Wasiat Umar bin Khattab Menjelang Wafat: Pilih 6 Sahabat untuk Menggantikannya

Selasa, 19 Desember 2023 - 13:40 WIB
loading...
Wasiat Umar bin Khattab Menjelang Wafat: Pilih 6 Sahabat untuk Menggantikannya
Khalifah Umar bin Khattab menunjuk 6 orang sahabat Nabi Muhammad SAW sebagai calon penggantinya. Ilustrasi: arti station
A A A
Khalifah Umar bin Khattab menunjuk 6 orang sahabat Nabi Muhammad SAW sebagai calon penggantinya. Mereka adalah Utsman bin Affan , Ali bin Abi Thalib , Zubair bin Awwam , Talhah bin Ubaidillah, Abdur-Rahman bin Auf dan Sa'ad bin Abi Waqqas .

"Kala itu, semua orang Arab sudah melibatkan diri dalam perang dengan Persia dan Romawi, masing-masing kabilah sudah mendakwakan diri berhak masuk dalam pemilihan khalifah," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Al-Faruq Umar " yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987).

Oleh karena itu, tak lama setelah pertukaran pendapat itu, jabatan khalifah kemudian dimusyawarahkan di antara enam orang tokoh tersebut.



Mengenai pergantian mereka sebagai khalifah, yang terkenal sekali kata-kata Umar ini: "Saya tidak melihat ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada mereka; ketika akan wafat Rasulullah merasa sangat senang hati terhadap mereka; maka siapa pun di antara mereka yang terpilih, dialah yang menjadi khalifah sesudah saya."

Sesudah nama-nama keenam orang itu disebutkan, ia melanjutkan: "Kalau pilihan jatuh pada Sa'ad, maka dialah orangnya. Tetapi kalaupun tidak, siapa saja yang menjadi khalifah, berikanlah perhatian kepadanya. Saya memecatnya bukan karena ketidakmampuannya atau karena pengkhianatan."

Orang sudah tahu apa yang telah dikerjakan Umar. Mereka senang dengan hasil pekerjaannya itu. Orang-orang yang diajak bermusyawarah soal pencalonan khalifah itu dipanggilnya lalu katanya:

"Ali, demi Allah, sungguh sangat kuharapkan, jika Anda yang memegang pimpinan, hendaklah Anda mengajak Banu Hasyim ikut bertanggung jawab terhadap semua orang!"

"Usman, demi Allah, sungguh sangat kuharapkan, jika Anda yang memegang pimpinan, hendaklah Anda mengajak Banu Abu Mua'it ikut bertanggung jawab terhadap semua orang!"



"Sa'ad, demi Allah, sungguh sangat kuharapkan, jika Anda yang memegang pimpinan, hendaklah Anda mengajak keluarga dekatmu ikut bertanggung jawab terhadap semua orang! Dan dia mengimbau yang lain juga seperti itu."

Kemudian katanya: "Pergilah kalian dan bermusyawarahlah, kemudian putuskanlah segala persoalan kalian, dan biarlah Suhaib mengimami salat jamaah."

Umar sangat mengharapkan sekiranya musyawarah mereka itu selesai dan berhasil memilih penggantinya sebelum ia menemui ajal, supaya sesudah itu ia dapat meninggalkan nasib Islam dan kedaulatan Islam dengan keadaan tenang.

Oleh karenanya disuruhnya Abdullah anaknya ikut bermusyawarah bersama mereka, tanpa berhak mencampuri persoalan itu karena hubungan mereka dengan dia.

Abdullah bin Umar meriwayatkan:

Mereka kemudian pergi bermusyawarah. Usman memanggilku sekali atau dua kali supaya aku melibatkan diri dalam soal ini, tetapi aku menolak, mengingat apa yang dikatakan ayah mengenai masalah mereka itu.



Kecuali demi kebenaran jarang sekali saya melihat dia menggerakkan bibirnya mengenai soal apa pun. Setelah Usman berulang kali mendesak, saya katakan kepadanya: Tidakkah Anda mengerti juga? Kalian sudah mau mengangkat seorang amir sementara Amirulmukminin masih hidup! Sungguh, seolah-olah saya membangunkan Umar dari tidurnya lalu berkata:

'Berilah waktu, kalau terjadi sesuatu terhadap diri saya, biarlah Suhaib mengimami salat kalian selama tiga malam ini. Setelah itu bersepakatlah kalian. Barang siapa di antara kalian ada yang mengangkat diri sebagai pemimpin tanpa kesepakatan kaum Muslimin, penggallah lehernya."'

