Teguran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani: Dib-Dib yang Mengerikan

Selasa, 27 Oktober 2020 - 06:29 WIB
loading...
Teguran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani: Dib-Dib yang Mengerikan
Ilustrasi/Ist
A A A
'JALAN' ini diadakan oleh para pengikut Syaikh Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia tahun 1166, dan menggunakan terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang Rosicrucia di Eropa.( )

Idries Shah dalam bukunya berjudul The Way of the Sufi dan diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha menjadi " Jalan Sufi : Reportase Dunia Ma'rifat" menyebutkan ringkasan berikut, termasuk materi pelajaran tradisional dari disiplin Qadiriyah dan juga beberapa pokok ucapan atau teguran Abdul Qadir sendiri. ( )


Dib-Dib yang Mengerikan


Suatu malam seorang pencuri bermaksud merampok seorang perempuan tua, merayap di atas jendela yang terbuka rumahnya. Perempuan tua itu tengah terbaring di atas tempat tidurnya dan si pencuri mendengar pembicaraannya yang penuh emosi, dalam suatu kondisi yang sangat asing.

Dia berkata: "Aaah ... Dib-Dib, Dib-Dib yang mengerikan! Dib-Dib yang buruk sekali inilah yang akan menjadi akhir dariku."

Sang pencuri berpikir: "Perempuan malang ini tengah menderita oleh penyakit menular Dib-Dib yang mengerikan, yang aku belum pernah dengar sebelumnya!" ( )

Kemudian, sebagaimana ratapan perempuan yang bertambah keras, sang pencuri mulai berkata kepada dirinya sendiri: "Sudahkah aku tertular? Bagaimanapun juga, aku hampir menangkap nafasnya sebagaimana aku bersandar di sepanjang jendela ini..."

Semakin banyak dia berpikir mengenai hal itu, maka dia makin merasa takut bahwa dia telah sungguh-sungguh mengidap Dib-Dib yang mengerikan. Dalam beberapa saat seluruh anggota badannya telah gemetar. Dia pun kembali ke rumah, berjalan terhuyung-huyung kepada istrinya, mengerang dan merintih. ( )

"Dib-Dib pertanda buruk, Bagaimana bisa menjadi suatu yang meragukan, bahwa Dib-Dib yang terkutuk telah mendapatkanku di dalam genggamannya "

Istrinya merebahkannya di atas tempat tidur, dengan penuh perasaan takut. Sesuatu mengerikan apakah yang telah menyerang suaminya? Dia membayangkan pertama, bahwa dia tentu telah diserang dari atas oleh sesuatu binatang buas yang disebut Dib-Dib. Tetapi, sepertinya dia kehilangan hubungan yang masuk akal dan tetap tidak menemukan tanda-tanda atasnya, dia mulai takut bahwa hal itu suatu peristiwa yang terjadi atas campur tangan supranatural.

Orang yang dia tahu paling memenuhi syarat berkait dengan masalah-masalah serupa itu, sudah tentu orang suci setempat.

Dia diakui sebagai seorang tokoh agama, ahli hukum, dikenal sebagai Faqih yang bijak.

Perempuan itu segera pergi ke rumah orang bijak tersebut dan memintanya agar mau menengok suaminya. Sang Faqih, berpikir bahwa hal ini mungkin benar-benar menjadi suatu dasar di dalam mana kesucian khususnya dapat dipergunakan, segera dia pergi ke sisi tempat tidur si pencuri.( )

Si pencuri, ketika dia melihat orang suci berada di sisinya, berpikir bahwa akhir (hidup)-nya pasti lebih dekat daripada rasa takutnya. Mengerahkan segala kekuatannya dia berkomat-kamit:

"Perempuan tua di ujung jalan, dia memiliki Dib-Dib terkutuk, dan telah menyambarku. Tolonglah aku, jika Anda bisa, Faqih yang mulia!"

"Anakku," kata Faqih, meski dia sendiri bingung, "Pikirkan dirimu sendiri atas penyesalan dan memohon rahmat, karena saat-saat yang tersisa mungkin benar-benar tinggal beberapa."

Dia meninggalkan si pencuri dan pergi ke pondok perempuan tua yang disebutkan. Memandang dengan tajam melalui jendela, dalam jarak tertentu dia mendengar suara rengekan sebagaimana ia menggeliat dan merasa ngeri:

"Dib-Dib busuk, kau membunuhku ... Hentikan, hentikan, Dib-Dib jahat, karena kau menguras darah kehidupanku..."

