Benarkah Sayyidina Ali Menolak Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar?

Selasa, 14 Juli 2020 - 13:23 WIB
loading...
A A A
Jalan Tengah
Menurut Haekal, ada pula beberapa sumber mengenai Ali dan ikrarnya itu yang mengambil jalan tengah dari apa yang sudah dikemukakan di atas. Di antaranya seperti dituturkan, bahwa setelah selesai pengukuhan itu Abu Bakar naik ke mimbar dan ketika melihat di antara hadirin Zubair tidak tampak, dipanggilnya.



Ketika Zubair datang ia berkata: "Oh sepupu Rasulullah SAW dan pembantu dekatnya, engkau mau menimbulkan perpecahan di kalangan Muslimin?"

"Tak ada cacat apa-apa ya, Khalifah Rasulullah," katanya, lalu ia bangun dan membaiat Abu Bakar.

Kemudian Abu Bakar melihat kepada hadirin. Ia tidak melihat Ali. Bila Ali datang setelah dipanggil ia bertanya: "Sepupu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan menantunya, engkau mau menimbulkan perpecahan di kalangan Muslimin?"

"Tak ada cela apa-apa ya Khalifah Rasulullah," katanya, lalu ia pun bangun dan membaiat Abu Bakar.

Ada juga beberapa sumber yang mengatakan, bahwa Banu Umayyahlah yang memang ingin menimbulkan ketegangan antara Banu Hasyim dengan Abu Bakar. Setelah orang datang berkumpul hendak mengikrarkan Abu Bakar, konon datang pula Abu Sufyan mengatakan: “Sungguh, hanya darah yang akan dapat memadamkan sampah ini. Hai Keluarga Abdu Manaf mengapa mesti Abu Bakar yang memerintah kamu? Mana kedua orang yang dihina itu, yang diperlemah, Ali dan Abbas!”



Tetapi sumber-sumber yang menyebutkan peristiwa yang dihubungkan kepada Abu Sufyan ini hampir semua sepakat, bahwa Ali menolak ajakannya itu. Malah ia berkata kepadanya: "Engkau memang mau membuat fitnah dengan cara itu. Selalu kau mau membawa Islam ke dalam bencana."

Atau katanya juga: "Abu Sufyan, engkau selalu mau memusuhi Islam dan pemeluknya. Tetapi engkau tak akan berhasil. Aku berpendapat, Abu Bakar memang pantas untuk itu."

Warisan
Orang-orang yang menafikkan terlambatnya Ali memberikan baiat berpendapat bahwa cerita-cerita tentang keterlambatan itu dibuat orang kemudian. Bahkan mereka menekankan bahwa cerita-cerita itu dibuat pada masa kekuasaan Banu Abbas untuk maksud-maksud politik, dan lebih jauh mereka mengatakan bahwa cerita itu dikaitkan dengan suatu peristiwa yang sebenarnya memang sudah sama-sama disepakati, namun sama sekali tak ada hubungannya dengan peristiwa baiat itu.



Peristiwa itu ialah bahwa Sayyidah Fatimah putri Rasulullah dan Abbas pamannya menemui Abu Bakar setelah ia menjadi Khalifah. Mereka menuntut warisan tanah Rasulullah yang di Fadak dan bagian Abbas di Khaibar. Kepada mereka itu Abu Bakar berkata: "Aku mendengar Rasulullah berkata: 'Kami, para nabi, tidak mewariskan; apa yang kami tinggalkan buat sedekah.' Tetapi keluarga Muhammad boleh makan dari harta itu. Demi Allah, setiap sesuatu yang dikerjakan oleh Rasulullah pasti akan kukerjakan."

Fatimah marah karenanya. Ia menjauhi Abu Bakar dan tidak mengajaknya bicara sampai ia wafat. Oleh Ali ia dikebumikan malam hari dan Abu Bakar tidak diberi tahu. Fatimah masih hidup enam bulan lagi setelah ayahanda wafat. Karena kemarahan Fatimah itu Ali juga marah kepada Abu Bakar.

Sesudah Fatimah wafat ia cenderung berbaik kembali dan Abu Bakar pun menerimanya. Demikianlah cerita mengenai Fatimah dan Ali serta pemboikotannya terhadap Abu Bakar setelah pengukuhannya itu.



Sebaliknya apa yang ditambahkan orang dalam cerita ini, bahwa Ali menolak dan baru membaiat setelah Fatimah wafat dan bahwa Abu Bakar menemui Ali di rumahnya dan dijumpainya ia di rumah Banu Hasyim, dan bahwa ketika berdiri seraya berkata: Kami tidak berkeberatan mengukuhkan engkau, hanya saja dalam hal ini kami berpendapat bahwa kamilah yang berhak tetapi kalian memperkosa hak-hak kami, dan bahwa Abu Bakar menyebutkan dalam jawabannya: "Demi Allah, aku menahan harta ini hanya untuk kebaikan kita bersama."

Haekal mengatakan semua tambahan ini membantah tertundanya memberikan baiat karena peristiwa itu tak ada hubungannya dengan soal harta peninggalan, dan bahwa Fatimah dan Abbas tidak pula menuntut kepada Abu Bakar sebelum semua kaum Muslimin memberikan ikrar kepadanya, sebab sebelum itu ia pun tidak memberikan pendapat mengenai hal itu.

Sebagian besar mereka yang menolak cerita tertundanya pemberian ikrar itu menegaskan bahwa cerita-cerita demikian dibuat-buat orang pada masa kekuasaan Abbasi untuk maksud politik. Yang lain menegaskan bahwa cerita itu sudah dibuat orang sebelumnya, yaitu setelah timbul pertentangan antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah selama pecah perang antara Ali dengan Muawiyah.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2584 seconds (0.1#10.140)