Sahkah Tobat Ini? Saat Menjabat Korupsi, Baru Bertobat Setelah Pensiun

Jum'at, 10 Maret 2023 - 09:31 WIB
loading...
A A A
Hingga datang ajal mereka, sementara mereka masih bergelimang dalam nafsu mereka. Makna ayat itu bukanlah: bahwa tobat yang diridhai dan dijamin diterima oleh Allah SWT adalah tobat atas kemaksiatan yang terus dilakukan oleh seseorang hingga menjelang sakratul maut, hingga beberapa jam atau beberapa menit sebelumnya.

Namun yang dimaksudkan adalah bertaubat tidak lama setelah melakukan sesuatu dosa, sambil tidak mengulanginya lagi, seperti disebutkan pada ayat yang lain.

Dan barangkali yang dimaksudkan Ikrimah, Dhahhak dan yang lainnya untuk menyesuaikan dengan makna hadis; bahwa Allah SWT akan menerima tobat seseorang yang berbuat maksiat selama orang itu belum sekarat.

Maksudnya, seandainya ia bertobat pada suatu waktu, sebelum datang sakratul maut dan ajal tiba, niscaya tobatnya akan diterima. Dan itu tidak bertentangan dengan ayat. Karena manusia mungkin ada yang datang keinginan tobatnya beberapa saat sebelum sakratul maut atau ajalnya tiba, terhadap dosanya yang belum lama ia lakukan, namun jarang ada orang yang bertobat dari dosa yang telah ia lakukan semenjak lama dan terus menerus, dan jikapun ia bertobat dari macam dosa yang disebut terakhir itu, maka jarang sekali orang seperti itu dapat memperbaiki apa yang telah ia rusak, disebabkan dosa yang ia lakukan secara terus menerus itu.



Sesuai dengan firman Allah SWT: "Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar."

Yang dimaksudkan adalah terus menerus melakukan dosa dan menunda-nunda untuk bertobat adalah berbahaya, meskipun tobat dari dosa semacam itu masih dapat diterima jika dilakukan dalam waktu ikhtiar (sebelum sakratul maut tiba). Namun biasanya orang mati dalam keadaan sebagaimana ia sehari-harinya, selama ini, oleh karena itu orang-orang yang tertipu dengan menunda-nunda tobatnya hendaknya ia berhati-hati.

Dalam musnad dan kitab lainya dari Ibnu Umar dari Nabi Saw bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT akan menerima tobat seorang hamba selama ia belum sekarat mati " .

Orang yang bertobat saat sekarat, dan ia berkata: saat ini aku bertobat! Maka tobatnya tidak dapat diterima. Karena itu adalah tobat terpaksa bukan karena dorongan kesadaran diri. "Ia adalah seperti tobat setelah matahari terbit dari Barat, pada hari kiamat, dan ketika menemui ajal," tuturnya.

Karena hakikat taubat adalah: mencegah diri dari mengerjakan sesuatu yang dilarang, dan tindakan itu dilakukan oleh orang yang mampu mengerjakannya. Sedangkan orang yang tidak mungkin mengerjakannya, adalah tidak masuk akal jika nafsu dicegah untuk melakukan itu. Juga karena tobat adalah dengan membebaskan diri dari dosa, dan orang yang memang tidak dapat lagi mengerjakan dosa itu, bagaimana mungkin ia kemudian mencegah dirinya dari menjalankan dosa itu.

Karena dosa adalah keinginan kuat untuk mengerjakan sesuatu yang diharamkan, serta diikuti dengan kemampuannya. Dan taubat darinya berarti: tekad yang kuat untuk meninggalkan perbuatan dosa yang dapat ia kerjakan itu, dilanjutkan dengan meninggalkannya.



Sedangkan tekad untuk mengerjakan sesuatu yang tidak dapat ia kerjakan adalah mustahil. Karena tekad untuk meninggalkan perbuatan yang memang ia tidak mampu mengerjakannya ini adalah sesuatu yang pasti terjadi, bukan tekad sesuatu yang tidak mampu ia kerjakan. Itu tidak lebih dari semisal meninggalkan keinginan terbang di udara, memindahkan gunung dan sebagainya.

Penyesalan Adalah Tobat

Pendapat kedua adalah tobatnya itu diterima, mungkin dan dapat terjadi. Karena rukun-rukun tobat masih ada padanya. Yang dapat ia lakukan dari perbuatan itu adalah penyesalan. Dalam musnad Ahmad secara marfu' diriwayatkan hadis: "Penyesalan adalah taubat".

Maka jika ia telah menyesal atas dosanya, serta mencela dirinya sendiri, itu adalah tobat. Mengapa kemudian hak tobat itu diambil darinya, meskipun ia telah amat menyesal atas dosanya, dan telah berulang kali menyalahkan dirinya sendiri. Apalagi jika ia juga menangis, sedih dan takut, serta bertekad kuat dan berniat jika ia sehat dan ia mempunyai kemampuan untuk mengerjakan perbuatan dosa itu ia tidak akan mengerjakannya.

Juga karena dalam syari'at, orang yang tidak dapat melakukan ketaatan dikelompokkan dalam golongan orang yang mengerjakan ketaatan itu, jika niatnya benar. Seperti dalam hadis sahih:

"Jika seorang hamba sakit atau melakukan musafir, maka baginya ditulis pahala amal yang biasa ia lakukan saat sehat dan diam di rumah."

Dan dalam hadis sahih lainnya dari Rasulullah SAW :
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1942 seconds (0.1#10.140)