Kontroversi Usamah, Panglima Perang yang Masih Belia (3)
loading...
A
A
A
SETELAH sukses mengusir pasukan Romawi dari perbatasan Arab, pasukan muslim kembali ke Madinah . Pemimpin perang yang masih belia, Usamah bin Zaid tidak lantas tergila-gila dengan kemenangan itu. la kembali sementara usia mudanya bertambah agung dengan kemenangannya itu.
Baca juga: Kontroversi Usamah, Panglima Perang yang Masih Belia ( 1 ) dan ( 2 )
Kaum Muhajirin dan Ansar yang tadinya menggerutu karena kepemimpinan Usamah, sekarang merasa bangga dengan perjuangan anak muda itu serta keberaniannya yang luar biasa di medan perang.
Dengan penuh iman mereka mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam: "Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan." ( )
Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut pemimpin-pemimpin militer yang pernah berjaya tak pernah membayangkan bahwa Usamah akan maju menelusuri jejak musuh. Soalnya, karena politik yang biasa dijalankan oleh Rasulullah dan yang terbayang dalam pikiran semua kaum Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Romawi, tidak menyinggung Romawi sendiri yang menyerbu daerah Arab sebagai pembalasan untuk orang-orang Yahudi atau yang, lain yang pernah berkomplot terhadap kaum Muslimin.
Wajar saja bila Romawi dengan kerajaannya yang begitu luas serta pengaruh kekuasaannya yang besar itu namanya masih menggoncangkan semua bangsa. Tetapi hal itu tidak mengubah perselisihan yang ada antara pihak Arab dengan Romawi sebagai pihak yang berkuasa sampai tahun-tahun terakhir masa hidup Nabi.
Bukankah Dihyah al-Kalbi sudah pergi membawa surat Nabi kepada Heraklius, dan Heraklius sedang dalam puncak kejayaannya pada tahun ketujuh Hijri itu, atau tiga tahun sebelum Nabi wafat? ( )
Dia sudah menyaksikan sendiri betapa kuatnya kerajaan Romawi waktu itu! Dan orang-orang Yahudi, bukankah pada tahun ketujuh Hijri itu mereka juga sudah berangkat ke Palestina menyusul kekalahan mereka di Khaibar, Fadak dan Taima'?
Hati mereka memikul dendam kepada Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Mereka bersekongkol menghasut pihak Romawi agar menyerbu Muslimin dengan membawa sukses seperti sudah terbukti ketika memerangi Persia yang juga telah berhasil.
Sudah tentu pihak Muslimin akan menjaga perbatasannya sendiri dari serbuan Romawi. Dan Usamah setelah mendapat kemenangan menghadapi musuh, ia menarik pasukannya kembali ke Madinah untuk mendampingi Khalifah Abu Bakar bersama-sama dengan kaum Muslimin yang lain, tanpa bermaksud hendak menyerang Romawi. ( )
Menurut Haekal, tak seorang pun membayangkan bahwa perang itu akan pecah juga setelah dua tahun kemudian, dimulai oleh Khalifah Abu Bakar sesuai dengan jalannya peristiwa, dan diselesaikan oleh para penggantinya yang kemudian, dan dengan demikian dapat menghancurkan imperium Romawi yang selama berabad-abad ditakuti sehingga semua bangsa tunduk di bawah telapak kakinya.
Abu Bakar Sambut Usamah
Dengan pasukan yang sudah berjaya itu Usamah kembali, dan Khalifah Abu Bakar menyambutnya di luar kota Madinah. Abu Bakar datang menyongsongnya bersama-sama sejumlah kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka.
Semua mereka dalam suasana gembira, ditambah lagi dengan penduduk Madinah yang menyusul Khalifah Abu Bakar dan rombongannya. Mereka bersorak sorai gembira sebagai penghargaan atas keberanian Usamah dan pasukannya itu. ( )
Begitu ia memasuki kota Madinah dengan kemenangan yang membawa kebanggaan itu, langsung ia menuju masjid melakukan salat syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya dan kepada Muslimin.
Pasukan itu pulang kembali ke Madinah setelah empat puluh hari, ada juga yang menyebutkan sesudah tujuh puluh hari sejak keluar dari kota itu.
Ada beberapa Orientalis yang berupaya hendak meremehkan dan memperkecil arti ekspedisi itu, termasuk luapan gembira dan penghargaan kaum Muslimin atas mereka yang telah membawa kemenangan itu.
Orientalis V. Vacca, editor "Usamah" dalam Da'iratul Ma'arif allslamiyah mengatakan "Kemenangan Usamah ini telah membawa kegembiraan dalam hati penduduk Madinah setelah dirisaukan oleh adanya perang ‘Riddah’. Kemenangan itu menjadi begitu penting, tidak sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Bahkan kemudian dianggap sebagai pembuka jalan adanya serangan yang ditujukan ke Syam."
Memang benar peperangan ini tidak besar dibandingkan dengan arti perang zaman sekarang, juga tidak besar dibandingkan dengan beberapa peperangan yang pernah terjadi waktu itu.
