Istri-Istri Nabi Cemburu Berat dengan Maria, Umar Ikut Sibuk

Minggu, 14 Juni 2020 - 05:00 WIB
loading...
Istri-Istri Nabi Cemburu Berat dengan Maria, Umar Ikut Sibuk
Allah telah menentukan kebenaran di lidah Umar apa yang dikatakannya. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
KISAH cinta Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam (SAW) dengan Mariyah al-Qibthiyah atau Maria sejatinya telah mengungkap sisi-sisi romantis kehidupan Nabi. Saat pertama kali melihat Maria, Rasulullah SAW terpesona dengan paras dan akhlak wanita dari kalangan Kristen Koptik yang memang cantik dan anggun itu.

Keterpesonaan Rasulullah kepada Mariyah ini membuat istri-istri yang lain merasa cemburu. Mariyah adalah sosok wanita yang memiliki pemahaman agama yang baik. Dia juga telah disucikan Allah SWT dari prasangka buruk manusia. ( )

"Belum pernah aku terpukau dengan keelokan seorang perempuan seperti halnya keterpukauanku kepada Mariyah. Rasulullah pun terpukau dengan kecantikan paras dan akhlaknya," demikian pujian Sayyidah ‘Aisyah untuk Maria.

Mariyah Al-Qibthiyah binti Syam'um merupakan budak dari Mesir. Menurut Imam al-Baladziri, ibunda Mariyah adalah keturunan bangsa Romawi. Mariyah mewarisi kecantikan ibunya sehingga memiliki kulit yang putih, berparas cantik, berpengetahuan luas, dan berambut ikal.

Pada suatu ketika Rasulullah saw mengirim utusan, Hathib bin Abi Balta'ah untuk menyampaikan sepucuk surat kepada Raja Qibti al-Muqauqis yang berisi ajakan untuk memeluk Islam. ( )

Raja menolak ajakan ini namun mengirim hadiah kepada Nabi. Hadiah itu antara lain budak bernama Mariyah, Sirin dan Maburi serta hadiah kerajinan dari Mesir. Selain itu, raja tersebut juga memberikan hadiah keledai dan kuda putih.

Menurut Buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam, selanjutnya Rasulullah mengambil Mariyah untuk dirinya. Sementara, Sirin diberikan kepada Hasan bin Tsabit.

Kecemburuan segera membakar hati para istri Rasulullah ketika berita kedatangan Mariyah terdengar dalam rumah tangga Nabi, terutama Sayyidah Aisyah. Musababnya, Rasulullah sudah memperistri Mariyah.

Rasulullah SAW menyadari apa yang terjadi antara Aisyah dan para istrinya yang cemburu kepada Mariyah, sehingga Mariyah dipindahkan ke al-Aliyah, sejauh 3 mil dari Madinah , di sanalah Mariyah menetap.

Setahun di Madinah, Allah menghendaki perempuan yang sopan dan ramah ini hamil. Suatu malam Mariyah menceritakan kepada Rasulullah bahwa ia telah mengandung. Beliau pun menerima kabar itu dengan memuji dan bersyukur kepada Allah. Berita tersebut langsung tersebar di Madinah dan semua menanti kabar gembira tersebut, namun para istri Nabi menyambut dengan sedih. Ketika perut mereka bersikap "kikir", perut Mariyah itu bersikap "pemurah".



Rasulullah SAW pantas sangat bahagia mendengar kehamilan Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia. Mariyah adalah istri Rasulullah setelah Sayyidah Khadijah yang bisa memberi Rasulullah anak.

Bulan Dzulhijjah tahun kedelapan Hijrah, Mariyah melahirkan bayi laki-laki. Kelahiran anaknya menjadikan Mariyah sebagai budak yang merdeka sepenuhnya. Kehadiran bayi dari Mariyah ini mendapat sambutan gembira dari masyarakat Madinah.

