Belajar Kehidupan dari Sosok Hindun binti 'Utbah
loading...
A
A
A
Sebaik-baiknya suri teladan bagi seluruh umat muslim adalah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Selain meneladani kisah nabi, sebagai muslimah juga dianjurkan untuk meneladani para shahabiyah (sahabat nabi perempuan atau perempuan-perempuan hebat dan agung pada zaman Rasulullah).
Tentu banyak shahabiyah yang sudah tidak asing lagi di telinga muslimah saat ini seperti Khadijah, Aisyah binti Abu Bakar, Fatimah binti Muhammad, dan masih banyak lagi. Nama shahabiyah yang satu ini juga pasti sudah tidak asing lagi yaitu Hindun binti 'Utbah. Ya, Hindun istri Abu Sufyan yang terkenal sebagai pemakan hati Singa Allah, Hamzah bin Abdul Mutalib.
Ia terkenal sebagai perempuan yang mulia, cerdas dan bijak di kalangan kaum Quraisy. Anaknya Muawiyah bin Abu Sofyan mendeskripsikan ibunya sebagai wanita yang sangat berbahaya di zaman jahilliyah tetapi menjadi perempuan yang mulia dan baik setelah ia menjadi seorang muslimah. Hindun pun menjadi bukti bahwa hanya Allah yang bisa membolak-balikkan hati manusia. Bagaimana bisa orang yang dulunya sangat benci kepada Islam kemudian berubah 180 derajat menjadi pembela Islam di garda terdepan? Kun fa yakun! Dan itulah yang terjadi pada cerita hidup Hindun binti ‘Utbah ini. (Baca juga : Inilah Sosok Bersahaja dan Ketaatan Istri Penguasa )
Hindun binti ‘Utbah bin Rabi’ah bin Abdul Syams Al-‘Absyamiyyah Al-Qurasyiyyah. Seorang perempuan Arab yang sangat terkenal baik sebelum periode Islam maupun setelahnya. Dia adalah ibunda Khalifah Bani Umayyah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Sosoknya sangat pemberani, memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, tekadnya kuat, cerdas dan memiliki kepribadian yang kuat. Hindun pernah menikah dua kali.
Yang pertama dengan Al-Fakih bin Al-Mughirah Al-Makhzumi, seorang pemuda Quraisy yang terpandang. Namun karena suaminya memiliki perangai tidak baik, Hindun bercerai dengannya. Dari pernikahan ini Hindun mendapat seorang putra bernama Aban. Setelah itu Hindun menikah dengan Abu Sufyan bin Harb dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Mu’awiyah dan ‘Utbah. Pada masa inilah Islam mengalami kejayaan di jazirah Arab.
Namun sayangnya, Hindun dan suaminya tidak mau menerima kebenaran Islam dan menolak masuk Islam. Bahkan, dia bersama suaminya membuat makar jahat untuk menghancurkan Islam hingga ke akar-akarnya.
Kisah Hindun, puncaknya terjadi saat perang Badar . Dalam peristiwa itu, pasukan Quraisy kalah telak. Allah Ta'ala memberi pertolongan kepada kaum muslimin dengan menurunkan para malaikat yang ikut bertempur untuk membantu mereka.
Dalam perang ini ’Utbah, Syaibah dan Al-Walid bin ‘Utbah yang merupakan ayah, paman, dan saudara kandungnya, tewas di tangan Hamzah, paman Nabi SAW. Setelah kejadian itu, tak ada yang dipikirkan Hindun kecuali membalas dendam.
Momen pembalasan dendam itu pun datang. Pasukan Quraisy sebanyak 3.000 orang dengan panglima tertinggi Abu Sufyan bin Harb bertolak ke Uhud. Seorang budak bernama Wahsyi dipersiapkan khusus untuk membunuh Hamzah. Wahsyi sangat ahli dalam melempar tombak. Sebagai imbalan, Wahsyi akan dimerdekakan dari statusnya sebagai budak jika berhasil membunuh Hamzah. Selain itu, juga akan diberi perhiasan-perhiasan mahal.
Ketika perang Uhud berkecamuk, perempuan-perempuan Quraisy di bawah pimpinan Hindun binti ‘Utbah menyelinap di antara barisan tentara sambil menabuh rebana untuk membangkitkan semangat pasukan dan mengobarkan api perang. Mereka berteriak kepada segenap pasukan dengan puisi-puisi yang membakar hati.
Di pihak kaum muslimin, Singa Allah (julukan Hamzah ra.) berapi-api di arena pertempuran . Sesaat kaum muslimin nampak menang. Namun sayang, para pemanah di atas bukit meninggalkan posisi mereka dan turun ke arena pertempuran untuk mengumpulkan harta rampasan yang telah ditinggalkan oleh pasukan musuh yang kalah.
Saat pasukan kaum muslimin lengah, tiba-tiba dari arah belakang muncul pasukan berkuda Quraisy menghabisi kaum muslimin. Kaum muslimin kocar-kacir. Hamzah meningkatkan kekuatan dan serangannya terhadap orang-orang musyrik. Namun ternyata, Wahsyi mengintai Hamzah. Wahsyi berlindung di belakang sebatang pohon atau batu untuk menunggu jarak Hamzah semakin dekat dengannya.
