Ketika Freemasonry Masuk dan Atur Detak Jantung Kekuasaan Utsmani
Sabtu, 25 Juli 2020 - 16:21 WIB
PADA suatu kunjungan ke Eropa , Perdana Menteri Utsmani , Fuad Pasya, ditanya para pembesar Eropa. “Negara manakah yang paling kuat di dunia saat ini?” (
)
Fuad Pasya menjawab, “Negara paling kuat di dunia saat ini adalah pemerintahan Utsmani. Karena kalian telah berusaha menghancurkannya dari luar dan kami telah berusaha menghancurkannya dari dalam. Namun keduanya tidak berhasil menghancurkannya.”
Kala itu, Abdul Hamid yang masih berusia 25 tahun ikut dan mendengar langsung dialog tersebut. Dari dialog ini, Abdul Hamid menangkap satu pelajaran bagaimana membungkam kekuatan yang berusaha untuk menghancurkan pemerintahan Utsmani. Selain, ia juga mempelajari bagaimana kecerdikan diplomatik yang ia buktikan kemudian ketika berkuasa.
( )
Naik Tahta
Pada hari Kamis, tanggal 11 Sya’ban 1293 H atau bertepatan dengan 31 Agustus 1876 M adalah hari berkabung bagi Utsmani. Pada hari itu, Sultan Murad V meninggal dunia. Padahal ia baru 93 hari naik sebagai khalifah, yakni pada tanggal 8 Jumadil Ula tahun 1293 H. Ia naik menggantikan Sultan Abdul Aziz yang terbunuh.
Sultan Murad V dikenal cerdas dan memiliki pengetahuan yang luas tentang Turki dan Arab. Sebagaimana ia juga menampakkan perhatiannya yang sangat tinggi terhadap sastra, ilmu pengetahuan secara umum dan masalah-masalah yang menyangkut Eropa. Dia pernah datang ke Eropa dan bertemu dengan beberapa orang Eropa.
Hanya saja, Sultan terjebak dalam jaringan Freemasonry. Dia memiliki hubungan khusus dengan Namiq Kamil, seorang anggota gerakan ini dan beberapa orang yang lain. Sultan dikenal sebagai orang yang cenderung pada undang-undang positif, liberal dan sekuler.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi , dalam Bangkit dan Runtunya Khilafah Utsmaniyah menyebut gerakan Freemasonrylah yang mendorong dia naik ke puncak kekuasaan kesultanan. Namun dia ditimpa kerusakan otak, setelah dia dikejutkan oleh rasa takut yang berlebihan tatkala bangun di tengah malam saat dicopotnya Sultan Abdul Aziz.
(2), (3) , ( 4 )
Tatkala sampai padanya berita dibunuhnya Hasan Al-Jarsaki, muncul kerusakan otak dan akalnya sehingga menimbulkan dampak pada pencernaannya. Kesehatannya terus merosot pada saat Medhat Pasya sedang gencar-gencarnya berusaha untuk mengumumkan undang-undang positif sebagai pengganti syariah Islam.
Pada saat sakit inilah, Medhat Pasya dengam teliti mempelajari hukum dan undang-undang Barat dan terus melakukan kontak dengan para pendukungnya, hingga akhirnya dia berhasil menyiapkan undang-undang dalam bentuknya yang siap pakai.
Disebutkan bahwa kegilaaan Sultan tampak di mata manusia dengan sangat jelas. Maka tidak ada jalan lain, kecuali dia harus dicopot. Pencopotan itu diumumkan oleh Syaikhul Islam pada tahun 1876 M. Teks dari fatwa pencopotan itu berbunyi,
Jika seorang pemimpin kaum muslimin menderita penyakit gila yang beriapis-lapis, maka lenyaplah tujuan dari kepemimpinannya. Lalu apakah sah pencopotan kepemimpinan di masanya?]awabnya adalah, 'sah.’ Wallahu a’lam." (Ditulis oleh Al-Faqir Hasan Khairullah)
Para pemuda yang tergabung dalam Gerakan Persatuan dan Pembangunan telah memberikan pengaruh pada Sultan Murad V, sehingga dia masuk dalam gerakan Freemasonry.
Dia banyak minum minuman keras dan mabuk dengan pemikiran Barat sekuler serta filsafat Barat.
Setelah dicopot, dia berhasil sembuh dari penyakit gilanya. Dia menghabiskan sisa-sisa hidupnya di istana Jaraghan hingga wafat saat usianya mendekati 64 tahun.
Baca juga: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid
Setelah itu Sultan Abdul Hamid menganggantikannya. Dalam pembaitan itu hadir para menteri, para pejabat tinggi dari kalangan sipil dan militer di Sara Thubiqabu.
Pengangkatan sebagai khalifah mendapat sambutan dan ucapan selamat dari berbagai aliran dan kelompok.