Usamah memang membatasi serangannya yang mendadak terhadap kabilah-kabilah itu dan merampas mereka tanpa harus menemui pasukan Romawi. Tetapi yang jelas, peristiwa ini membawa pengaruh besar dalam kehidupan kaum Muslimin, dan dalam kehidupan orang-orang Arab yang berpikir hendak mengadakan pemberontakan, dan dalam kehidupan Romawi sendiri yang bermaksud melebarkan sayapnya sampai ke perbatasan.
Musuh-musuh mereka dari kalangan Arab yang mendengar berita ekspedisi itu berkata: "Kalau mereka tidak punya kekuatan tentu tidak akan mengirimkan pasukan yang akan menimbulkan rasa iri pada kabilah-kabilah yang kuat yang jauh dari mereka."
Pengaruh Gerakan Usamah
Menurut Haekal, ketika berita ekspedisi itu disampaikan kepada Heraklius, ia terkejut sekali. Ia segera mengirimkan pasukan yang berkekuatan besar ke Balqa'. Ini suatu bukti yang nyata bahwa pihak Muslimin setelah peristiwa ekspedisi ini benar-benar diperhitungkan, baik oleh Romawi maupun oleh orang-orang Arab sendiri, sehingga pihak Arab bagian utara — selain Dumat al-Jandal (Dumatul Jandal) — tidak lagi menghasut untuk menyerbu Madinah.
Selain di bagian utara, di seluruh Semenanjung Arab itu keadaannya tidak demikian. Kabilah-kabilah di tempat-tempat lain semua mau membangkang pada saat-saat terakhir kehidupan Nabi, dan sebagian mereka bahkan mendakwakan diri nabi.
Kalau tidak karena rasa takut yang menguasai kabilah-kabilah dan mereka yang mengaku-ngaku nabi itu karena sikap Rasulullah yang tegas serta keberanian kaum Muslimin di samping iman mereka yang tangguh, niscaya akan banyak daerah yang akan mengadakan pembangkangan.
Setelah Rasulullah wafat, orang-orang Arab itu banyak yang murtad, baik secara bersama-sama atau masing-masing kabilah sendiri-sendiri. Di sana sini kaum munafik bermunculan, orang-orang Yahudi dan Nasrani bersiap-siap.
Pihak Muslimin sendiri memang dalam kegelisahan setelah Nabi tiada, sedang jumlah mereka tidak banyak. Sebaliknya pihak musuh tidak sedikit jumlahnya. Menghadapi hal demikian perlu ada suatu politik yang tegas dan bijaksana, yang akan dapat mengembalikan segala sesuatunya ke tempat semula, membela agama Allah sejak dari awal pertumbuhannya.
Dan inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakar tatkala mengerahkan pahlawan-pahlawan Islam itu menghadapi kaum murtad dan para pembangkang terhadap agama Allah dan Rasul-Nya. (
Baca juga: Kontroversi Usamah, Panglima Perang yang Masih Belia ( 1 ) dan ( 2 )
Kaum Muhajirin dan Ansar yang tadinya menggerutu karena kepemimpinan Usamah, sekarang merasa bangga dengan perjuangan anak muda itu serta keberaniannya yang luar biasa di medan perang.
Dengan penuh iman mereka mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam: "Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan." ( )
Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut pemimpin-pemimpin militer yang pernah berjaya tak pernah membayangkan bahwa Usamah akan maju menelusuri jejak musuh. Soalnya, karena politik yang biasa dijalankan oleh Rasulullah dan yang terbayang dalam pikiran semua kaum Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Romawi, tidak menyinggung Romawi sendiri yang menyerbu daerah Arab sebagai pembalasan untuk orang-orang Yahudi atau yang, lain yang pernah berkomplot terhadap kaum Muslimin.
Wajar saja bila Romawi dengan kerajaannya yang begitu luas serta pengaruh kekuasaannya yang besar itu namanya masih menggoncangkan semua bangsa. Tetapi hal itu tidak mengubah perselisihan yang ada antara pihak Arab dengan Romawi sebagai pihak yang berkuasa sampai tahun-tahun terakhir masa hidup Nabi.
Bukankah Dihyah al-Kalbi sudah pergi membawa surat Nabi kepada Heraklius, dan Heraklius sedang dalam puncak kejayaannya pada tahun ketujuh Hijri itu, atau tiga tahun sebelum Nabi wafat? ( )
Dia sudah menyaksikan sendiri betapa kuatnya kerajaan Romawi waktu itu! Dan orang-orang Yahudi, bukankah pada tahun ketujuh Hijri itu mereka juga sudah berangkat ke Palestina menyusul kekalahan mereka di Khaibar, Fadak dan Taima'?
Hati mereka memikul dendam kepada Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Mereka bersekongkol menghasut pihak Romawi agar menyerbu Muslimin dengan membawa sukses seperti sudah terbukti ketika memerangi Persia yang juga telah berhasil.