Tatkala terjadi penikaman terhadap Umar bin Khattab oleh Abu Lu'lu'ah Fairuz, budak al-Mugirah, Talhah bin Ubaidillah sedang tak ada di Madinah. Oleh karenanya, setelah ia meminta ditangguhkan ia berkata: "Tunggulah saudaramu itu selama tiga hari sampai dia datang; kalau tidak putuskanlah di antara kalian."

Umar seolah-olah khawatir mereka akan berselisih setelah ia wafat, dan perselisihan mereka akan menjurus pada pemberontakan. Kelompok Banu Hasyim akan membela Ali, golongan Abu Mua'it akan membela Usman dan golongan militer akan membela Zubair, Talhah atau Sa'ad, dan mereka semua panglima-panglima terkemuka.

Untuk itu ia memanggil kaum Ansar, dan katanya kepada mereka: "Masukkanlah mereka ke dalam sebuah rumah selama tiga hari. Biarlah mereka bersikap yang sebenarnya, kalau tidak masuklah kalian dan penggal kepala mereka."



Kemudian ia memanggil Abu Talhah al-Ansari, orang yang terbilang pemberani yang tak banyak jumlahnya, dan katanya kepadanya: "Berjaga-jagalah di pintu dan jangan biarkan siapa pun masuk."

Sumber lain menyebutkan ia berkata: "Abu Talhah, bergabunglah Anda dengan lima puluh orang Ansar rekan-rekan Anda dan bersama beberapa orang anggota Majelis Syura. Saya rasa mereka akan bertemu di rumah salah seorang dari mereka. Berjaga-jagalah di pintu bersama teman-temanmu itu. Jangan biarkan dari mereka ada yang masuk, juga mereka jangan dibiarkan berlarut-larut sampai tiga hari belum ada yang terpilih. Andalah yang menjadi wakil saya pada mereka!"

Haekal mengatakan andaikata Umar menunjuk salah seorang dari yang enam orang tersebut, mungkinkah kaum Muslimin menyetujui pilihannya itu seperti ketika menyetujui pilihan Abu Bakar terhadap Umar? Kalau memang dengan cara itu Umar yakin, niscaya ia tidak akan ragu melakukannya.

Akan tetapi di depannya sudah terlihat tanda-tanda yang membuatnya tidak yakin. Dengan demikian itu ia berkata kepada mereka: "Barang siapa di antara kalian ada yang mengangkat diri selaku kepala pemerintahan tanpa musyawarah dengan kaum Muslimin, penggallah lehernya."



Orang setuju dengan kekhalifahan Usman sampai beberapa tahun sesudah Umar. Tetapi sesudah berlangsung lama mereka mulai kesal kepadanya, mereka memberontak dan kemudian membunuhnya.

Sesudah dia terbunuh terjadilah perang saudara di antara kaum Muslimin, yang berkesinambungan sampai bertahun-tahun. Kejadian ini membuktikan bahwa kekhawatiran Umar akan timbulnya perselisihan antargolongan itu tidaklah berlebihan.

Dia benar-benar menyadari apa yang bergejolak dalam hati mereka, dengan perkiraan, bahwa fanatisme kesukuan yang sudah tak ada lagi, sejak Rasulullah menaungi jazirah Arab dengan panjinya, ada tanda-tanda akan timbul lagi.

Menurut Haekal, dengan meluasnya wilayah adakalanya memberi peluang menyebar dan berkobarnya api kesukuan. Karenanya, untuk mengatasi masalah penggantian khalifah itu ia berusaha supaya dilakukan dengan jalan syura di antara keenam tokoh itu.

Cara ini adalah yang terbaik dalam menghadapi situasi waktu itu dan ternyata berhasil, yang berjalan sampai selama sepuluh tahun sepeninggalnya. Tetapi beberapa motivasi yang memang dikhawatirkan oleh Umar tak pernah berhenti menggerakkan nafsu yang berakar dalam jiwa mereka.

Nafsu jahat ini yang memang lebih banyak mempengaruhi akal sehat, yang akhirnya menjurus pada apa yang terjadi dalam sejarah umat Islam setelah dua puluh lima tahun Rasulullah SAW wafat.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2766 seconds (0.1#10.140)