Rasulullah memberi nama anak laki-lakinya itu Ibrahim bin Muhammad. Harapannya kelak Ibrahim kecil mendapat berkah sebagai mana nama bapak para nabi, Nabi Ibrahim AS . Ibrahim kecil disusui oleh seorang istri tukang pandai besi bernama Abu Saif yang tinggal di perbukitan Madinah. ( )

Mendengar kabar gembira ini para Ummahatul Mukminin bertambah dongkol. Pasalnya, setelah beberapa tahun menikah dengan Rasulullah, istri Nabi yang lain tidak kunjung diberikan anak. Pernah suatu ketika Aisyah mengungkapkan kecemburuannya langsung kepada Mariyah.

"Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu'man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi kami," kata Aisyah. ( )

Cerita Umar bin Khattab
Kecemburuan para istri Rasulullah ini didengar Umar bin Khattab . Selama ini Sayidina Umar memang banyak mengetahui bahkan seringkali terlibat dalam masalah rumah tangga Rasulullah. Muhammad Husain Haekal dalam Umar bin Khattab maupun Sejarah Hidup Muhammad menduga ini terjadi karena Hafsah, putrinya, adalah salah satu istri Nabi.

Haekal memaparkan setelah Maria melahirkan Ibrahim, cinta Rasulullah kepada bayinya amat besar. Hal ini dinyatakan oleh Hafsah dan Aisyah, diikuti oleh istri-istrinya yang lain, sehingga Nabi bermaksud meninggalkan mereka dan mengancam akan menceraikan mereka.

Disebutkan dalam Sahih dari Ibn Abbas bahwa ia bertanya kepada Umar, siapa dari dua istri Nabi yang menunjukkan perasaan demikian itu. “Hafsah dan Aisyah,” jawab Umar. Kemudian katanya lagi: "Ya, sungguh di zaman jahiliah dulu, perempuan-perempuan tidak kami hargai. Baru setelah Allah memberikan ketentuan tentang mereka dan memberikan pula hak kepada mereka."



Dan katanya lagi: "Ketika saya sedang dalam suatu urusan tiba-tiba istri saya berkata: ‘Coba Anda berbuat begini atau begitu.’

Jawab saya, 'Ada urusan apa kamu di sini, dan perlu apa dengan urusan saya.'

Dia pun membalas, 'Aneh sekali Anda ini, Umar. Anda tidak mau ditentang, padahal putri kita menentang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam sehingga ia gusar sepanjang hari'.

Kata Umar selanjutnya: "Saya ambil mantelku, saya pergi keluar menemui Hafsah.

'Anakku', kata saya kepadanya. 'Anda menentang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam sampai ia merasa gusar sepanjang hari?!'

Hafsah menjawab: 'Memang kami menentangnya.'

'Kamu harus tahu', kata saya. 'Kuperingatkan kamu jangan terpedaya. Orang telah terpesona oleh kecantikannya sendiri dan mengira cinta Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam hanya karenanya.' ( )

Kemudian saya pergi menemui Umm Salamah, karena kami masih berkerabat. Hal ini saya bicarakan dengan dia. Kata Umm Salamah kepada saya: 'Aneh sekali kamu ini, Umar! Kamu sudah ikut campur dalam segala hal, sampai-sampai mau mencampuri urusan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam dengan rumah tangganya!' ( )

Kata Umar lagi: “Kata-katanya mempengaruhi saya sehingga tidak jadi saya melakukan apa yang sudah saya rencanakan. Saya pun pergi.”

“Ada seorang kawan dari Anshar yang suka membawa berita kepada saya jika saya tidak hadir, kalau dia yang tidak hadir saya yang membawakan berita buat dia. Kami sedang dalam keadaan cemas karena konon salah seorang raja Gassan akan menuju ke tempat kami. Sementara kami sedang gelisah demikian, tiba-tiba temanku orang Anshar itu datang mengetuk pintu seraya berkata: Buka, buka”.

