Kisah Ibnu Ummi Maktum: Bikin Rasulullah SAW Dicela Allah Taala

Jum'at, 08 April 2022 - 18:59 WIB
loading...
A A A
la tidak sabar mendengar ejekan dan cercaan itu. la berusaha beberapa kali menegurnya, tetapi teguran dan peringatannya itu tidak diindahkan. Terpaksalah ia memukulnya. Ternyata pukulan itu mematikan. Hal ini dilaporkan kepada Rasulullah SAW. Sesudah ia dihadapkan, Rasulullah SAW bertanya, "Mengapa kau bertindak demikian?"

"Wahai Rasulullah! Sungguh, ia seorang yang baik budi terhadap diriku, namun ia senantiasa mencela dan mencerca Allah dan Rasul-Nya, maka terpaksalah aku memukulnya untuk menghentikannya, namun kiranya ajalnya sudah sampai."

"Allah telah menjauhkannya dan ia telah membatalkan darahnya?"

Wakil Rasulullah
Di mata Rasulullah SAW Ibnu Ummi Maktum sangat istimewa. Beliau sering mengangkatnya sebagai wakil apabila beliau keluar meninggalkan Madinah dalam peperangan. Pada saat beliau pergi menyerang Kabilah Banu Sulaim dan Kabilah Ghathafan, misalnya. Ibnu Ummi Maktum menjadi Imam jamaahdan Khatib salat Jumat. Begitu pula ketika Rasulullah pergi berperang ke Uhud, Hamra'al-Asad, Bani an-Nadhir, Khandaq, Bani Ouraizah, Bani Lahyan, al-Ghabah, Dzi Qirad, dan Umrah al-Hudaibiyah.

"Rasulullah SAW terlibat dalam penyerangan ofensif sebanyak tiga belas kali. Beliau selalu mengangkat Ibnu Ummi Maktum sebagai pejabat untuk menggantikannya di Madinah, mengimami orang salat jamaah, dan lain-lain, padahal ia seorang tunanetra," ucap asy-Sya'bi.



Ibnu Ummi Maktum mengikuti kehidupan sosial dan politik kaum muslimin. Mengikuti kegiatan berbagai perutusan yang pergi dan datang menghadap Rasulullah SAW. la sering sekali berpuasa dan salat malam. Hampir seluruh masa hidupnya diisi dengan peribadatan atau ikut berperang dalam kegiatan kaum muslimin. Kemudian, turunlah firman Allah:

"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak terut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat..." ( Q.S. An-Nisaa ': 95)

Jadi, di sana masih terdapat lapangan peribadahan yang ganjarannya lebih utama dari ganjaran yang mungkin diperolehnya. Ada suatu taqarrub yang dilakukan orang, yang lebih mendekatkan orang itu kepada Allah Ta'ala lebih dari dirinya, la lalu merintih menangisi nasibnya kepada Allah Ta'ala, "Ya Allah, Engkau mengujiku dengan kebutaan. Apa yang dapat aku lakukan selain mengharap rahmatMu yang meliputi segala-galanya." Lalu turunlah firman-Nya,.. "yang tidak mempunyai uzur...," sebagai pelengkap.

Menurut Ibnu Abbas radhiallaahu 'anhu, "Ketika firman Allah, 'Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka...,' diturunkan, Abdullah bin Ummi Maktum yang buta (tunanetra) itu datang menemui Rasulullah SAW, lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, Allah telah menurunkan keutamaan jihad fi sabilillah, seperti yang baginda ketahui, aku ini seorang tunanetra, tidak bisa ikut berjihad, apakah kepadaku diberi izin tidak ikut berjihad?

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Aku belum mendapat keterangan mengenai dirimu dan orang-orang yang senasib denganmu. '

Ibnu Ummi Maktum lalu menengadahkan wajahnya dan mengangkat kedua tangannya seraya berseru, 'Ya Allah, aku memohon pertimbangan-Mu mengenai pengelihatanku ini.' Lalu, turunlah ayat, 'Tidak sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunya uzur dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka...'"



Izin sudah ia peroleh dari Allah Ta'ala; apakah ia memanfaatkan izin itu? akan mengikuti pasukan Islam yang menuju ke al-Qadisiyah. la ingin memperoleh ganjaran seorang mujahid. la memohon kepada komandan perang, "Hai kekasih Allah, hai sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, hai pahlawan perang, serahkan bendera perang itu kepadaku. Aku seorang tunanetra, tak mungkin bisa lari. Nanti tempatkanlah aku diantara kedua pasukan yang berperang."

Menurut Qotadah, Anas bin Malik radhiallaahu 'anhu berkata: "dalam perang al-Qadisiyah, Abdullah bin Ummi Maktum memegang bendera hitam dan memakai baju besi."

Ia lalu kembali ke Madinah dan meninggal dunia di sana. Semoga Allah Ta'ala merahmatinya, aamin.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2129 seconds (0.1#10.140)