Wahsyi melemparkan tombaknya mengenai perut Hamzah hingga tembus ke belakang. Hamzah telah gugur di medan Uhud. Sadisnya, para perempuan Quraisy –termasuk Hindun- merusak tubuh-tubuh pasukan muslim yang telah gugur dengan cara yang sangat biadab. Setelah itu, Hindun naik ke puncak batu yang cukup besar, lalu berteriak sekeras-kerasnya,
“Kami telah membalas kekalahan pada perang Badar. Kecamuk perang kedua lebih dahsyat dari perang pertama. Aku tidak kuasa menahan kepedihan atas kematian ‘Utbah. Juga karena kehilangan saudara, paman, dan putra pertama. Pupus sudah kesumat yang menggelora di dalam dada. Wahsyi telah melampiaskan rasa sakit di dalam hati”
Ketika Hidayah Allah Itu Datang
Hindun tetap mempertahankan kesyirikannya selama lebih dari 20 tahun sampai Allah Subhanahu wa ta'ala membuka pintu hatinya untuk menerima Islam saat peristiwa pembebasan kota Makkah.
‘Aisyah radhiyallahu'anha menuturkan, Hindun datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, selama ini tidak ada golongan di dunia ini yang paling aku harapkan agar Allah membinasakannya daripada golonganmu. Tetapi, hari ini, tidak ada golongan di dunia ini yang paling aku harapkan agar Allah memuliakannya, daripada golonganmu.” Rasulullah SAW membalas, “Begitu juga aku. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya.” (HR Muslim)
Kepribadian Hindun binti ‘Utbah sangat jarang dimiliki perempuan lain. Ketika hidayah datang kepadanya, dia langsung dapat memupus noda-noda jahiliyahnya. Hatinya luluh. Dia tampil sebagai sosok sahabat perempuan yang sangat istimewa.
Allah Ta'ala membersihkan jiwanya dari kedengkian dan kebencian serta menyingkap pikirannya dari tabir jahiliah. Sesaat setelah menyatakan masuk Islam, dia langsung mengambil palu dan menghancurkan berhala yang ada di dalam rumahnya sampai hancur berkeping-keping seraya berkata, “Selama ini, kami terpedaya olehmu.”
Setelah masuk Islam, Hindun binti ‘Utbah berubah menjadi seorang ahli ibadah, rajin salat malam dan berpuasa. Ia sangat konsisten dengan status barunya (muslimah) sampai tiba saat yang membawa kegelapan bagi seluruh bumi ini, yaitu saat Rasulullah SAW wafat. (Baca juga : Adab dan Amalan Sunnah bagi Perempuan pada Hari Raya Idul Adha )
Tentu banyak shahabiyah yang sudah tidak asing lagi di telinga muslimah saat ini seperti Khadijah, Aisyah binti Abu Bakar, Fatimah binti Muhammad, dan masih banyak lagi. Nama shahabiyah yang satu ini juga pasti sudah tidak asing lagi yaitu Hindun binti 'Utbah. Ya, Hindun istri Abu Sufyan yang terkenal sebagai pemakan hati Singa Allah, Hamzah bin Abdul Mutalib.
Ia terkenal sebagai perempuan yang mulia, cerdas dan bijak di kalangan kaum Quraisy. Anaknya Muawiyah bin Abu Sofyan mendeskripsikan ibunya sebagai wanita yang sangat berbahaya di zaman jahilliyah tetapi menjadi perempuan yang mulia dan baik setelah ia menjadi seorang muslimah. Hindun pun menjadi bukti bahwa hanya Allah yang bisa membolak-balikkan hati manusia. Bagaimana bisa orang yang dulunya sangat benci kepada Islam kemudian berubah 180 derajat menjadi pembela Islam di garda terdepan? Kun fa yakun! Dan itulah yang terjadi pada cerita hidup Hindun binti ‘Utbah ini. (Baca juga : Inilah Sosok Bersahaja dan Ketaatan Istri Penguasa )
Hindun binti ‘Utbah bin Rabi’ah bin Abdul Syams Al-‘Absyamiyyah Al-Qurasyiyyah. Seorang perempuan Arab yang sangat terkenal baik sebelum periode Islam maupun setelahnya. Dia adalah ibunda Khalifah Bani Umayyah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Sosoknya sangat pemberani, memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, tekadnya kuat, cerdas dan memiliki kepribadian yang kuat. Hindun pernah menikah dua kali.
Yang pertama dengan Al-Fakih bin Al-Mughirah Al-Makhzumi, seorang pemuda Quraisy yang terpandang. Namun karena suaminya memiliki perangai tidak baik, Hindun bercerai dengannya. Dari pernikahan ini Hindun mendapat seorang putra bernama Aban. Setelah itu Hindun menikah dengan Abu Sufyan bin Harb dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Mu’awiyah dan ‘Utbah. Pada masa inilah Islam mengalami kejayaan di jazirah Arab.
