Asal Usul Sunnah Rasul di Hari Jumat dan Hari-Hari Ketika Jimak Menjadi Makruh

Jum'at, 21 Januari 2022 - 10:34 WIB
loading...
A A A
Membasuh Kepala
Pada dasarnya, tidak ditemukan anjuran khusus dari Rasulullah, baik berupa perkataan atau perbuatan, mengenai hari yang baik untuk melakukan hubungan intim suami-istri. Namun demikian, ada penjelasan ulama terhadap hadis Nabi terkait dianjurkannya melakukan hubungan intim pada malam Jumat atau hari Jumat, sebagaimana dijelaskan Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin .

Hadis Nabi yang dimaksud oleh Imam al-Ghazali tersebut adalah hadis riwayat Aus bin Aus yang mendengar Rasulullah SAW bersabda:

من غسل يوم الجمعة واغتسل وبكر وابتكر، ومشى ولم يركب، ودنا من الإمام واستمع، ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة أجر صيامها وقيامها


“Barangsiapa yang membasuh kepala dan membasuh seluruh badannya pada hari Jumat, berangkat lebih dini sehingga mendapatkan awal khutbah Jumat, berjalan kaki tidak naik kendaraan, duduk di dekat imam, memperhatikan khutbah dengan khusyuk, maka ia mendapatkan pahala puasa dan ibadah salat malam selama satu tahun dalam setiap langkah (menuju salat Jumat).”” (HR Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibn Majah).

Terdapat kalimat “Barangsiapa yang membasuh kepala dan membasuh seluruh badannya pada hari Jumat” dalam potongan hadis di atas. Menurut Imam al-Ghazali, potongan hadis tersebut dipahami oleh sebagian ulama merupakan anjuran melakukan hubungan intim suami-istri pada malam Jumat atau hari Jumat. Dalam hadis lain yang senada dengan hadis di atas juga membicarakan tentang mandi junub pada hari Jumat.



Makruh
Di sisi lain, memang ada beberapa hadis yang mengatakan bahwa persetubuhan pada hari-hari dan waktu-waktu tertentu adalah makruh, tetapi tidak haram.

Imam Ghazali dalam Adabun Nikah mengatakan, bahwa bersenggama makruh dilakukan pada tiga malam dari setiap bulan, yaitu: pada malam awal bulan, malam pertengahan bulan, sebab setan menghadiri setiap persenggamaan yang dilakukan pada malam-malam tersebut.

Konon, menurut Imam al-Ghazali, pendapat tersebut dinisbatkan pada sahabat Ali, Abu Hurairah, dan Muawiyah.

Bersetubuh pada malam-malam tersebut dapat mengakibatkan gila atau mudah stress pada anak yang terlahir. Akan tetapi larangan-larangan tersebut hanya sampai pada batas makruh tidak sampai pada hukum haram, sebagaimana bersenggama di kala haid dan nifas.

Ada juga hadis yang memakruhkan hubungan intim suami istri pada waktu-waktu sebagai berikut: di saat terjadi peristiwa-peristiwa alam yang menakutkan, seperti gerhana, badai, gempa bumi. Lalu, di waktu senja menjelang maghrib. Waktu dari fajar hingga terbitnya matahari. Tiga hari terakhir setiap bulan kamariah. Malam tanggal 15 setiap bulan kamariah. Malam 10 zulhijah. Terakhir, ketika sedang junub.

Sebagian dari hal-hal tersebut jelas, karena tak ada orang yang bergairah untuk bersetubuh di saat badai dan gempa bumi. Butir kedua dan ketiga adalah waktu-waktu sholat, jelas bahwa seorang muslim diharapkan menyediakan waktu itu untuk sholat, zikir dan do'a. Hadits-hadits tentang permasalahan seperti itu telah diterima atas dasar qa'idah al-tasamuh.

Lalu, ada hadits, disunnahkan melakukan persetubuhan pada waktu-waktu berikut: Minggu malam, Senin malam, Rabu malam, Kamis tengah hari, Kamis malam, Jumat malam, waktu-waktu kapan saja istri menghendakinya. Jadi sunnah Rasul itu bukan hanya malam Jumat saja.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1563 seconds (0.1#10.140)