Ibnu Mas’ud Suruh Keluarganya Baca Surat Al-Waqi‘ah agar Terhindar dari Kemiskinan

Minggu, 02 Mei 2021 - 04:15 WIB
loading...
Ibnu Mas’ud Suruh Keluarganya Baca Surat Al-Waqi‘ah agar Terhindar dari Kemiskinan
Ilustrasi/Ist
A A A
KETIKA Khalifah Umar bin Khattab berada di Arafah, tiba-tiba seorang laki-laki datang menghadap beliau seraya berkata, “Ya, Amirul Mu’minin! Saya datang dari Kufah sengaja untuk menghadap Anda. Di sana ada seorang yang mahir Al-Qur’an seutuhnya di luar kepala. Bagaimana pendapat Anda tentang orang itu?”



Umar marah mendengar pertanyaan itu. Belum pernah dia semarah itu, sehingga dia menarik nafas panjang. “Siapa dia?” tanya ‘Umar kemudian.

Abdullah bin Mas’ud ,” jawab orang itu. Kemarahan Umar mendadak padam. Seketika itu juga mukanya kembali cerah.

Kata Umar, “Demi Allah! Setahu saya tidak ada lagi orang yang lebih alim daripadanya dalam urusan itu. Akan saya ceritakan kepada Anda satu kisah mengenainya.”

“Pada suatu malam Rasulullah berbincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan urusan kaum muslimin. Saya turut dalam pembicaraan tersebut. Selesai berbincang-bincang, Rasulullah pergi. Saya dan Abu Bakar pergi pula mengikuti beliau. Tiba-tiba kami melihat seseorang — mula-mula tidak kami kenali — sedang salat di masjid. Rasulullah berdiri mendengarkan bacaan orang itu.

Kemudian beliau berpaling dan berkata kepada kami: “Siapa yang ingin membaca Qur’an dengan baik seperti diturunkan Allah, bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah bin Mas’ud).”

Kemudian Ibnu Mas’ud duduk dan berdoa. Rasullullah mengaminkan do’anya. “Saya berkata dalam hati,” kata Umar selanjutnya, “Demi Allah! Besok pagi saya akan mendatangi Abdullah bin Mas’ud memberi kabar gembira kepadanya bahwa Rasulullah mengaminkan doanya.

Ketika saya mendatanginya besok pagi, kiranya Abu Bakar telah lebih dahulu menyampaikan kabar gembira itu kepada Abdullah. Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya dalam soal kebaikan.”



Abdullah bin Mas’ud pernah berkata tentang pengetahuannya mengenai Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai berikut: “Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia! Tiada satu ayat pun dalam Al-Qur’an, melainkan aku tahu di mana diturunkan dan dalam situasi bagaimana. Seandainya ada orang yang lebih tahu daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.”

Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Selanjutnya Umar bin Khattab juga bercerita:

Pada suatu malam ketika Khalifah Umar bin Khattab sedang dalam suatu perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kafilah. Malam sangat gelap bagaikan beratap kemah, menutup pandangan setiap pengendara. Abdullah bin Mas’ud berada dalam kafilah tersebut. Khalifah Umar memerintahkan seorang ajudan supaya menanya kafilah. “Hai, kafilah! Dari mana kalian?” teriaknya bertanya.

“Min fajjil ‘amiq” (dari lembah nan dalam),” jawab Abdullah.

“Hendak ke mana kalian?”

“Ke Baitul ‘Atiq” (ke rumah tua =Baitullah),” jawab Abdullah.

Kata ‘Umar, “Di antara mereka pasti ada orang yang sangat alim”. Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, “Ayat Qur’an manakah yang paling agung?”

Jawab Abdullah, “(Allah, tiada Tuhan selain Dia; Yang Maha Hidup Kekal, lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya): tidak mengantuk dan tidak pula tidur...). Al-Baqarah: 255).

“Tanyakan pula kepada mereka, ayat Al-Qur’an manakah yang lebih kuat hukumnya?” kata ‘Umar memerintah.

Jawab Abdullah, “Sesungguhnya Allah memerintah kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang kamu dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran)” (An Nahl; 16:9)

“Tanyakan kepada mereka, ayat Quran mana yang paling mencakup?” perintah Umar.

Jawab Abdullah, “Barangsiapa mengerjakan kebaikan walaupun seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan walaupun seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula. (Al-Zalzalah; 99:8).

“Tanyakan, ayat Al-Qur’añ manakah yang memberi kabar takut?” perintah Umar.



