan kembali manik-manik tasbih dari air raksa' atau 'mengaktifkan kembali, membangunkan, aliran batin di dalam diri manusia'.

"Tetapi kita bahkan tidak memulai untuk menghitung atau menyebut satu demi satu di ladang-ladang yang mana kaum Sufi dan entitas-entitas yang terkenal, telah ditemukan oleh mereka (mereka ini belakangan menjadi suatu minoritas dari jumlah yang sebenarnya, karena Sufisme adalah tindakan, bukan institusi), telah mengamalkan bentuk-bentuk tindakan sosial, filosofis, dan lain-lain, seribu tahun lalu," katanya.

Karakter-karakter yang tampaknya bermacam-macam sebagaimana keterusterangan ar-Rumi, kesucian Chisyti, si 'mabuk Tuhan' al-Hallaj, ahli kenegaraan dari para Mujaddid, telah bekerja untuk abad-abad selanjutnya reunifikasi yang aktual dari komunitas-komunitas yang tampaknya terbagi secara tetap.

Menurutnya, karena usaha-usaha mereka ini, dan dinilai dengan standar-standar yang tidak cukup, dan sering tidak akurat dari para komentator mereka, orang-orang ini telah dituduh menjadi orang-orang Kristen (secara) rahasia, Yahudi, Hindu, Kafir, dan penyembah matahari.

Ketika para pendukung Bektasli menggunakan nomer (angka) duabelas, dan diberi --seperti al-Arabi dan ar-Rumi-- mitos-mitos orang Kristen, suatu tempat yang tinggi dalam ajaran-ajaran mereka.



Hal itu telah (dan tetap) dianggap bahwa mereka memupuk modal atau memberi modal pada daerah yang terdapat banyak orang Kristen tanpa suatu kepemimpinan efektif.

Validitas tindakan ini menunggu pembuktian dari jawaban Sufi bahwa orang-orang Kristen, seperti juga lainnya, rumusan-rumusan mengandung suatu ukuran berharga mengenai pemikiran (yang dalam) 'dalam keadaan yang cocok atau pantas' dapat diterapkan kepada manusia.

Para pengikut Haji Bektash (wafat 1337) telah dan tetap dalam beberapa tempat, dianggap sebagai amoral, karena praktek mereka mengijinkan kaum perempuan pada pertemuan-pertemuan mereka.

Tidak ada seorang pun yang dapat, atau akan mengerti mereka ketika mereka mengatakan bahwa hal itu (adalah) penting atau tak dapat dihindarkan, untuk mengenakan kembali 'pakaian' keseimbangan sosial, dari suatu masyarakat yang didasarkan atas supremasi kaum laki-laki.

'Pengembalian kedudukan sosial kaum perempuan' dengan mudah disuarakan, hingga belum lama berselang hal itu menjadi suatu tujuan yang 'dapat diterima' seperti sebuah jubah atau selubung untuk pesta yang memabukkan.

Tidak ada seorang pun yang mempunyai kedudukan sosial, bahkan di abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyusahkan diri sendiri untuk melihat pada tuntutan, yang dibuat oleh laki-laki seperti Sufi Turki yang terpelajar dan Zia Gokalp yang ternama, bahwa para penulis Sufi pada abad-abad yang lalu, memiliki garis besar dan menggunakan teori-teori yang belakangan diidentifikasi dengan nama-nama dari Berkeley, Kant, Foullee, Gruyeau, Nietzsche, dan William James.

"Hal ini membawa kita kepada proyeksi Sufi lain yang penting, sesuatu yang menyebabkan teka-teki --dan bahkan kegusaran-- pada beberapa macam orang tertentu, tetapi sekalipun demikian harus dihadapi," ujar Idries Shah.



Hal itu adalah tuntutan bahwa apabila kegiatan Sufistik menjadi terpusat pada satu pokok, atau satu komunitas dalam suatu bentuk yang sangat aktif dan 'sebenarnya' (bukan tiruan), juga dikerjakan hanya untuk waktu terbatas dan tujuan-tujuan berbeda.

Inilah tipe orang yang mengatakan, 'Saya ingin hal itu di sini dan sekarang atau tidak sama sekali,' yang tidak menyukai pernyataan ini.

Mengajukan cara lain, gagasan bahwa tidak pernah ada masyarakat yang sempurna, juga tidak kebutuhan-kebutuhannya secara pasti, sama seperti masyarakat-masyarakat lain.

"Tidak ada seorang Sufi yang bermaksud menegakkan sebuah institusi yang berlangsung secara terus menerus. Bentuk luar di mana dia menanamkan gagasan-gagasannya adalah suatu kendaraan singkat atau wahana yang didiami sementara, dirancang untuk operasi lokal. Bahwa hal itu berlangsung lama, ia berkata, adalah dalam wilayah lain," demikian Idries Shah.

Halaman :
Follow
Hadits of The Day
Dari Al Aghar Al Muzanni, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya hatiku tidak pernah lalai dari dzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala, sesungguhnya aku beristighfar sebanyak seratus kali dalam sehari.

(HR. Muslim No. 4870)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More