Usaha Arabisasi Pemerintahan Utsmani yang Mengundang Pertentangan

Senin, 27 Juli 2020 - 08:05 WIB
loading...
A A A


"Kalau saya adalah musuh dari akal dan ilmu pengetahuan , apakah mungkin saya akan membuka universitas ? Jika saya adalah musuh ilmu pengetahuan, apakah mungkin saya membuka tempat khusus untuk para pengajar wanita di mana mereka tidak bercampur baur dengan kaum lelaki?” ujarnya.

Sultan menentang semua tindakan keluar rumah kalangan wanita yang tidak lagi memperhatikan nilai-nilai Islam. Dia selalu menyerang tindakan wanita yang larut dalam moralitas Barat yang kini merayap ke tengah-tengah wanita Utsmani.

Dalam sebuah surat kabar yang terbit di Istanbul pada tanggal 3 Oktober 1883 M, muncul sebuah keputusan pemerintah yang ditujukan kepada rakyat yang menggambarkan pandangan Sultan pribadi tentang selendang wanita.


Keputusan pemerintah itu menyebutkan, “Sesungguhnya sebagian wanita Utsmani yang belakangan ini keluar ke jalan-jalan memakai pakaian yang bertentangan dengan syariah. Sesungguhnya Sultan telah menyampaikan pada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengikis fenomena ini, sebagaimana Sultan juga memerintahkan akan keharusan para wanita untuk kembali memakai hijab yang disyariatkan secara sempurna dengan memakai cadar yang menutupi muka, jika mereka keluar ke jalan-jalan.”

Sehari setelah disebarkannya surat edaran resmi pemerintah ini, yakni pada tanggal 4 Oktober surat kabar Waqt yang terbit di Istanbul menulis, “Sesungguhnya masyarakat Utsmani secara umum mengatakan, bahwa keputusan ini adalah tepat dan menganggap sangat berguna.”

(2), (3) , ( 4 )

Sultan Abdul Hamid melihat bahwa lelaki dan wanita tidak sama dalam hal kepemimpinan (qawamah). Dia mengatakan, “Sepanjang Al-Qur’an mengatakan ini, maka masalahnya telah dianggap selesai tak ada peluang untuk membicarakannya tentang persamaan perempuan dengan lelaki." Dia berpendapat, sesungguhnya pemikiran persamaan wanita dan lelaki datang dari Barat.



Dia selalu melakukan pembelaan tentang poligami, pada saat media-media melakukan kritik keras terhadap praktik ini. Sultan mengatakan, “Mengapa sebagian kalangan terpelajar itu menentang masalah ini? Mengapa mereka tidak menyatakan penentangan yang sama terhadap adanya praktik-praktik ini di luar pemerintahan Utsmani, yang ada di sebagian kawasan Amerika dan Eropa?” Sultan menegaskan, “Prinsip poligami itu adalah mubah di dalam Islam. Kenapa harus ada penentangan untuk ini?"

Sultan sangat mendukung pendidikan wanita. Oleh sebab itulah dia mendirikan tempat khusus untuk para pengajar wanita, dengan harapan menghasilkan alumni yang siap diterjunkan untuk mengajar kalangan wanita.



Pada saat yang sama, Sultan tidak setuju dengan sistem campur-baur antara lelaki dan perempuan serta perempuan yang keluar rumah dengan tidak memakai pakaian yang sesuai dengan syariah.

Di masanya, wanita tidak diberi hak untuk duduk dalam masalah pemerintahan, apapun bentuknya. Peran wanita adalah di rumah dan mendidik generasi mendatang.



Ash-Shalabi mengatakan, Sultan memperlakukan kaum wanita dengan perlakuan yang sangat mulia yang sangat jarang dilakukan oleh banyak orang. Sultan sendiri dididik oleh istri ayahnya yang lain, karena ibu kandungnya meninggal pada saat dia masih kecil. Tatkala dia naik tahta sebagai Sultan, dia mengumumkan bahwa ibu tirinya itu adalah “ibu suri” yakni ratu dalam pengertian modern. Maka ratu yang ada di dalam istana waktu itu adalah ibu Sultan dan bukan isteri Sultan sebagaimana yang biasa terjadi di negara-negara lain.



Namun demikian, setelah dinobatkan sebagai Sultan dia menemui istri ayahnya yang sangat dia cintai dan dia mencium tangannya sambil berkata: “Berkat kasih dan sayangmu saya tidak merasakan ketidakhadiran ibu saya. Kau dalam pandanganku adalah ibuku sendiri, tidak ada bedanya. Aku telah jadikan engkau sebagai Sulthanah (ratu), yakni semua yang ada di istana ini adalah milikmu. Namun saya harap-dan saya sangat berharap-ibunda tidak campur tangan apapun bentuknya dalam masalah-masalah yang menyangkut pemerintahan. Besar atau pun kecil."



Sekolah Keluarga Arab
Sultan Abdul Hamid mendirikan sekolah untuk keluarga Arab di ibu kota Istanbul, sebagai pusat pemerintahan khilafah. Sekolah ini didirikan untuk pengajaran dan mempersiapkan anak-anak keluarga Arab yang datang dari wilayah Aleppo, Suriah, Baghdad, Bashrah, Mosul, Diyan Bakir, Tripoli Barat, Yaman, Yanghazi, Quds dan Dir Zuur.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2453 seconds (0.1#10.140)