Sudah tentu pihak Muslimin akan menjaga perbatasannya sendiri dari serbuan Romawi. Dan Usamah setelah mendapat kemenangan menghadapi musuh, ia menarik pasukannya kembali ke Madinah untuk mendampingi Khalifah Abu Bakar bersama-sama dengan kaum Muslimin yang lain, tanpa bermaksud hendak menyerang Romawi. ( )
Menurut Haekal, tak seorang pun membayangkan bahwa perang itu akan pecah juga setelah dua tahun kemudian, dimulai oleh Khalifah Abu Bakar sesuai dengan jalannya peristiwa, dan diselesaikan oleh para penggantinya yang kemudian, dan dengan demikian dapat menghancurkan imperium Romawi yang selama berabad-abad ditakuti sehingga semua bangsa tunduk di bawah telapak kakinya.
Abu Bakar Sambut Usamah
Dengan pasukan yang sudah berjaya itu Usamah kembali, dan Khalifah Abu Bakar menyambutnya di luar kota Madinah. Abu Bakar datang menyongsongnya bersama-sama sejumlah kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka.
Semua mereka dalam suasana gembira, ditambah lagi dengan penduduk Madinah yang menyusul Khalifah Abu Bakar dan rombongannya. Mereka bersorak sorai gembira sebagai penghargaan atas keberanian Usamah dan pasukannya itu. ( )
Begitu ia memasuki kota Madinah dengan kemenangan yang membawa kebanggaan itu, langsung ia menuju masjid melakukan salat syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya dan kepada Muslimin.
Pasukan itu pulang kembali ke Madinah setelah empat puluh hari, ada juga yang menyebutkan sesudah tujuh puluh hari sejak keluar dari kota itu.
Ada beberapa Orientalis yang berupaya hendak meremehkan dan memperkecil arti ekspedisi itu, termasuk luapan gembira dan penghargaan kaum Muslimin atas mereka yang telah membawa kemenangan itu.
Orientalis V. Vacca, editor "Usamah" dalam Da'iratul Ma'arif allslamiyah mengatakan "Kemenangan Usamah ini telah membawa kegembiraan dalam hati penduduk Madinah setelah dirisaukan oleh adanya perang ‘Riddah’. Kemenangan itu menjadi begitu penting, tidak sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Bahkan kemudian dianggap sebagai pembuka jalan adanya serangan yang ditujukan ke Syam."
Memang benar peperangan ini tidak besar dibandingkan dengan arti perang zaman sekarang, juga tidak besar dibandingkan dengan beberapa peperangan yang pernah terjadi waktu itu.
Usamah memang membatasi serangannya yang mendadak terhadap kabilah-kabilah itu dan merampas mereka tanpa harus menemui pasukan Romawi. Tetapi yang jelas, peristiwa ini membawa pengaruh besar dalam kehidupan kaum Muslimin, dan dalam kehidupan orang-orang Arab yang berpikir hendak mengadakan pemberontakan, dan dalam kehidupan Romawi sendiri yang bermaksud melebarkan sayapnya sampai ke perbatasan.
Musuh-musuh mereka dari kalangan Arab yang mendengar berita ekspedisi itu berkata: "Kalau mereka tidak punya kekuatan tentu tidak akan mengirimkan pasukan yang akan menimbulkan rasa iri pada kabilah-kabilah yang kuat yang jauh dari mereka."
Pengaruh Gerakan Usamah
Menurut Haekal, ketika berita ekspedisi itu disampaikan kepada Heraklius, ia terkejut sekali. Ia segera mengirimkan pasukan yang berkekuatan besar ke Balqa'. Ini suatu bukti yang nyata bahwa pihak Muslimin setelah peristiwa ekspedisi ini benar-benar diperhitungkan, baik oleh Romawi maupun oleh orang-orang Arab sendiri, sehingga pihak Arab bagian utara — selain Dumat al-Jandal (Dumatul Jandal) — tidak lagi menghasut untuk menyerbu Madinah.
Selain di bagian utara, di seluruh Semenanjung Arab itu keadaannya tidak demikian. Kabilah-kabilah di tempat-tempat lain semua mau membangkang pada saat-saat terakhir kehidupan Nabi, dan sebagian mereka bahkan mendakwakan diri nabi.
Kalau tidak karena rasa takut yang menguasai kabilah-kabilah dan mereka yang mengaku-ngaku nabi itu karena sikap Rasulullah yang tegas serta keberanian kaum Muslimin di samping iman mereka yang tangguh, niscaya akan banyak daerah yang akan mengadakan pembangkangan.
Setelah Rasulullah wafat, orang-orang Arab itu banyak yang murtad, baik secara bersama-sama atau masing-masing kabilah sendiri-sendiri. Di sana sini kaum munafik bermunculan, orang-orang Yahudi dan Nasrani bersiap-siap.
Pihak Muslimin sendiri memang dalam kegelisahan setelah Nabi tiada, sedang jumlah mereka tidak banyak. Sebaliknya pihak musuh tidak sedikit jumlahnya. Menghadapi hal demikian perlu ada suatu politik yang tegas dan bijaksana, yang akan dapat mengembalikan segala sesuatunya ke tempat semula, membela agama Allah sejak dari awal pertumbuhannya.
Dan inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakar tatkala mengerahkan pahlawan-pahlawan Islam itu menghadapi kaum murtad dan para pembangkang terhadap agama Allah dan Rasul-Nya. (
(mhy)