Asal Usul Sunnah Rasul di Hari Jumat dan Hari-Hari Ketika Jimak Menjadi Makruh
loading...
A
A
A
Hubungan intim suami istri di Kamis malam Jumat dan pada hari Jumat dipahami banyak umat Islam sebagai sunnah Rasul . Imam Ghazali bahkan membuat daftar hari-hari dimakruhkannya making love, hubungan intim, atau jimak. Lalu, bagaimana sejatinya asal usul sunah Rasul dan pada hari apa saja hubungan intim suami istri dimakruhkan?
Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani dalam As-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah mengutip riwayat yang menyebut perkawinan para nabi di hari Jumat: Sahabat Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya perihal Hari Jumat. Rasulullah menjawab, "(Jumat) adalah hari hubungan dan perkawinan."
Sahabat bertanya, "Bagaimana demikian, ya Rasulullah?"
Nabi Muhammad SAW menjawab, "Para nabi dahulu menikah di hari ini,’”
Abu Nashar melanjutkan bahwa Hari Jumat merupakan hari perkawinan beberapa rasul dan orang saleh.
Menurut Abu Nashar, seperti dikutip laman resmi Nahdhatul Ulama, Jumat merupakan hari perkawinan Nabi Adam AS dan Siti Hawa, Nabi Yusuf AS dan Zulaikha, Nabi Musa AS dan Shafura (Zipora) binti Nabi Syu’aib AS , Nabi Sulaiman AS dan Bilqis, Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW dan Siti Aisyah, dan Sayyidina Ali RA dan Siti Fathimah Az-Zahra.
Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan keutamaan hubungan intim pada hari Jumat. Namun demikian, ulama-ulama hadits menilai riwayat hadits ini sebagai riwayat yang lemah sehingga tidak dapat menjadi dasar hukum.
Teks hadits riwayat Imam Baihaqi berbunyi sebagai berikut:
Artinya, "Apakah kalian tidak sanggup berhubungan badan dengan istri kalian pada setiap hari Jumat. Hubungan badan dengan istri di hari Jumat mengandung dua pahala: pahala mandinya sendiri dan pahala mandi istrinya," (HR Baihaqi).
Sebagian ulama memandang awal kesunahan hubungan badan pada hari Jumat dari interpretasi atas hadits riwayat Aus bin Abi Aus RA berikut ini yang menyebut kata 'ghassala' atau 'membuat orang lain mandi':
Artinya, "Barang siapa yang mandi pada hari Jumat dan membuat orang lain mandi, lalu berangkat pagi-pagi dan mendapatkan awal khutbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke imam, diam, lalu berkonsentrasi mendengarkan khutbah, maka setiap langkah kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun," (HR Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Tetapi, hubungan badan dengan istri pada malam Jumat sebagai sunah Rasul ditolak oleh sebagian ulama, salah satunya adalah Syekh Wahbah Az-Zuhayli.
Menurutnya, "Di dalam sunnah tidak ada anjuran berhubungan seksual suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan seksual di malam Jumat," (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).
Keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli ini dengan terang menyebutkan bahwa sunnah Rasulullah tidak menganjurkan hubungan suami-istri secara khusus di malam Jumat. Kalau pun ada anjuran, itu datang dari segelintir ulama yang didasarkan pada hadits Rasulullah SAW dengan redaksi, "Siapa saja yang mandi di hari Jumat, maka..."
Kalau pun anjuran dari hadits, riwayat hadits tersebut cenderung lemah. Tetapi dari banyak keterangan ini, hubungan badan suami dan istri sebagai sunah Rasul malam Jumat menjadi cukup populer.
Membasuh Kepala
Pada dasarnya, tidak ditemukan anjuran khusus dari Rasulullah, baik berupa perkataan atau perbuatan, mengenai hari yang baik untuk melakukan hubungan intim suami-istri. Namun demikian, ada penjelasan ulama terhadap hadis Nabi terkait dianjurkannya melakukan hubungan intim pada malam Jumat atau hari Jumat, sebagaimana dijelaskan Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin .
Hadis Nabi yang dimaksud oleh Imam al-Ghazali tersebut adalah hadis riwayat Aus bin Aus yang mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang membasuh kepala dan membasuh seluruh badannya pada hari Jumat, berangkat lebih dini sehingga mendapatkan awal khutbah Jumat, berjalan kaki tidak naik kendaraan, duduk di dekat imam, memperhatikan khutbah dengan khusyuk, maka ia mendapatkan pahala puasa dan ibadah salat malam selama satu tahun dalam setiap langkah (menuju salat Jumat).”” (HR Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibn Majah).
Terdapat kalimat “Barangsiapa yang membasuh kepala dan membasuh seluruh badannya pada hari Jumat” dalam potongan hadis di atas. Menurut Imam al-Ghazali, potongan hadis tersebut dipahami oleh sebagian ulama merupakan anjuran melakukan hubungan intim suami-istri pada malam Jumat atau hari Jumat. Dalam hadis lain yang senada dengan hadis di atas juga membicarakan tentang mandi junub pada hari Jumat.
