Ketika Freemasonry Masuk dan Atur Detak Jantung Kekuasaan Utsmani
Sabtu, 25 Juli 2020 - 16:21 WIB
Muhammad Harb dalam Mudzakkirat Al-Sulthan Abdul Hamid, memaparkan Medhat Pasya dan sahabat-sahabatnya dari kalangan Freemasonry adalah pecandu minuman keras.
Dalam Catatan Hariannya, Sultan Abdul Hamid menulis: “Merupakan rahasia umum yang diketahui secara luas, bahwa figur-figur yang mengeluarkan aturan perundang-undangan dari kalangan penyair dan sastrawan, selalu berkumpul pada sore hari di istana Medhat Pasya. Yang mereka bicarakan, bukan dalam rangka membicarakan persoalan negara, namun mereka membicarakan masalah minuman keras dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek.”
Mereka adalah orang-orang yang kecanduan minuman keras. Sedangkan Medhat Pasya sendiri adalah orang yang sejak masa remajanya telah kecanduan minuman keras. Soal ini telah diketahui secara umum. Bau minuman keras ini bertemu dengan bau undang-undang pokok yang dikeluarkan.
Tatkala Medhat Pasya bangkit dari meja hidangan, dia keluar dengan bergelayutan pada tangan orang-orang yang hadir di tempat itu agar tidak jatuh. Saat dia mencuci tangannya, dia berkata pada Thusun Pasya, suami saudarinya, masih dengan mulut berbusa, “Wahai Pasya, siapa yang mampu kini menyingkirkan aku dari kedudukanku setelah aku sampai pada kedudukanku saat ini? Siapa?! Katakan pada saya berapa tahun saya akan duduk sebagai Perdana Menteri?”
Thusun Pasya menjawab, “Jika kau tetap berada dalam kondisimu yang seperti ini, maka saya yakin tak akan lebih dari seminggu.”
Setiap berada dalam kumpulan peminum mimuman keras yang sifatnya khusus, Medhat Pasya selalu menyingkap rahasia-rahasia negara hingga hal tersiar pada hari berikutnya di antara warga Istanbul. Pada suatu malam, Medhat Pasya mengungkap ambisinya untuk mengumumkan bentuk negara Republik sebagai pengganti Khilafah Utsmaniyah dan dialah yang akan menjadi penguasa (presiden) baru bagi Republik Utsmani yang baru itu,yang kemudian menjadi kaisarnya. Hal ini persis seperti apa yang dilakukan oleh Napoleon III di Perancis.
Medhat Pasya tertuduh sebagai orang yang melakukan pembunuhan berencana terhadap Sultan Abdul Aziz. Maka Sultan Abdul Hamid segera membentuk panitia investigasi untuk kasus tersebut. Setelah itu, para tersangka diajukan ke pengadilan yang menghinakan mereka. Medhat Pasya pun divonis dengan hukuman pancung. Sultan Abdul Hamid memberikan keringanan agar dia tidak dipancung dan hanya dimasukkan ke dalam penjara. Setelah itu dia diasingkan ke Hijaz dan ditempatkan di penjara militer. (Baca juga: Sujud Syukur Dunia Islam Sambut Kemenangan Al-Fatih, Hagia Sophia Jadi Masjid )
Dalam Catatan Hariannya, Sultan Abdul Hamid menulis: “Merupakan rahasia umum yang diketahui secara luas, bahwa figur-figur yang mengeluarkan aturan perundang-undangan dari kalangan penyair dan sastrawan, selalu berkumpul pada sore hari di istana Medhat Pasya. Yang mereka bicarakan, bukan dalam rangka membicarakan persoalan negara, namun mereka membicarakan masalah minuman keras dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek.”
Mereka adalah orang-orang yang kecanduan minuman keras. Sedangkan Medhat Pasya sendiri adalah orang yang sejak masa remajanya telah kecanduan minuman keras. Soal ini telah diketahui secara umum. Bau minuman keras ini bertemu dengan bau undang-undang pokok yang dikeluarkan.
Tatkala Medhat Pasya bangkit dari meja hidangan, dia keluar dengan bergelayutan pada tangan orang-orang yang hadir di tempat itu agar tidak jatuh. Saat dia mencuci tangannya, dia berkata pada Thusun Pasya, suami saudarinya, masih dengan mulut berbusa, “Wahai Pasya, siapa yang mampu kini menyingkirkan aku dari kedudukanku setelah aku sampai pada kedudukanku saat ini? Siapa?! Katakan pada saya berapa tahun saya akan duduk sebagai Perdana Menteri?”
Thusun Pasya menjawab, “Jika kau tetap berada dalam kondisimu yang seperti ini, maka saya yakin tak akan lebih dari seminggu.”
Baca Juga
Setiap berada dalam kumpulan peminum mimuman keras yang sifatnya khusus, Medhat Pasya selalu menyingkap rahasia-rahasia negara hingga hal tersiar pada hari berikutnya di antara warga Istanbul. Pada suatu malam, Medhat Pasya mengungkap ambisinya untuk mengumumkan bentuk negara Republik sebagai pengganti Khilafah Utsmaniyah dan dialah yang akan menjadi penguasa (presiden) baru bagi Republik Utsmani yang baru itu,yang kemudian menjadi kaisarnya. Hal ini persis seperti apa yang dilakukan oleh Napoleon III di Perancis.
Medhat Pasya tertuduh sebagai orang yang melakukan pembunuhan berencana terhadap Sultan Abdul Aziz. Maka Sultan Abdul Hamid segera membentuk panitia investigasi untuk kasus tersebut. Setelah itu, para tersangka diajukan ke pengadilan yang menghinakan mereka. Medhat Pasya pun divonis dengan hukuman pancung. Sultan Abdul Hamid memberikan keringanan agar dia tidak dipancung dan hanya dimasukkan ke dalam penjara. Setelah itu dia diasingkan ke Hijaz dan ditempatkan di penjara militer. (Baca juga: Sujud Syukur Dunia Islam Sambut Kemenangan Al-Fatih, Hagia Sophia Jadi Masjid )
(mhy)
Lihat Juga :