Maaf dan Marah Khalifah Abu Bakar kepada Kaum yang Murtad

Selasa, 04 Agustus 2020 - 05:00 WIB
loading...
Maaf dan Marah Khalifah Abu Bakar kepada Kaum yang Murtad
Ilustrasi Khalifah Abu Bakar. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
KISAH ini tentang kaum yang murtad setelah Rasulullah SAW wafat. Salah satunya adalah Qurrah bin Hubairah, pemimpin Banu Amir. Sekembalinya dari Oman menuju Madinah, Amr bin As singgah ke hunian Qurrah. Kala itu, sang pemimpin kabilah itu dan anak buahnya sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan Islam atau murtad . ( )

Tatkala Amr akan meneruskan perjalanan, Qurrah mengajak berbicara empat mata kepadanya. “He, orang-orang Arab pinggiran itu tidak senang kepada kamu sekalian karena upeti itu. Kalau kalian dapat membebaskan mereka dari pengambilan harta mereka, mereka akan setia dan patuh kepada kalian. Kalau tidak, tak ada jalan lain mereka sepakat akan melawan kalian,” ujarnya terkait permintaannya untuk tidak membayar zakat .

“Kau sudah berbalik jadi kafir, Qurrah? Kau mengancam dan menakut-nakuti kami dengan mereka itu?” jawab Amr balik mengancam.

Sikap Qurrah bin Hubairah ini agak aneh. Soalnya, tadinya dia dikenal sebagai penyembah berhala yang berakal. “Kami mempunyai – banyak tuhan laki-laki dan tuhan perempuan. Tuhan-tuhan itu kami panggil, tetapi tidak menyahut. Kami mohon sesuatu kepada mereka, tetapi mereka tidak memberi apa-apa,” ujarnya saat bertemu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. ( )

Setelah itu ia kemudian memeluk agama Islam. “Beruntunglah orang yang dikaruniai akal dan pikiran yang sehat,” ujar Rasulullah kepada Qurrah bin Hubairah, kala itu.

Tak disangka, setelah Rasulullah SAW wafat, dia masuk barisan orang yang enggan membayar zakat. Akhirnya Qurrah termasuk orang yang diperangi pasukan Khalid bin Walid.

Ia ditangkap Hisyam bin Al-Ash dan dibawanya kepada Khalid. Oleh Khalid, Qurrah pun dikirim sebagai tawanan ke Madinah untuk dihadapkan kepada
Khalifah Abu Bakar . Kepada Khalifah, Ia menolak dibilang murtad. “Khalifah Rasulullah, saya seorang Muslim, dan keislaman saya itu sudah disaksikan oleh Amr bin As. Ketika singgah ke tempat saya, saya terima dia, saya hormati dan saya lindungi dia,” ujarnya memelas.

Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memanggil Amr bin As dan menanyakan tentang Qurrah serta apa yang dikatakannya itu. Amr pun bercerita apa adanya. Setelah menyinggung soal zakat dan apa yang dikatakannya, Qurrah menyela sambil mengatakan: “Cukup!” ( )

Tetapi Amr berkata: “Tidak. Akan saya ceritakan semua yang kaukatakan.”

Selesai Amr menceritakan, Abu Bakar tersenyum dan Qurrah diselamatkan dari hukuman mati.

Politik Pemaaf
Muhammad Husain Haikal dalam As-Siddiq Abu Bakr mengatakan politik Abu Bakar memberi maaf itu bukan berarti suatu kelonggaran atau ragu dari pihaknya, tetapi dimaksudkan untuk meredam segala gejolak; tujuan untuk kebaikan Islam dan Muslimin. Di luar itu Abu Bakar tidak mengenal sikap lemah jika sudah menyangkut soal risalah Nabi Muhammad.

Contoh lainnya terjadi pada Alqamah bin Ulasah dari Banu Kalb. Pada suatu ketika ia masuk Islam kemudian murtad pada masa Rasulullah, kemudian ia bergabung dengan Syam melawan muslim.