Baca Juga: Kisah Mush'ab bin 'Umair, Sahabat Nabi yang Dicintai
“Orang Gassan itu datang?” tanya saya.

"Bukan", katanya. "Lebih penting dari itu. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggalkan semua istrinya. Karena tunduk kepada Hafsah dan Aisyah!" Saya ambil pakaianku dan saya pergi hendak menemuinya. Saya lihat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam di Masyrabah yang dinaikinya dengan anak tangga dari batang kurma yang berlekuk-lekuk.



Pelayan Rasulullah orang hitam itu di atas anak tangga. Kata saya kepadanya: "Katakan ada Umar bin Khattab". Saya pun diizinkan masuk. Kata Umar selanjutnya: Maka saya ceritakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam peristiwa itu. Sesudah sampai pada cerita tentang Umm Salamah ia tersenyum."

Dalam sebuah sumber disebutkan, menurut Haekal, bahwa Nabi meninggalkan istri-istrinya sebulan penuh. Sesudah cukup satu bulan, ketika itu umal Islam yang sedang berada dalam Masjid sedang menekur dalam suasana kesedihan; mereka berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menceraikan istri-istrinya.”

)

Ketika itulah Umar pergi hendak menemui Rasulullah Shallallahu 'alalhi wa sallam di Masyrabah. la memanggil Rabah pembantunya supaya memintakan izin, tetapi Rabah tidak menjawab. la mengulangi permintaannya. Sesudah untuk kedua kalinya Rabah tidak memberikan jawaban, dengan suara lebih keras Umar berkata: "Rabah, mintakan saya izin kepada Rasulullah — Shallallahu 'alalhi wa sallam — saya kira dia sudah menduga kedatangan saya ini ada hubungannya dengan Hafsah. Sungguh, kalau dia menyuruh saya memenggal leher Hafsah, akan saya penggal lehernya."



Sekali ini Nabi memberi izin dan Umar pun masuk. Tak lama kemudian kata Umar: "Rasulullah, apa yang menyebabkan Anda tersinggung karena para istri itu. Kalau mereka Anda ceraikan, niscaya Tuhan di samping Anda, demikian juga para malaikat — Jibril dan Mikail — juga saya, Abu Bakar, dan semua orang beriman berada di pihak Anda."

la terus bicara dengan Nabi sehingga bayangan kemarahan di wajahnya berangsur hilang dan ia pun tertawa.

Disebutkan bahwa Umar telah menemui istri-istri Nabi sesudah mereka ditinggalkan oleh Nabi dan berkata kepada mereka: "Kalau kamu tidak mau mengubah sikap kamu Allah akan menggantikan kamu dengan yang lebih baik dari kamu semua."



Salah seorang dari mereka menjawab: "Umar, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tak pernah menceramahi istri-istrinya, mengapa Anda yang berceramah!

Peristiwa ini diabadikan lewat firman Allah dalam QS. At-Tahrim ayat 2-5:

قَدۡ فَرَضَ اللّٰهُ لَـكُمۡ تَحِلَّةَ اَيۡمَانِكُمۡ‌ؕ وَاللّٰهُ مَوۡلٰٮكُمۡ‌ۚ وَهُوَ الۡعَلِيۡمُ الۡحَكِيۡمُ‏

2. Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

وَاِذۡ اَسَرَّ النَّبِىُّ اِلٰى بَعۡضِ اَزۡوَاجِهٖ حَدِيۡثًا‌ۚ فَلَمَّا نَـبَّاَتۡ بِهٖ وَاَظۡهَرَهُ اللّٰهُ عَلَيۡهِ عَرَّفَ بَعۡضَهٗ وَاَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ‌ۚ فَلَمَّا نَـبَّاَهَا بِهٖ قَالَتۡ مَنۡ اَنۡۢبَاَكَ هٰذَا‌ؕ قَالَ نَـبَّاَنِىَ الۡعَلِيۡمُ الۡخَبِیْرُ‏

3. Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah). Lalu dia menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan peristiwa itu kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, “Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui, Mahateliti.”

