Kisah Muslimah Amerika Attallah Shabazz, Putri Malcolm X Hadiah dari Tuhan

Kamis, 22 Desember 2022 - 07:55 WIB
loading...
A A A
Setelah kelahiran setiap anak dalam keluarga saya, akan diadakan pertemuan di rumah. Saya ingat, saya mendengar seorang laki-laki dari Nation berkata kepada [ayah saya], wah! Secara implisit ini artinya, "Sayang sekali, perempuan lagi."



Kemudian saya bertanya kepadanya apakah dia berharap bahwa saya laki-laki, dan dia menjawab tidak. Dia menyayangi saya sebagaimana adanya. Lalu dia bilang, betapa istimewanya saya dan adik-adik saya yang lain. Karena dia telah memberitahu saya bahwa saya istimewa, maka saya merasa baik-baik saja ketika jenis kelamin mulai menjadi persoalan di masa remaja saya dan di masa awal kedewasaan saya, dan ketika ada perjuangan yang dilakukan oleh banyak wanita di negara ini.

Penyakit Sosial
Saya tahu pekerjaan ayah saya, saya tidak tahu penyakit itu --penyakit sosial. Penghinaan pertama yang terus-menerus muncul di benak saya berasal dari orang-orang di sekitar saya --ketidakpedulian.

Hukuman pertama yang saya alami setelah kematiannya berasal dari orang kulit hitam. Maksud saya bukan keluarga yang selalu berada di sekeliling kami, tetapi yang saya maksud hanya, ketidakramahan, hukuman, tidak menginginkan anak-anak mereka bermain bersama kami, hanya itu... Orang kulit putih dapat dituduh bersifat penuh prasangka buruk, tetapi masyarakat kulit hitam melakukan hal itu juga.

Saya tidak pernah membiarkan semua itu menjadi sesuatu yang menyakitkan, karena saya selalu menganggap perbuatan seperti itu sebagai egois dan tidak pantas --itu adalah kekurangan dan kelemahan mereka. Saya dapat merasakan penderitaan orang lain, seperti saudara kandung atau ibu saya. Saya dapat merasakan penderitaan mereka.

Ada sebuah petisi yang ditandatangani bahwa kami tidak akan pindah ke lingkungan tetangga setelah kematian ayah saya. Mereka sekarang seperti bibi dan paman saya. Sungguh, banyak yang telah dilakukan, tetapi kami dapat melewati semua itu, dan saya mempunyai seorang model dan ukuran: ibu saya. Saya bersyukur pada Tuhan untuk itu.

Bagaimana pendapat Anda atas bangkitnya perhatian terhadap ayah Anda? Apakah Anda bahagia dengan kesadaran itu?

Tentu saja, saya berharap itu terus membangkitkan kesadaran, bukan saja tentang ayah saya, tetapi juga tentang segala hal yang sudah menjadi sesuatu yang tabu.



Filosofi ayah saya bukanlah filosofi yang baru. Kita ini orang-orang yang terlambat berkembang jika kita baru menyadarinya hampir tiga puluh tahun kemudian.

Jika seseorang seperti ayah saya mempunyai pesan yang dapat mempersatukan umat manusia dengan segera, maka kita harus bertanya pada diri sendiri, siapa yang menghalangi informasi itu, apa tujuan mereka?

Saya berharap bahwa kita berpartisipasi dalam proses penyadaran ini. Kita perlu menghabiskan lebih banyak waktu di perpustakaan atau rumah arsip, dan mengetahui bahwa kita berhak untuk itu.

Jembatan Jurang Pemisah
[Ayah saya] menjembatani jurang pemisah antara orang yang masuk Islam dan orang yang mempunyai pemahaman yang salah tentang Islam yang diajarkan Nation of Islam dan orang Timur.

Dia melaksanakan ibadah haji, kembali pulang, lalu mempersatukan kaum Muslimin asing dan muslim Amerika. Dia menjembatani jarak itu karena sebagian besar anggota Nation tidak memikirkan kemurnian Islam.

Wallace Muhammed, ketika mengambil-alih Nation setelah kematian ayahnya, menggabungkan berbagai suku bangsa ke dalam kelompoknya. Mereka sangat berbeda dengan kami.



Para pengikut setia Nation benar-benar mempunyai masalah dengan orang-orang Timur yang sangat beragam itu. Pada tahun-tahun terakhir masa hidup ayah saya, ada seorang syaikh yang tinggal di rumah kami --dia tampak seperti orang yang telah berusia seratus tahun, sangat berwibawa, berkulit hitam legam, rambut seputih salju, dan mengenakan pakaian gaya Saudi Arabia.

Dia begitu saleh dan sangat mengagumkan; ayah saya tampak sangat sederhana di samping orang itu; dia benar-benar merasa nyaman berada di sana. Namanya Syaikh [Ahmed] Hassoun.

Saya adalah generasi ketiga dari kedua pihak keluarga saya. Kakek saya dibunuh. Ayah saya juga mengalami apa yang dialami oleh orang tuanya, dan orang tua mereka. Hidupnya berakhir dengan kekerasan sebagai akibat dari usahanya menyebarluaskan sebuah kesadaran. Beban diletakkan di pundak ibu saya. Dia mempunyai teladan yang cukup di hadapannya, tentang cara untuk bertahan dalam menghadapi tekanan itu.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3229 seconds (0.1#10.140)