Dan dia melanjutkan untuk beberapa waktu dalam nada begitu, kadang terisak-isak dan kadang diam. Faqih sendiri sekarang mulai merasa seperti jika suatu udara dingin yang mengerikan melewatinya. Dia mulai gemetar dan tangannya mencengkeram kusen jendela, giginya gemeretuk.( )

Mendengar suara sedemikian, orang tua gila itu melompat dari tempat tidurnya dan menangkap Faqih yang ketakutan dengan tangannya.

"Apa yang kau kerjakan, laki-laki terhormat dan terpelajar, di tengah malam, mengintip orang baik-baik melalui jendela?" seru dia melengking.

"Baik, tetapi perempuan malang," suara si Faqih terputus-putus. "Aku mendengar engkau berbicara tentang Dib-Dib yang mengerikan, dan sekarang aku khawatir bahwa hal itu telah mencengkeram hatiku seperti mencengkeram milikmu, dan bahwa aku, secara-fisik dan spiritual, lenyap ..."

"Engkau luar biasa bodoh," lengking perempuan tua itu, "memikirkan bahwa untuk seluruh tahun-tahun tersebut, aku telah menghormatimu sebagai seorang alim dan bijak. Engkau mendengar orang berkata 'Dib-Dib' dan kau membayangkan bahwa hal itu akan membunuhmu! Lihat, nun di sudut sana, dan lihat apa Dib-Dib yang mengerikan itu sesungguhnya!"

Dan dia menunjuk kepada keran yang airnya menetes, yang mana sang Faqih segera menyadari bahwa kebocoran tersebut menimbulkan suara dib-dib-dib ...



Tetapi firasat (dari langit) memiliki daya pegas. Tidak lama kemudian dia telah merasa dirinya sendiri menjadi baik secara menakjubkan dan mampu mengatasi persoalan dirinya, dan segera kembali ke rumah pencuri, karena dia harus bekerja.

"Pergilah," gerutu si pencuri, "karena engkau telah meninggalkanku dalam keadaan membutuhkan, dan ketika melihat dengan wajah demikian tertekan menawarkan sedikit jaminan rnengenai keadaan masa depanku ... "

Si Faqih menyelanya:

"Orang hina yang tidak tahu terimakasih! Apakah kau pikir bahwa seorang lelaki yang memiliki kesalehan dan pengetahuan, akan meninggalkan suatu keadaan serupa ini tidak terselesaikan? Perhatikan, kemudian cermatilah kata-kata dan perbuatanku. Dan aku akan memperlihatkan kepadamu bagaimana aku telah bekerja tak kenal lelah, berkait dengan mandat dari langit, terhadap keselamatan dan 'penyembuhari'-mu."



Kata 'penyembuhari' dengan segera menjadi pusat perhatian pencuri dan istrinya atas kemuliaan yang mengesankan dari orang bijak tersebut.

Dia mengambil air dan mengucapkan kata-kata tertentu atasnya. Kemudian dia meminta si pencuri untuk tidak pernah mencuri lagi. Akhirnya, dia memercikkan air yang telah dipersiapkan di atas kepala pencuri dengan banyak kata-kata yang terdiri dari banyak suku kata dan sikap tubuh, berakhir dengan:

"Terbanglah, Dib-Dib yang menjijikkan dan jahanam, ke tempat asal kau pertama kali datang, jangan pernah kembali mengganggu orang yang malang ini!"

Si pencuri bangun dan sembuh.

Semenjak hari itu, pencuri tersebut tidak pernah mencuri lagi. Juga tidak pernah mengatakan kepada orang lain tentang penyembuhan yang menakjubkan itu, karena kendatipun demikian, dia tetap tidak menyukai orang bijak tersebut dan gagasan-gagasannya. Dan si perempuan tua, lazimnya sebuah gosip, tidak menyebarkan tentang tindakan bodoh si Faqih. Perempuan tua itu akhirnya bermaksud memetik manfaat secara baik; barangkali suatu kesempatan yang tepat akan muncul.



Dan, tentu saja si Faqih... baik, si Faqih tidak bermaksud menceritakan secara rinci peristiwa tersebut. Tetapi sebagaimana kebiasaan orang, masing-masing orang yang terlibat telah bercerita menurut versi mereka sendiri-sendiri, dalam keyakinan yang sempurna sudah tentu, kepada orang lain. Dan itulah sebabnya mengapa engkau dapat mengetahui 'seluruh' cerita tentang perempuan tua, pencuri, pemuka agama, dan Dib-Dib yang mengerikan.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3129 seconds (0.1#10.140)