Kasus Khalid bin Walid, Cara Pandang Umar dan Abu Bakar

Rabu, 08 Juli 2020 - 08:41 WIB
loading...
A A A


Tetapi ternyata Khalifah Abu Bakar tidak melakukannya selain hanya memarahi Khalid karena perkawinannya dengan seorang perempuan yang darah suaminya belum lagi kering, di samping tindakannya yang sudah melampaui batas membunuh Malik dan anak buahnya dari kabilah Tamim.

Selanjutnya, Abu Bakar memerintahkan Khalid berangkat ke Yamamah untuk menghadapi Musailamah dan anak buahnya. Ia yakin bahwa Allah akan membantu Khalid dalam menghadapi Banu Hanifah dan akan mendapat kemenangan terus-menerus dan orang akan lupa perkawinannya dengan Laila. ( ).

Sekalipun begitu Umar tidak beranjak dari pendiriannya mengenai perbuatan Khalid itu dan keharusannya ia dipecat. Haekal mengatakan, kegigihannya ini tampak juga pengaruhnya setelah kemudian ia bertugas sebagai Amirul Mukminin. "Ketika ia sudah memegang jabatannya itu, tindakan pertama yang dilakukannya memecat Khalid dari panglima pasukan, kemudian ia dipecat dari semua jabatan militer," katanya.



Buku-buku sejarah tidak menyebutkan bahwa Abu Bakar pernah berselisih dengan Umar setajam seperti persoalan Khalid ini, perselisihan yang sejalan dengan watak kedua orang itu serta tujuan masing-masing mengenai politik negara.

Umar berpendapat bahwa seseorang tak dapat lepas dari dosanya sebelum ia menebusnya. Dengan demikian keadaan akan menjadi stabil dan tertib hukum dapat ditegakkan atas dasar persamaan sejati yang kuat. Buat dia, memaafkan orang-orang penting yang melakukan pelanggaran besar akan sangat berbahaya bagi ketertiban masyarakat. Tetapi Abu Bakar pernah mengatakan bahwa Rasulullah yang memberi julukan Saifullah kepada Khalid, dan kalau daerah-daerah perbatasan di waktu damai harus diperkuat dengan ketidakjelasan hukum, maka waktu dalam keadaan bahaya juga harus diperkuat dengan cara serupa.

Ketika Khalid dipanggil pulang oleh Abu Bakar dan diberi teguran keras, saat itulah umat Islam sedang sangat memerlukan Khalid dan kepemimpinannya dalam militer yang jenius itu, melebihi waktu mana sebelumnya. Itu sebabnya Abu Bakar tidak sampai memecatnya. Malah ia dikirim ke Yamamah untuk menumpas Musailamah, kemudian dikirim ke Irak dan berhasil membebaskan wilayah itu. Selanjutnya ia dipindahkan ke Syam sehingga dengan itu Romawi sudah melupakan bisikan setan.



Menurut Haekal, bersikerasnya Umar dengan pendapatnya terhadap Khalid itu untuk mencegah timbulnya malapetaka, dan tetap meminta Abu Bakar terus menegurnya. Begitu mendapat kemenangan di Yamamah Khalid kawin lagi dengan seorang gadis. Sekali lagi Abu Bakar menulis surat yang berisi teguran keras dengan mengatakan: "Demi hidupku, Khalid! Sungguh Anda orang tak berakal! Anda kawin dengan perempuan itu sedang bercak darah seribu dua ratus Muslim di beranda rumahmu belum lagi kering!"

Dilihatnya surat itu oleh Khalid, lalu katanya: "Ini tentu perbuatan si kidal." Dan Umar bin Khattab memang kidal.

Setelah membebaskan Irak dan sudah sampai di perkampungan Huzail dan mengikis mereka, ada dua laki-laki yang dibunuhnya, padahal mereka masing-masing membawa surat dari Abu Bakar yang menyatakan
keislamannya. Atas perbuatannya ini menurut pendapat Umar, Khalid harus dijatuhi hukuman, dan katanya tentang kedua orang itu: "Begitu ia bertindak terhadap penduduk di daerah perang."



Ada sebagian mereka yang merasa heran bahwa Umar sampai demikian rupa marah kepada Khalid. Khalid yang paman Umar sendiri dan Saifullah serta pembela agama-Nya. Dapat saja keheranan demikian dihilangkan berdasarkan sumber yang dikemukakan oleh beberapa sejarawan bahwa pandangan Umar terhadap Khalid memang tidak baik sejak sebelum ia menganut Islam. Selama hidupnya ia memang sudah tidak menyukainya.

Barangkali Umar tak dapat melupakan Khalid ketika dalam Perang Uhud dan peranannya waktu itu, serta kemenangan kaum musyrik terhadap kaum Muslimin karena kehebatan Khalid. Kemudian serangannya terhadap Rasulullah, kalau tidak karena Umar yang lalu menghadangnya sehingga rencananya itu dapat digagalkan.



Bagaimanapun juga yang pasti Umar tidak senang kepada Khalid kendati ia sangat menghargainya serta mengagumi kehebatannya memimpin pasukan. Perasaan Khalid terhadap Umar pun demikian. Dalam segala hal yang datang dari Khalifah, yang tidak disukainya ia melihat campur tangan Umar. Ketika oleh Abu Bakar ia dipindahkan dari Irak ke Syam ia berkata: "Ini perbuatan si kidal anak Umm Sakhlah. Dia dengki kepada saya karena saya yang membebaskan Irak."

Setiap orang berhak heran melihat perselisihan yang begitu menonjol antara Abu Bakar dengan Umar mengenai masalah Khalid bin Walid itu. Tetapi kita harus kagum juga kepada kedua tokoh besar ini. Bagaimanapun perselisihan mereka yang sudah begitu jelas, namun demi kepentingan Islam dan umat Islam, keakraban dan eratnya kerja sama antara keduanya tak pernah berubah.

Umar tetap setia kepada Abu Bakar dan pada janjinya. Ia menjalankan tugasnya dengan selalu memberikan pendapatnya, dan melaksanakan perintah Khalifah dengan penuh keikhlasan. (Baca juga: Membakar Masjid Kaum Munafik, Matinya Abdullah Bin Ubay )

Kepercayaan Abu Bakar kepada Umar juga tetap seperti dulu, sedikit pun tak terpengaruh oleh keadaan dari luar. Keikhlasan timbal balik dan kepercayaan yang begitu kuat, itulah dasar organisasi yang kukuh dan sumber kewibawaan dan kekuatannya. Itu sebabnya kedaulatan Islam pada masa kedua tokoh ini telah mencapai puncaknya, yang tak pernah ada dalam kedaulatan mana pun di dunia. Nama Abu Bakar dan nama Umar dalam lembaran sejarah merupakan lambang ketulusan, kejujuran dan kekuatan. Tak ada yang dapat menandingi kebesaran dan keagungan pribadi mereka.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2274 seconds (0.1#10.140)