Setelah Nabi Muhammad wafat, ia datang cepat-cepat dan bermarkas di Banu Kalb. Berita terkait Alqamah itu sampai kepada Abu Bakar. Beliau pun mengutus Qa'qa' bin Amr dengan perintah berangkat untuk menyerangnya, kalau-kalau ia dapat membawanya atau membunuhnya. “Ingat bahwa hati akan terobati bila sudah dituntaskan, dan berbuatlah dengan caramu sendiri,” ujar Khalifah Abu Bakar berpesan.

Qa'qa' berangkat dengan anak buahnya. Tetapi tidak berhasil menemui orang itu, karena ia sudah lari. Istri, anak-anaknya serta mereka yang tinggal di tempat itu semua kembali kepada Islam, dan mereka tidak mau membantu Alqamah.

Alqamah kemudian menemui Khalifah Abu Bakar dan menyatakan bertobat. Oleh Khalifah ia dilindungi dan dibebaskan dari hukuman mati, sebab dia tidak memerangi dan tidak melakukan pembunuhan terhadap kaum Muslimin.

Lain lagi sikap Khalifah Abu Bakar terhadap Fuja'ah Iyas bin Abd Yalail. Orang ini sudah datang menemui Abu Bakar dan berkata: "Berilah aku senjata dan tugaskan aku menghadapi siapa saja dari kaum murtad."

Ia pun diberi senjata dan diberi tugas seperti yang sudah ditentukan oleh Khalifah Abu Bakar. Tetapi senjata itu oleh Fuja'ah digunakan untuk menyerang kabilah-kabilah Sulaim, Amir dan Hawazin, baik yang Muslim maupun yang murtad, dan tidak sedikit dari kalangan Muslimin yang dibunuhnya.



Mendapati yang demikian Khalifah Abu Bakar mengirim Turaifah bin Hajiz dalam satu pasukan untuk menyerang Fuja'ah dan kawan-kawannya, yang kemudian berhasil menangkap dan membawanya sebagai tawanan.

Abu Bakar memerintahkan memasang api di Baqi' dengan kayu yang sebanyak-banyaknya. Orang itu kemudian dilemparkan ke dalamnya dan ia mati terbakar.

Haekal menyatakan sekiranya Fuja'ah tidak sampai membunuhi Muslimin, niscaya ia tidak akan mengalami kematian yang begitu kejam, dan karena kejamnya itu pula Khalifah Abu Bakar di kemudian hari merasa menyesal: sekiranya yang demikian itu tidak terjadi.

Selanjutnya ada juga kisah Abu Syajrah bin Abdul Uzza, yang peristiwanya hampir sama dengan kejadian pada Uyainah, Qurrah dan Alqamah di atas.



Abu Syajrah ini anak Khansa', penyair perempuan yang cukup terkenal karena sajak-sajak eleginya atau ratapannya terhadap kematian saudaranya, Sakhr. Orang ini juga seorang penyair dan menggabungkan diri dengan kaum murtad. Dengan sajak-sajaknya ia mengerahkan mereka untuk memerangi Muslimin. Di antaranya ia mengatakan: "Kutujukan tombakku kepada pasukan Khalid, sesudah itu aku berharap masih akan panjang umur."

Setelah usahanya hendak mengerahkan orang melawan Khalid tak berhasil dan melihat orang justru kembali kepada Islam, dia pun akhirnya kembali juga kepada Islam. Ia diterima oleh Abu Bakar dan dimaafkan bersama dengan yang lain.

Pada masa Umar menjadi khalifah, Abu Syajrah mendatanginya ketika Umar sedang membagi-bagikan sedekah kepada fakir miskin. Dia berkata kepada Umar: "Amirulmukminin, saya termasuk orang miskin."



“Siapa kau?” tanya Umar.

Setelah memperkenalkan diri, Umar berkata: “Hai kau musuh Tuhan! Kau yang berkata hendak membidikkan tombakmu kepada Khalid dan kau masih ingin panjang umur?”

Kepala orang itu oleh Umar dilecut dengan cambuk, yang kemudian ia lari menuju untanya dan kembali kepada kabilahnya Banu Sulaim. (Baca juga: Akhlak Umar bin Khattab dan Kesedihannya Ketika Nabi Wafat)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1736 seconds (0.1#10.140)