Jawab Abdullah, “Pahala dari Allah bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong. Dan tidak pula menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain Allah.” (An Nisa’; 4:123)

“Tanyakan pula, ayat Qur’an manakah yang memberikan harapan?” perintah Umar.

“Katakanlah hai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah; sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (Az Zumar; 39:53),” jawab Abdullah.

Kata Umar, “Tanyakan, adakah dalam kafilah kalian Abdullah bin Mas’ud?”

Jawab mereka, “Ya, ada!!”

Abdullah bin Mas’ud bukan hanya sekadar Qari (ahli baca) terbaik, atau seorang yang sangat alim, atau seorang ‘abid yang sangat zuhud, tetapi dia juga seorang pemberani, kuat dan teliti. Bahkan dia seorang pejuang (mujahid) terkemuka.

Dia tercatat sebagai muslim pertama yang mengumandangkan Al-Qur’an dengan suara merdu dan lantang.

Pada suatu hari para sahabat Rasulullah berkumpul di Makkah. Kata mereka, “Demi Allah! Kaum Quraisy belum pernah mendengar ayat-ayat Al-Qur’an kita baca di hadapan mereka dengan suara keras. Siapa kira-kira yang dapat membacakannya kepada mereka?”

Jawab Abdullah,”Saya sanggup membacakannya di hadapan mereka dengan suara keras.”

Kata mereka, “Tidak Jangan kamu! Kami khawatir kalau kamu yang membacakannya. Hendaknya seorang yang mempunyai famili, yang dapat membela dan melindunginya dari penganiayaan kaum Quraisy”.

“Biarlah saya saja Allah pasti melindungi saya!” jawab Abdullah tak gentar.

Besok pagi kira-kira waktu dhuha, ketika kaum Quraisy sedang duduk-duduk sekitar Ka’bah, Abdullah bin Mas’ud berdiri di Maqam Ibrahim, lalu dengan suara lantang dan merdu dibacanya Al-Qur ‘an.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tuhan yang Maha Pemurah Yang mengajarkan Al-Qur’an.. Yang nienciptakan manusia Yang mengajarkannya pandai berbicara (Ar Rah man: 1 — 4)”.

Bacaan Abdullah yang merdu dan lantang itu kedengaran oleh kaum Quraisy di sekitar Ka’bah. Mereka terkesima merenungkannya. Kemudian mereka bertanya sesamanya, “Apakah yang dibaca Ibnu Ummi ‘Abd (‘Abdullah bin Mas’ud)?”

“Sialan dia! Dia membaca ayat-ayat yang dibawa Muhammad!” kata mereka setelah sadar. Lalu mereka berdiri serentak dan memukuli Abdullah. Tetapi Abdullah terus saja membaca sampai habis. Kemudian Abdullah pulang menemui para sahabat dengan muka babak belur dan berdarah.

“Inilah yang kami khawatirkan terhadapmu!” kata para sahabat kepada Abdullah.

Jawab Abdullah, “Demi Allah! Bahkan sekarang musuh-musuh Allah itu tambah kecil di mata saya. Jika Anda menghendaki besok pagi akan saya baca pula di hadapan mereka.”

“Jangan! sudah cukup dahulu! Bukankah engkau sudah memperdengarkan kepada mereka ayat-ayat yang sangat mereka benci?” jawab mereka.

Abdullah bin Mas’ud hidup sampai zaman Khalifah Utsman bin Affan memerintah. Ketika Abdulah hampir meninggal, Khalifah ‘Utsman datang menjenguknya.

“Sakit apa yang engkau rasakan, hai Abdullah?” tanya Khalifah.

“Dosa-dosaku,” jawabnya.

“Apa yang engkau inginkan?” tanya ‘Utsman.

“Rahmat tuhanku,” jawab Abdullah.

“Tidakkah engkau ingin supaya kusuruh orang membawakan gaji-gajimu yang tidak pernah engkau ambil selama beberapa tahun?” tanya Utsman.

“Saya tidak membutuhkannya,” jawab Abdullah.

“Bukankah engkau mempunyai anak-anak yang harus hidup layak sepeninggal engkau?” kata Utsman.

“Saya tidak khawatir anak-anak saya akan hidup miskin. Saya menyuruh mereka membaca surat Al-Waqi‘ah setiap malam. Karena saya mendengar Rasulullah bersabda, “sesiapa membaca surat Al-Waqi’ah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya.”

Pada suatu malam, Abdullah bin Mas’ud pergi menemui Tuhannya dengan tenang. Lidahnya basah dengan zikrullah, membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an. Dia telah berpulang ke rahmatullah.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2212 seconds (0.1#10.140)