Nuzulul Qur'an: Kisah Nabi Muhammad SAW Menyendiri di Gua Hira di Bulan Ramadan

Kamis, 30 Maret 2023 - 18:39 WIB
loading...
Nuzulul Quran: Kisah...
Gua Hira tepat Nabi Muhammad menerima wahyu pertaka kali. Foto/Ilustrasi: al arabiya
A A A
Sebelum menjadi nabi dan rasul , Muhammad gemar menyendiri di Gua Hira pada tiap tahun di bulan Ramadan . Di pengasingan itu beliau melakukan tahannuth yaitu menjauhkan diri dari dosa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam melakukan ibadat selama dalam tahannuth itu adakah beliau menganut sesuatu syariat tertentu?

Dalam hal ini ulama-ulama berlainan pendapat. Dalam Tarikh-nya Ibn Kathir menceritakan sedikit tentang pendapat-pendapat mereka mengenai syariat yang digunakannya melakukan ibadat itu. Ada yang mengatakan menurut syariat Nuh , ada yang mengatakan menurut Ibrahim , yang lain berkata menurut syariat Musa , ada yang mengatakan menurut Isa dan ada pula yang mengatakan, yang lebih dapat dipastikan, bahwa ia menganut sesuatu syariat dan diamalkannya.

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" (Pustaka Jaya, 1980) menyebut barangkali pendapat yang terakhir ini lebih tepat daripada yang sebelumnya. Ini adalah sesuai dengan dasar renungan dan pemikiran yang menjadi kedambaan Muhammad.



Kendati demikian, Haekal mengatakan bahwa tahannuth biasa dilakukan golongan berpikir di kalangan orang-orang Arab pada zaman itu. Mereka selama beberapa waktu--biasanya di bulan Ramadan-- tiap tahun menjauhkan diri dari keramaian orang.

Mereka berkhalwat dan mendekatkan diri kepada tuhan-tuhan mereka dengan bertapa dan berdoa, mengharapkan diberi rejeki dan pengetahuan. "Pengasingan untuk beribadat semacam ini mereka namakan tahannuf dan tahannuth," ujar Haekal.

Menurut Haekal, di tempat ini rupanya Muhammad mendapat tempat yang paling baik guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam dirinya.

Juga, di tempat ini ia mendapatkan ketenangan dalam dirinya serta obat penawar hasrat hati yang ingin menyendiri, ingin mencari jalan memenuhi kerinduannya yang selalu makin besar, ingin mencapai ma'rifat serta mengetahui rahasia alam semesta.

Di puncak Gunung Hira --sejauh dua farsakh sebelah utara Makkah--terletak sebuah gua yang baik sekali buat tempat menyendiri dan tahannuth. Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun beliau pergi ke sana dan berdiam di tempat itu, cukup hanya dengan bekal sedikit yang dibawanya.

Beliau tekun dalam renungan dan ibadat, jauh dari segala kesibukan hidup dan keributan manusia. Ia mencari kebenaran, dan hanya kebenaran semata.



Haekal dalam tulisannya menggambarkan perenungan itu sebagai berikut:

Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran.

Di situ ia mengungkapkan dalam kesadaran batinnya segala yang disadarinya. Tambah tidak suka lagi ia akan segala prasangka yang pernah dikejar-kejar orang.

Ia tidak berharap kebenaran yang dicarinya itu akan terdapat dalam kisah-kisah lama atau dalam tulisan-tulisan para pendeta, melainkan dalam alam sekitarnya: dalam luasan langit dan bintang-bintang, dalam bulan dan matahari, dalam padang pasir di kala panas membakar di bawah sinar matahari yang berkilauan. Atau di kala langit yang jernih dan indah, bermandikan cahaya bulan dan bintang yang sedap dan lembut, atau dalam laut dan deburan ombak, dan dalam segala yang ada di balik itu, yang ada hubungannya dengan wujud ini, serta diliputi seluruh kesatuan wujud.

Dalam alam itulah ia mencari Hakekat Tertinggi. Dalam usaha mencapai itu, pada saat-saat ia menyendiri demikian jiwanya membubung tinggi akan mencapai hubungan dengan alam semesta ini, menembusi tabir yang menyimpan semua rahasia.

Ia tidak memerlukan permenungan yang panjang guna mengetahui bahwa apa yang oleh masyarakatnya dipraktikkan dalam soal-soal hidup dan apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, tidak membawa kebenaran samasekali.

Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya.



Hubal, Lat dan 'Uzza, dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Kakbah, tak pernah menciptakan, sekalipun seekor lalat, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Makkah.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3380 seconds (0.1#10.140)