Tanggapan Montgomery Watt tentang Kolusi Kaum Orentalis dengan Kolonialis untuk Hancurkan Islam

Sabtu, 21 Januari 2023 - 11:48 WIB
William Montgomery Watt. Foto/Ilustrasi: AP/masjidma
Orientalis yang pakar studi-studi keislaman dari Britania Raya, William Montgomery Watt (1909-2006), mengakui sebagian umat Islam menuduh kaum orientalis barat berkolusi dengan para kolonialis dalam mencoba memperlemah atau menghancurkan Islam.

Ia lalu mencontohkan artikel yang ditulis oleh Abdallah Laroui berjudul "The Crisis of the Arab Intellectual: Traditionalism or Historicism?". Setelah mendefinisikan "Orientalist" sebagai orang "asing" dari luar -- dalam kasus ini adalah orang barat -- yang mengambil Islam sebagai subyek risetnya, Abdallah Laroui meneruskan:

Pada karya-karya para Orientalis kita dapatkan kritik ideologis (dalam artian yang sederhana) terhadap kultur Islam. Hasil dari dorongan-dorongan intelektual yang besar adalah bagi sebagian terbesar yang tak berharga dan tak bernilai ...

Cita-rasa para Orientalis merupakan bagian dari birokrasi dan berdasarkan alasan ini, menderita karena batas-batas yang secara buruk menghalangi kreasi bebas pendekatan-pendekatan baru atau bahkan penerapan pendekatan-pendekatan yang telah ada.





Di samping mengkritik metode-metode kaum Orientalis, Montgomery Watt juga mengajukan asumsi bahwa Islam adalah sesuatu yang statis. Abdallah Laroui sendiri rupanya melihat reinterpretasi dan reformulasi terhadap keimanan Islam dan artikelnya menyimpulkan:

Sangat mungkin bahwa reformulasi kepercayaan adalah ketaajuban person yang gaib yang segera menunggu hadirnya kemenangan. Satu saat lagi kita akan menjadi saksi verifikasi formal dalil, "Islam berlaku bagi semua zaman ... secara tepat karena keimanan itu tidak pernah Islam yang sama; kata yang secara sederhana benar-benar menunjukkan realitas yang senantiasa diulang dan diperbaharui.

Konsepsi tentang Islam ini sebagai dalam proses pembaharuan yang konstan tentu saja disambut dengan hangat.

Hubungan yang Kompleks

Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies).

Berikut selengkapnya tulisan William Montgomery Watt yang diterjemahkan Zaimudin dengan judul "Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi" (Gaya Media Pratama Jakarta, 1996)

Orang-orang seperti saya sendiri yang masuk ke golongan orientalis pada asalnya tidak dipandang sebagai bagian dari birokrasi, namun nyatanya ada hubungan yang kompleks antara para orientalis dalam pengertiannya yang luas (mereka yang tidak tertarik dengan Islam) dan mereka adalah golongan kolonialis dan perwira-perwira asing dari luar.

Selama abad sembilan belas sebagian terbesar orientalis tertarik untuk mempelajari bahasa-bahasa timur dan agama-agama besar periode klasik di timur. Sebagian kecil yang mempunyai daya tarik bagi para kolonialis.

Sebagaimana kaum orientalis yang menghimpun informasi yang lebih banyak tentang kultur-kultur yang mereka pelajari, para kolonialis bertujuan menyatakan bahwa sebagian kajian ini berguna dalam membantu memahami bangsa dan rakyat yang mereka kuasai.



Secara perlahan menteri-menteri urusan luar negeri mulai mempekerjakan ilmuwan- ilmuwan untuk meneliti topik-topik khusus yang menarik perhatian, namun sampai Perang Dunia Dua sebagian besar kaum orientalis akademik masih tetap jauh dari politik, sekalipun mereka mulai tertarik kepada Timur kontemporer.

Jadi pada tahun 1932 Sir Hamilton Gibb mengedit sebuah buku yang berjudul Whither Islam? yang berkenaan dengan gerakan gerakan baru-baru ini di Afrika Utara, Mesir, India dan Indonesia, dan pada tahun 1946 menyampaikan ceramah-ceramah ilmiahnya di Chicago tentang Modern Trends in Islaml.

Selama Perang Dunia II, negara-negara barat menjadi sadar akan perlunya pengetahuan bahasa dan kultur Asia dan Afrika yang dijadikan hal yang esensial. Maka setelah perang usai mereka berencana untuk melakukan ekspansi besar-besaran bagi pengkajian-pengkajian budaya dan bahasa tersebut.

