Kisah Abu Darda, Terlalu Rajin Ibadah Sehingga Lupa Istri dan Membenci Harta
loading...
A
A
A
KIsah Abu Darda rajin ibadah sehingga melupakan istri dan membenci harta diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam kitab Ash-Shahabah. Rasulullah SAW tidak membenarkan tindakan Abu Darda itu. Begitu juga Salman al-Farisi .
"Wahai Abu Darda sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka,” ujar Salman menasihati Abu Darda.
Abu Juhaifah Wahb bin Abdillah ra mengatakan Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan Salman al-Farisi ra dan Abu Darda ra. Setelah itu Salman mengunjungi rumah Abu Darda. Dia melihat Ummu Darda, yakni istri Abu Darda, memakai pakaian kerja yang buruk. “Wahai Ummu Darda, kenapa engkau berpakaian seperti itu?” tanya Salman.
“Saudaramu Abu Darda sedikit pun tidak perhatian terhadap istrinya. Di siang hari dia berpuasa dan di malam hari dia selalu sholat malam,” jawab Ummu Darda.
Lantas datanglah Abu Darda. Ia menyiapkan hidangan makanan kepada Salman. “Makanlah (wahai saudaraku), sesungguhnya aku sedang berpuasa,” ujar Abu Darda mempersilakan Salman untuk menikmati hidangan itu.
“Aku tidak akan makan hingga engkau juga makan,” jawab Salman. Lantas Abu Darda pun ikut makan.
Tatkala malam telah tiba, Abu Darda pergi untuk mengerjakan sholat. Akan tetapi, Salman menegurnya dengan mengatakan, “tidurlah” dan dia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak sholat, dan Salman berkata lagi kepadanya, “tidurlah.” Abu Darda pun menurut.
Ketika malam sudah lewat Salman berkata kepada Abu Darda: “Wahai Abu Darda, sekarang bangunlah.” Keduanya pun mengerjakan sholat.
Setelah selesai sholat, Salman berkata kepada Abu Darda. "Wahai Abu Darda sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka.”
Selanjutnya Abu Darda mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.
Nabi SAW menjawab, “Salman benar.” [HR al-Bukhari)
Sangat Bijaksana
Abu Darda bernama asli Uwaimir bin Amir bin Mâlik bin Zaid bin Qais bin Umayyah bin Amir bin Adi bin Ka`b bin Khazraj bin al-Harits bin Khazraj. Ada yang berpendapat, namanya adalah Amir bin Mâlik, sedangkan Uwaimir adalah julukannya. Ibunya bernama Mahabbah binti Wâqid bin Amir bin Ithnâbah.
Beliau termasuk sahabat yang akhir masuk Islam. Akan tetapi, beliau termasuk sahabat yang bagus keislamannya, seorang faqih, pandai dan bijaksana.
Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Salman al-Fârisi. Nabi SAW mengatakan, “Uwaimir adalah hakîmul ummah (seorang yang sangat bijaksana).”
Abu Darda mengikuti berbagai peperangan setelah perang Uhud. Adapun keikutsertaan beliau dalam perang Uhud masih diperselisihkan.
Diriwayatkan juga, tentang penuturan Abu Darda. “Tatkala Nabi diutus menjadi rasul, ketika itu aku adalah seorang pedagang. Aku ingin menggabungkan ibadahku dan pekerjaanku, namun keduanya tidak bisa bersatu. Kemudian aku pun meninggalkan pekerjaanku dan memilih beribadah kepada Allah taala."
"Demi Allah, alangkah senangnya seandainya aku memiliki toko di jalan menuju pintu masjid hingga aku tidak meninggalkan sholat. Aku bisa mendapatkan keuntungan empat puluh dinar dan bisa aku sedekahkan semua di jalan Allah SWT.”
"Wahai Abu Darda sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka,” ujar Salman menasihati Abu Darda.
Abu Juhaifah Wahb bin Abdillah ra mengatakan Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan Salman al-Farisi ra dan Abu Darda ra. Setelah itu Salman mengunjungi rumah Abu Darda. Dia melihat Ummu Darda, yakni istri Abu Darda, memakai pakaian kerja yang buruk. “Wahai Ummu Darda, kenapa engkau berpakaian seperti itu?” tanya Salman.
“Saudaramu Abu Darda sedikit pun tidak perhatian terhadap istrinya. Di siang hari dia berpuasa dan di malam hari dia selalu sholat malam,” jawab Ummu Darda.
Lantas datanglah Abu Darda. Ia menyiapkan hidangan makanan kepada Salman. “Makanlah (wahai saudaraku), sesungguhnya aku sedang berpuasa,” ujar Abu Darda mempersilakan Salman untuk menikmati hidangan itu.
“Aku tidak akan makan hingga engkau juga makan,” jawab Salman. Lantas Abu Darda pun ikut makan.
Tatkala malam telah tiba, Abu Darda pergi untuk mengerjakan sholat. Akan tetapi, Salman menegurnya dengan mengatakan, “tidurlah” dan dia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak sholat, dan Salman berkata lagi kepadanya, “tidurlah.” Abu Darda pun menurut.
Ketika malam sudah lewat Salman berkata kepada Abu Darda: “Wahai Abu Darda, sekarang bangunlah.” Keduanya pun mengerjakan sholat.
Setelah selesai sholat, Salman berkata kepada Abu Darda. "Wahai Abu Darda sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka.”
Selanjutnya Abu Darda mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.
Nabi SAW menjawab, “Salman benar.” [HR al-Bukhari)
Sangat Bijaksana
Abu Darda bernama asli Uwaimir bin Amir bin Mâlik bin Zaid bin Qais bin Umayyah bin Amir bin Adi bin Ka`b bin Khazraj bin al-Harits bin Khazraj. Ada yang berpendapat, namanya adalah Amir bin Mâlik, sedangkan Uwaimir adalah julukannya. Ibunya bernama Mahabbah binti Wâqid bin Amir bin Ithnâbah.
Beliau termasuk sahabat yang akhir masuk Islam. Akan tetapi, beliau termasuk sahabat yang bagus keislamannya, seorang faqih, pandai dan bijaksana.
Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Salman al-Fârisi. Nabi SAW mengatakan, “Uwaimir adalah hakîmul ummah (seorang yang sangat bijaksana).”
Abu Darda mengikuti berbagai peperangan setelah perang Uhud. Adapun keikutsertaan beliau dalam perang Uhud masih diperselisihkan.
Diriwayatkan juga, tentang penuturan Abu Darda. “Tatkala Nabi diutus menjadi rasul, ketika itu aku adalah seorang pedagang. Aku ingin menggabungkan ibadahku dan pekerjaanku, namun keduanya tidak bisa bersatu. Kemudian aku pun meninggalkan pekerjaanku dan memilih beribadah kepada Allah taala."
"Demi Allah, alangkah senangnya seandainya aku memiliki toko di jalan menuju pintu masjid hingga aku tidak meninggalkan sholat. Aku bisa mendapatkan keuntungan empat puluh dinar dan bisa aku sedekahkan semua di jalan Allah SWT.”