Namun sayangnya, Hindun dan suaminya tidak mau menerima kebenaran Islam dan menolak masuk Islam. Bahkan, dia bersama suaminya membuat makar jahat untuk menghancurkan Islam hingga ke akar-akarnya.
Kisah Hindun, puncaknya terjadi saat perang Badar . Dalam peristiwa itu, pasukan Quraisy kalah telak. Allah Ta'ala memberi pertolongan kepada kaum muslimin dengan menurunkan para malaikat yang ikut bertempur untuk membantu mereka.
Dalam perang ini ’Utbah, Syaibah dan Al-Walid bin ‘Utbah yang merupakan ayah, paman, dan saudara kandungnya, tewas di tangan Hamzah, paman Nabi SAW. Setelah kejadian itu, tak ada yang dipikirkan Hindun kecuali membalas dendam.
Momen pembalasan dendam itu pun datang. Pasukan Quraisy sebanyak 3.000 orang dengan panglima tertinggi Abu Sufyan bin Harb bertolak ke Uhud. Seorang budak bernama Wahsyi dipersiapkan khusus untuk membunuh Hamzah. Wahsyi sangat ahli dalam melempar tombak. Sebagai imbalan, Wahsyi akan dimerdekakan dari statusnya sebagai budak jika berhasil membunuh Hamzah. Selain itu, juga akan diberi perhiasan-perhiasan mahal.
Ketika perang Uhud berkecamuk, perempuan-perempuan Quraisy di bawah pimpinan Hindun binti ‘Utbah menyelinap di antara barisan tentara sambil menabuh rebana untuk membangkitkan semangat pasukan dan mengobarkan api perang. Mereka berteriak kepada segenap pasukan dengan puisi-puisi yang membakar hati.
Di pihak kaum muslimin, Singa Allah (julukan Hamzah ra.) berapi-api di arena pertempuran . Sesaat kaum muslimin nampak menang. Namun sayang, para pemanah di atas bukit meninggalkan posisi mereka dan turun ke arena pertempuran untuk mengumpulkan harta rampasan yang telah ditinggalkan oleh pasukan musuh yang kalah.
Saat pasukan kaum muslimin lengah, tiba-tiba dari arah belakang muncul pasukan berkuda Quraisy menghabisi kaum muslimin. Kaum muslimin kocar-kacir. Hamzah meningkatkan kekuatan dan serangannya terhadap orang-orang musyrik. Namun ternyata, Wahsyi mengintai Hamzah. Wahsyi berlindung di belakang sebatang pohon atau batu untuk menunggu jarak Hamzah semakin dekat dengannya.
Wahsyi melemparkan tombaknya mengenai perut Hamzah hingga tembus ke belakang. Hamzah telah gugur di medan Uhud. Sadisnya, para perempuan Quraisy –termasuk Hindun- merusak tubuh-tubuh pasukan muslim yang telah gugur dengan cara yang sangat biadab. Setelah itu, Hindun naik ke puncak batu yang cukup besar, lalu berteriak sekeras-kerasnya,
“Kami telah membalas kekalahan pada perang Badar. Kecamuk perang kedua lebih dahsyat dari perang pertama. Aku tidak kuasa menahan kepedihan atas kematian ‘Utbah. Juga karena kehilangan saudara, paman, dan putra pertama. Pupus sudah kesumat yang menggelora di dalam dada. Wahsyi telah melampiaskan rasa sakit di dalam hati”
Ketika Hidayah Allah Itu Datang
Hindun tetap mempertahankan kesyirikannya selama lebih dari 20 tahun sampai Allah Subhanahu wa ta'ala membuka pintu hatinya untuk menerima Islam saat peristiwa pembebasan kota Makkah.
‘Aisyah radhiyallahu'anha menuturkan, Hindun datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, selama ini tidak ada golongan di dunia ini yang paling aku harapkan agar Allah membinasakannya daripada golonganmu. Tetapi, hari ini, tidak ada golongan di dunia ini yang paling aku harapkan agar Allah memuliakannya, daripada golonganmu.” Rasulullah SAW membalas, “Begitu juga aku. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya.” (HR Muslim)
Kepribadian Hindun binti ‘Utbah sangat jarang dimiliki perempuan lain. Ketika hidayah datang kepadanya, dia langsung dapat memupus noda-noda jahiliyahnya. Hatinya luluh. Dia tampil sebagai sosok sahabat perempuan yang sangat istimewa.
Allah Ta'ala membersihkan jiwanya dari kedengkian dan kebencian serta menyingkap pikirannya dari tabir jahiliah. Sesaat setelah menyatakan masuk Islam, dia langsung mengambil palu dan menghancurkan berhala yang ada di dalam rumahnya sampai hancur berkeping-keping seraya berkata, “Selama ini, kami terpedaya olehmu.”
Setelah masuk Islam, Hindun binti ‘Utbah berubah menjadi seorang ahli ibadah, rajin salat malam dan berpuasa. Ia sangat konsisten dengan status barunya (muslimah) sampai tiba saat yang membawa kegelapan bagi seluruh bumi ini, yaitu saat Rasulullah SAW wafat. (Baca juga : Adab dan Amalan Sunnah bagi Perempuan pada Hari Raya Idul Adha )