اِنۡ تَتُوۡبَاۤ اِلَى اللّٰهِ فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُكُمَا‌ۚ وَاِنۡ تَظٰهَرَا عَلَيۡهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوۡلٰٮهُ وَجِبۡرِيۡلُ وَصَالِحُ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ‌ۚ وَالۡمَلٰٓٮِٕكَةُ بَعۡدَ ذٰلِكَ ظَهِيۡرٌ

4. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebenaran); dan jika kamu berdua saling bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sungguh, Allah menjadi pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya.

عَسٰى رَبُّهٗۤ اِنۡ طَلَّقَكُنَّ اَنۡ يُّبۡدِلَهٗۤ اَزۡوَاجًا خَيۡرًا مِّنۡكُنَّ مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓٮِٕبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰٓٮِٕحٰتٍ ثَيِّبٰتٍ وَّاَبۡكَارًا

5. Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.

Sesudah ayat-ayat turun Rasulullah kembali kepada istri-istrinya yang sudah bertobat.

Semua sejarawan mencatat peristiwa ini, yakni bahwa wahyu itu memperkuat pendapat Umar.



Menurut Sahih, Umar berkata: "Tuhan menyetujui pendapat saya dalam tiga hal. Kata saya: Rasulullah, kita jadikan Maqam Ibrahim tempat salat. Kata saya: Rasulullah, sebaiknya istri-istri Anda itu mengenakan hijab, sebab yang berbicara kepada mereka ada orang yang baik, ada yang jahat."

Maka turun ayat hijab. Tatkala istri-istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkumpul karena perasaan cemburu, saya berkata kepada mereka: Kalau kamu diceraikan mudah-mudahan Tuhan memberi ganti dengan istri-istri yang lebih baik, maka turun ayat ini."

Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat

Barangkali turunnya wahyu sesuai dengan pendapat Umar dalam peristiwa-peristiwa itu. Hal itu pula sampai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Allah telah menempatkan kebenaran di lidah dan di hati Umar," atau ia katanya: "Allah telah menentukan kebenaran di lidah Umar apa yang dikatakannya."

Dari sekian banyak peristiwa yang dialami Umar, dari para tawanan Badr, Abdullah bin Ubay, Perjanjian Hudaibiah, ketentuan minuman keras sampai kepada masalah istri-istri Nabi merupakan bukti yang cukup menonjol dan mengungkapkan sebagian kepribadian Umar, yang makin lama terasa makin jelas.



Dengan segala keberaniannya, keterusterangannya dan kepribadiannya yang begitu menonjol, bukanlah semua itu yang menjadi tujuan kita, juga bukan dengan pendapatnya yang tepat dan pengetahuannya yang luas yang kita inginkan, tetapi yang menjadi tujuan kita dengan semua peristiwa itu hanya untuk menunjukkan betapa besar perhatiannya terhadap segala kepentingan umum yang dihadapinya serta politik bangsanya yang banyak mendapat perhatian itu.

Ia mengurus semua persoalan dan pekerjaan itu dengan disiplin yang tinggi. Segi ini padanya memang lebih menonjol dari yang lain. Itu sebabnya Nabi menyebut dia sebagai wazirnya.



Dan bilamana bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya ia menempatkan pendapat Umar sama dengan pendapat yang dikemukakan Abu Bakar, orang pilihan dan sahabat Rasulullah.

Penghargaan kepada Umar di mata semua Muslimin sudah begitu tinggi, padahal dalam banyak peristiwa Nabi sering menentang pendapatnya karena sikap Umar yang begitu bersikukuh sudah melampaui sikap keteguhan hati. Karenanya tidak bertemu dengan sifat-sifat Rasulullah yang mempunyai keteguhan hati dan bijaksana, mempunyai kemampuan dan sifat pemaaf. ( ).

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2253 seconds (0.1#10.140)