Bagaimana Hukum Pemilu dalam Islam? Ada yang Mengharamkan

Jum'at, 02 Februari 2024 - 13:08 WIB
loading...
A A A
(2) Kenyataan dalam sejarah Islam dan riwayat Islam menunjukkan adanya sebuah proses pemilu.

(3) Syariat Islam datang membawa pengakuan bagi peran dan rida rakyat dalam baiat serta tidak menetapkan batasan metode yang dengannya diketahui keridaan itu. Pemilu termasuk salah satu metode aktual yang digunakan untuk mengetahui keridaan rakyat.

Di samping itu, tidak ada dalil yang menunjukkan pelarangan dan tidak pula yang membatasi metodenya dengan sarana-sarana tertentu.



(4) Umatlah yang merupakan pemilik hak dalam pemilihan seorang hakim atau kepala negara. Jika demikian, maka bagi mereka hak terlibat secara langsung dalam pemilihan atau melalui wakil-wakilnya dari kalangan ahl al-hall wa al-‘aqd.

(5) Metode pengangkatan seorang khalifah atau kepala negara termasuk dalam kategori ijtihadiyah. Tidak ada dalil khusus yang membatasinya dengan satu metode tertentu, sebab ia berbeda menurut perbedaan tempat dan zaman. Dibolehkan menempuh metode apa saja dalam pemilihan pemimpin selama tidak bertentangan dengan nas-nas syarak.

(6) Pemilihan umum merupakan metode aktual yang dengannya dapat diketahui pandangan rakyat secara adil dan obyektif. Mereka yang berbeda dengan metode ini tentu tidak memiliki dalil yang sahih. Ketika mereka ingin mengetahui tentang ahl al-hall wa al-‘aqd serta metode dan batasan yang digunakan untuk zaman sekarang, adakah cara selain metode pemilu? Bagaimana mereka menjamin perpindahan kekuasaan serta mencegah aturan-aturan politik dari kezaliman tanpa melalui proses pemilu.29

(7) Allah SWT memuji kaum mukmin yang telah menyeru kepada yang makruf dan mencegah kemunkaran sebagaimana dalam QS Âli ‘Imrân [3]: 110 yang artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah”, dan QS Âli ‘Imrân [3]: 104 yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang makruf dan mencegah yang munkar.



(8) Tidak mungkin seluruh umat menegakkan kewajiban dan tidak pula selain kewajiban kifâ’î. Hendaknya bagi mereka mengambil asas perwakilan, yaitu manusia menyerahkan kewajiban tersebut kepada wakil mereka.

Masalah ini yang terjadi dan diwujudkan dalam pemilu yang dipraktekkan saat ini untuk memilih perwakilan rakyat kepada orang-orang yang akan menegakkan kewajiban kifâyah tersebut.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1570 seconds (0.1#10.140)