Pembebasan kolonialisme dalam skala besar juga berarti bahwa hanya sebagian kecil administrator-administrator kolonial yang mempunyai ketrampilan linguistik. Bidang-bidang yang dipelajari para orientalis lebih tua diperluas sampai ke "area studi" untuk memperbandingkan ekonomi, politik kontemporer dan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang lain.

Dalam situasi akademik para orientalis yang berubah ini tetap dipertahankan kemerdekaannya, kecuali ketika terjadi perebutan untuk memperoleh dana, yang paling mungkin dijamin oleh proyek-proyek yang bertepatan dengan interes pemerintahan ataupun interes komersial.

Posisi terakhir yang rupanya terjadi bahwa studi-studi ketimuran ini secara umum tidak dapat dikesampingkan oleh negarawan yang menyusun kebijakan luar negeri, agar pemerintah seharusnya dapat mempunyai ahli-ahli sendiri di bidang masing-masing, namun masih ada saja beberapa orientalis akademik yang mengejar garis-garis riset profesional yang hanya sedikit relevansinya dengan politik kontemporer.



Orientalisme Modern

Perjuangan melawan para orientalis itu timbul pada suatu perspektif baru oleh Edward Said dalam bukunya tentang Orientalism. Dia terutama tertarik kepada "orientalisme modern" yang mulai ke arah akhir abad ke delapan belas.

Apakah ada persoalan orientalisme lebih tua yang dapat diperdebatkan, sejak Oxford English Dictionary menunjukkan bahwa kata "orientalist" pertama digunakan bagi seorang mahasiswa Ketimuran sekitar tahun 1780, walaupun "orientalism" tidak terjadi hingga tahun 1812; equivalen kata dalam bahasa Perancis telah sedikit diperlihatkan terdahulu.

Poin utama yang dibuat oleh Said adalah orientalisme modern telah memainkan peranan utama dalam menciptakan stereotype "Oriental" yang menjadi basis kebijakan kolonialis.

Oriental adalah orang yang tidak mengetahui apa yang paling baik bagi diri, yang tidak mampu menguasai diri, yang mudah tertipu, tidak suka akurasi dan tidak jujur, tidak dapat berpikir secara lokal atau memberikan fakta-fakta yang jelas, mudah tergelincir ke dalam intrik.

Hal ini barangkali dapat disimpulkan dalam kalimat: "Barat itu ... adalah rasional, maju, manusiawi, unggul, sementara Timur ... adalah menyimpang, terbelakang, rendah".

Harus diakui bahwa stereotype "Oriental" ini mempengaruhi aktivitas administrator kolonial; namun yang memperluas kaum orientalis itu bertanggung jawab bagi persoalan yang lain. Yang lebih memungkinkan bahwa persepsi "Oriental" ini merupakan sesuatu yang membentuk dirinya secara pelan-pelan pada kontak langsung dengan bangsa-bangsa di Asia, yakni, pertama dari para pelaut dan para pedagang, lalu para kolonialis.

Satu saat persepsi atau stereotype itu mendapat tempat secara umum pada pikiran bangsa Eropa yang terdidik, mahasiswa-mahasiswa Timur tidak dapat luput dari pengaruhnya, dan fakta-fakta baru apapun yang diketemukan akan disesuaikan dan cenderung dikonfirmasikan dengannya.



Sikap Superioritas Kolonialis

Memang Edward Said yang bukan karena maksud yang pertama itu sadar akan sikap superioritas di antara para kolonialis. Beberapa tahun terdahulu (saya pikir pertama pada tahun 1960) Wilfred Cantwell Smith telah menulis:

Pengamatan saya pada studi Ketimuran dan sedikit tentang Afrika lebih dari dua puluh tahun, bahwa kekurangan dan cacat mendasar peradaban Barat dalam peranannya di dunia sejarah adalah arogansi (kesombongan), dan sikap ini juga telah mempengaruhi sikap Gereja Kristen.

Edward Said berikhtiar menghubungkan stereotype Timur abad sembilan belas dengan persepsi-persepsi sebelumnya tentang dunia Islam. Ada beberapa perbedaan penting, namun masih ada satu persoalan sentral yang diabaikan.
Halaman :
Follow
cover top ayah
وَ اِذۡ اَخَذَ رَبُّكَ مِنۡۢ بَنِىۡۤ اٰدَمَ مِنۡ ظُهُوۡرِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَ اَشۡهَدَهُمۡ عَلٰٓى اَنۡفُسِهِمۡ‌ ۚ اَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡ‌ ؕ قَالُوۡا بَلٰى‌ ۛۚ شَهِدۡنَا ‌ۛۚ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنۡ هٰذَا غٰفِلِيۡنَ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka seraya berfirman, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.

(QS. Al-A'raf Ayat 172)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More