Makruh
Di sisi lain, memang ada beberapa hadis yang mengatakan bahwa persetubuhan pada hari-hari dan waktu-waktu tertentu adalah makruh, tetapi tidak haram.
Imam Ghazali dalam Adabun Nikah mengatakan, bahwa bersenggama makruh dilakukan pada tiga malam dari setiap bulan, yaitu: pada malam awal bulan, malam pertengahan bulan, sebab setan menghadiri setiap persenggamaan yang dilakukan pada malam-malam tersebut.
Konon, menurut Imam al-Ghazali, pendapat tersebut dinisbatkan pada sahabat Ali, Abu Hurairah, dan Muawiyah.
Bersetubuh pada malam-malam tersebut dapat mengakibatkan gila atau mudah stress pada anak yang terlahir. Akan tetapi larangan-larangan tersebut hanya sampai pada batas makruh tidak sampai pada hukum haram, sebagaimana bersenggama di kala haid dan nifas.
Ada juga hadis yang memakruhkan hubungan intim suami istri pada waktu-waktu sebagai berikut: di saat terjadi peristiwa-peristiwa alam yang menakutkan, seperti gerhana, badai, gempa bumi. Lalu, di waktu senja menjelang maghrib. Waktu dari fajar hingga terbitnya matahari. Tiga hari terakhir setiap bulan kamariah. Malam tanggal 15 setiap bulan kamariah. Malam 10 zulhijah. Terakhir, ketika sedang junub.
Sebagian dari hal-hal tersebut jelas, karena tak ada orang yang bergairah untuk bersetubuh di saat badai dan gempa bumi. Butir kedua dan ketiga adalah waktu-waktu sholat, jelas bahwa seorang muslim diharapkan menyediakan waktu itu untuk sholat, zikir dan do'a. Hadits-hadits tentang permasalahan seperti itu telah diterima atas dasar qa'idah al-tasamuh.
Lalu, ada hadits, disunnahkan melakukan persetubuhan pada waktu-waktu berikut: Minggu malam, Senin malam, Rabu malam, Kamis tengah hari, Kamis malam, Jumat malam, waktu-waktu kapan saja istri menghendakinya. Jadi sunnah Rasul itu bukan hanya malam Jumat saja.
Lihat Juga: Asyik Lucuti Daster Selingkuhan di Hotel, 3 Pasangan Mesum Tak Berkutik Digedor Petugas Gabungan
Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani dalam As-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah mengutip riwayat yang menyebut perkawinan para nabi di hari Jumat: Sahabat Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya perihal Hari Jumat. Rasulullah menjawab, "(Jumat) adalah hari hubungan dan perkawinan."
Sahabat bertanya, "Bagaimana demikian, ya Rasulullah?"
Nabi Muhammad SAW menjawab, "Para nabi dahulu menikah di hari ini,’”
Abu Nashar melanjutkan bahwa Hari Jumat merupakan hari perkawinan beberapa rasul dan orang saleh.
Menurut Abu Nashar, seperti dikutip laman resmi Nahdhatul Ulama, Jumat merupakan hari perkawinan Nabi Adam AS dan Siti Hawa, Nabi Yusuf AS dan Zulaikha, Nabi Musa AS dan Shafura (Zipora) binti Nabi Syu’aib AS , Nabi Sulaiman AS dan Bilqis, Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW dan Siti Aisyah, dan Sayyidina Ali RA dan Siti Fathimah Az-Zahra.
Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan keutamaan hubungan intim pada hari Jumat. Namun demikian, ulama-ulama hadits menilai riwayat hadits ini sebagai riwayat yang lemah sehingga tidak dapat menjadi dasar hukum.
Teks hadits riwayat Imam Baihaqi berbunyi sebagai berikut:
أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته
Artinya, "Apakah kalian tidak sanggup berhubungan badan dengan istri kalian pada setiap hari Jumat. Hubungan badan dengan istri di hari Jumat mengandung dua pahala: pahala mandinya sendiri dan pahala mandi istrinya," (HR Baihaqi).
Sebagian ulama memandang awal kesunahan hubungan badan pada hari Jumat dari interpretasi atas hadits riwayat Aus bin Abi Aus RA berikut ini yang menyebut kata 'ghassala' atau 'membuat orang lain mandi':
من اغتسل يوم الجمعة وغسّل وغدا وابتكر ومشى ولم يركب ودنا من الإمام وأنصت ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة
Artinya, "Barang siapa yang mandi pada hari Jumat dan membuat orang lain mandi, lalu berangkat pagi-pagi dan mendapatkan awal khutbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke imam, diam, lalu berkonsentrasi mendengarkan khutbah, maka setiap langkah kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun," (HR Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Tetapi, hubungan badan dengan istri pada malam Jumat sebagai sunah Rasul ditolak oleh sebagian ulama, salah satunya adalah Syekh Wahbah Az-Zuhayli.
