Kisah Bathil? Ketika Mimpi Dijadikan Landasan Hukum Syar’i

Rabu, 10 Maret 2021 - 07:49 WIB
loading...
A A A
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya berjudul "Waspada Terhadap Kisah-kisah tak Nyata" menyebut kisah ini bathil.

Kisah ini bathil dan tidak shahih sama sekali, kata Abu Ubaidah Yusuf, disebabkan:

Pertama, sanad kisah ini gelap dan lemah

Perinciannya sebagai berikut:

a. Jalur yang tanpa sanad jelas sekali tidak bisa dijadikan landasan. (Lihat ash-Shorimul Munki, Ibnu Abdil Hadi hlm. 246)

b. Jalur Ibnu Najjar dikatakan oleh Syaikh Hammad al-Anshori, ahli hadits Madinah: “Para perawinya tidak dikenal, mulai dari gurunya hingga Muhammad bin Harb al-Hilali. (Tuhfatul Qori fir Raddi ‘ala al-Ghumari, Syaikh Hammad al-Anshori hlm. 250).

c. Jalur al-Baihaqi dikatakan oleh al-Albani: “Sanad ini lemah dan gelap, saya tidak mengenal Abu Ayyub al-Hilali dan ke bawah- nya”. Lanjutnya: “Kisah ini sangat nyata munkar. Cukuplah kiranya karena kisah ini bermuara kepada seorang badui yang tak dikenal”. (Lihat silsilah Ahadits ash-Shahihah 6/427).

d. Jalur dari Ali bin Abi Thalib dikatakan oleh Imam Ibnu Abdil Hadi: “Khobar ini munkar, palsu, hanya dibuat-buat, tidak bisa dijadikan sandaran, sanadnya gelap di atas kegelapan”. (Lihat Ash-Shaorimul Munki hlm. 323)

Imam Ibnu Abdil Hadi berkata: “Kesimpulannya, kisah A’robi ini tidak bisa dijadikan landasan, karena sanadnya gelap, lafadznya penuh perbedaan, tidak bisa dijadikan pedoman dan hujjah menurut ahli ilmu”.

Beliau juga mengatakan: “Adapun kisah al-’Utbi, disebutkan oleh sebagian ahli fiqih dan ahli hadis tetapi kisah ini tidak shahih kepada al-’Utbi, diriwayatkan dari jalur lain dengan sanad yang gelap.

Kesimpulannya, kisah ini tidak bisa dijadikan landasan hukum syar’i, lebih-lebih dalam masalah ini yang seandainya disyari’atkan tentu para sahabaat dan tabi’in lebih tahu dan lebih semangat untuk melakukannya daripada selain mereka”.

Kedua, matan-nya mudhthorib (guncang).

Kisah ini juga mudhthorib, karena diriwayatkan dari jalur yang saling berbeda dan tidak bisa digabungkan, dan jalur-jalurnya lemah sekali sehingga tidak bisa ditarjih (dikuatkan) salah satu di antaranya.

Ada yang meriwayatkan dari al-’Utby tanpa sanad, ada yang meriwayatkan dari Muhammad bin Harb al-Hilali, ada yang meriwayatkan dari az-Za’faroni, ada yang meriwayatkan dari Abu Harb al-Hilali, ada yang meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib.

Jadi sanad kisah ini, di samping para perawinya yang tak dikenal bahkan ada yang tanpa sanad, juga matannya guncang sehingga lafadznya-pun berbeda-beda.



Mengkritisi Matan Kisah
Kisah ini adalah munkar dan bathil karena menyelisihi Al-Qur’an dan hadits. Oleh karena itu, sering dinukil sejumlah pihak untuk membolehkan istighosah (meminta pertolongan) kepada Nabi SAW dan meminta syafa’at kepada beliau setelah wafat. Sungguh, hal ini merupakan kebatilan yang amat nyata sebagaimana dimaklumi bersama.

2. Sesungguhnya meminta syafa’at, do’a dan istighfar setelah kematian Nabi SAW dan di sisi kuburan beliau bukanlah hal yang disyari’atkan menurut satupun dari imam kaum muslimin, dan tidak disebutkan oleh salah satu imam dari imam empat dan kawan-kawan mereka yang pendahulu.

Hal ini hanya diceritakan oleh orang-orang belakangan, mereka menceritakan kisah al-’Utbi bahwa dia melihat orang Arab badui mendatangi kubur Nabi dan membaca ayat (QS. An-Nisa’: 64) dan bahwasanya dia melihat dalam mimpi bahwa Allah mengampuninya.

Kisah ini tidak disebutkan oleh salah seorang mujtahid-pun dari penganut madzhab yang diikuti oleh manusia fatwa mereka. Dan telah dimaklumi bersama kalau seandainya meminta do’a, syafa’at dan istighfar kepada Nabi di kuburnya hukumnya disyariatkan, niscaya para sahabat, tabi’in dan para imam lebih tahu dan lebih mendahului selain mereka.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2333 seconds (0.1#10.140)