Menurutnya, "Di dalam sunnah tidak ada anjuran berhubungan seksual suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan seksual di malam Jumat," (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).
Keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli ini dengan terang menyebutkan bahwa sunnah Rasulullah tidak menganjurkan hubungan suami-istri secara khusus di malam Jumat. Kalau pun ada anjuran, itu datang dari segelintir ulama yang didasarkan pada hadits Rasulullah SAW dengan redaksi, "Siapa saja yang mandi di hari Jumat, maka..."
Kalau pun anjuran dari hadits, riwayat hadits tersebut cenderung lemah. Tetapi dari banyak keterangan ini, hubungan badan suami dan istri sebagai sunah Rasul malam Jumat menjadi cukup populer.
Membasuh Kepala
Pada dasarnya, tidak ditemukan anjuran khusus dari Rasulullah, baik berupa perkataan atau perbuatan, mengenai hari yang baik untuk melakukan hubungan intim suami-istri. Namun demikian, ada penjelasan ulama terhadap hadis Nabi terkait dianjurkannya melakukan hubungan intim pada malam Jumat atau hari Jumat, sebagaimana dijelaskan Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin .
Hadis Nabi yang dimaksud oleh Imam al-Ghazali tersebut adalah hadis riwayat Aus bin Aus yang mendengar Rasulullah SAW bersabda:
من غسل يوم الجمعة واغتسل وبكر وابتكر، ومشى ولم يركب، ودنا من الإمام واستمع، ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة أجر صيامها وقيامها
“Barangsiapa yang membasuh kepala dan membasuh seluruh badannya pada hari Jumat, berangkat lebih dini sehingga mendapatkan awal khutbah Jumat, berjalan kaki tidak naik kendaraan, duduk di dekat imam, memperhatikan khutbah dengan khusyuk, maka ia mendapatkan pahala puasa dan ibadah salat malam selama satu tahun dalam setiap langkah (menuju salat Jumat).”” (HR Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibn Majah).
Terdapat kalimat “Barangsiapa yang membasuh kepala dan membasuh seluruh badannya pada hari Jumat” dalam potongan hadis di atas. Menurut Imam al-Ghazali, potongan hadis tersebut dipahami oleh sebagian ulama merupakan anjuran melakukan hubungan intim suami-istri pada malam Jumat atau hari Jumat. Dalam hadis lain yang senada dengan hadis di atas juga membicarakan tentang mandi junub pada hari Jumat.
Makruh
Di sisi lain, memang ada beberapa hadis yang mengatakan bahwa persetubuhan pada hari-hari dan waktu-waktu tertentu adalah makruh, tetapi tidak haram.
Imam Ghazali dalam Adabun Nikah mengatakan, bahwa bersenggama makruh dilakukan pada tiga malam dari setiap bulan, yaitu: pada malam awal bulan, malam pertengahan bulan, sebab setan menghadiri setiap persenggamaan yang dilakukan pada malam-malam tersebut.
Konon, menurut Imam al-Ghazali, pendapat tersebut dinisbatkan pada sahabat Ali, Abu Hurairah, dan Muawiyah.
Bersetubuh pada malam-malam tersebut dapat mengakibatkan gila atau mudah stress pada anak yang terlahir. Akan tetapi larangan-larangan tersebut hanya sampai pada batas makruh tidak sampai pada hukum haram, sebagaimana bersenggama di kala haid dan nifas.
Ada juga hadis yang memakruhkan hubungan intim suami istri pada waktu-waktu sebagai berikut: di saat terjadi peristiwa-peristiwa alam yang menakutkan, seperti gerhana, badai, gempa bumi. Lalu, di waktu senja menjelang maghrib. Waktu dari fajar hingga terbitnya matahari. Tiga hari terakhir setiap bulan kamariah. Malam tanggal 15 setiap bulan kamariah. Malam 10 zulhijah. Terakhir, ketika sedang junub.
Sebagian dari hal-hal tersebut jelas, karena tak ada orang yang bergairah untuk bersetubuh di saat badai dan gempa bumi. Butir kedua dan ketiga adalah waktu-waktu sholat, jelas bahwa seorang muslim diharapkan menyediakan waktu itu untuk sholat, zikir dan do'a. Hadits-hadits tentang permasalahan seperti itu telah diterima atas dasar qa'idah al-tasamuh.
Lalu, ada hadits, disunnahkan melakukan persetubuhan pada waktu-waktu berikut: Minggu malam, Senin malam, Rabu malam, Kamis tengah hari, Kamis malam, Jumat malam, waktu-waktu kapan saja istri menghendakinya. Jadi sunnah Rasul itu bukan hanya malam Jumat saja.
Lihat Juga: Asyik Lucuti Daster Selingkuhan di Hotel, 3 Pasangan Mesum Tak Berkutik Digedor Petugas Gabungan
(mhy)