Pada saat dilantik, dilepaskan meriam di segenap penjuru negeri sebagai bentuk penghormatan atas peristiwa itu. Kota Istambul dihias selama tiga hari. Perdana Menteri mengirimkan surat kilat ke berbagai penjuru dunia untuk mengabarkan peristiwa pengangkatan Sultan Abdul Hamid sebagai khalifah.
Mengenai Sultan Murad V, Sultan Abdul Hamid mengatakan, “Salah satu tabiatnya adalah bahwa dia seringkali tertipu dengan orang yang tersenyum di hadapannya, tanpa berpikir apakah senyum itu masuk akal atau tidak masuk akal sampai-sampai semua itu tidak pernah hadir dalam benaknya, apakah itu cocok atau tidak. Dia adalah khalifah masa depan untuk gerakan Freemasonry dan musibah akan muncul karenanya. Sebagian orang yang menyebut dirinya sebagai orang-orang yang mendukung gerakan pembaharuan, telah berhasil menyeretnya untuk kecanduan minum-minuman keras. Mereka memimpikan cara-cara dan pola hidup orang-orang Eropa.
Sultan Abdul Hamid
Sultan Abdul Hamid adalah Sultan Utsmani ke-34. Dia menduduki singgasana kesultanan pada saat usianya menjelang 34 tahun. Sultan dilahirkan pada tanggal 16 Sya'ban tahun 1258 H/1842 M. Ibunya meninggal dunia pada saat Sultan Abdul Hamid baru berusia 10 tahun.
Sultan Abdul Hamid mendapat pendidikan reguler di dalam istana. Di bawah bimbingan orang-orang yang sangat terkenal di zamannya, baik secara ilmu atau pun akhlak. Dia belajar bahasa Arab dan Persia, belajar sejarah, sangat senang terhadap sastra, mendalami ilmu tasawuf, dan mengarang beberapa syair dalam bahasa Turki.
Setelah dilantik menjadi Khalifah, Sultan Abdul Hamid mengangkat Medhat Pasya sebagai Perdana Menteri. Kemudian pada tanggal 23 Desember 1876 M sang perdana menteri itu menetapkan undang-undang yang menjamin kebebasan sipil dan menetapkan pemerintahan dengan sistem parlemen.
Undang-undang ini mengatur, bahwa parlemen terdiri dari dua Majelis: Majelis Perwakilan/Utusan dan Majelis Tokoh Pembesar (Senator).
Di awal masa pemerintahannya, Sultan harus berhadapan dengan kediktatoran para menteri dan kekerasan politik pembaratan yang dipimpin oleh kelompok Utsmani Baru, yang terdiri dari kalangan terpelajar yang sangat terpengaruh oleh Barat.
Mereka adalah orang-orang yang telah berhasil dibentuk oleh gerakan Freemasonry untuk menjadi budak mereka dalam rangka merealisasikan target yang ingin mereka capai. Tingkat kediktatoran para menteri ini terlihat, di mana Medhat Pasya yang saat itu menjadi pimpinan kelompok Utsmani Baru, menulis surat pada Sultan Abdul Hamid di awal pemerintahannya (1877 M) yang berbunyi demikian;
“Tujuan kami mengeluarkan undang-undang ini tak lain adalah untuk memotong semua bentuk kediktatoran, dan menentukan apa yang menjadi hak dan kewajiban Tuan yang terhormat, menentukan kewajiban para menteri, memberikan jaminan kemerdekaan dan hak-hak semua manusia sehingga negeri ini bisa maju. Sesungguhnya kami akan senantiasa menaati semua perintah Tuan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umat.”
Menanggapi surat tersebut, Sultan Abdul Hamid mengatakan, “Saya ketahui, Medhat Pasya telah menempatkan dirinya sebagai penguasa dan menjadi pemberi wasiat kepada saya. Dalam tindak tanduknya didapatkan sesuatu yang sangat jauh dari sesuatu yang disyaratkan (demokrasi) dan lebih dekat pada kediktatoran."
Muhammad Harb dalam Mudzakkirat Al-Sulthan Abdul Hamid, memaparkan Medhat Pasya dan sahabat-sahabatnya dari kalangan Freemasonry adalah pecandu minuman keras.
Dalam Catatan Hariannya, Sultan Abdul Hamid menulis: “Merupakan rahasia umum yang diketahui secara luas, bahwa figur-figur yang mengeluarkan aturan perundang-undangan dari kalangan penyair dan sastrawan, selalu berkumpul pada sore hari di istana Medhat Pasya. Yang mereka bicarakan, bukan dalam rangka membicarakan persoalan negara, namun mereka membicarakan masalah minuman keras dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek.”
Mereka adalah orang-orang yang kecanduan minuman keras. Sedangkan Medhat Pasya sendiri adalah orang yang sejak masa remajanya telah kecanduan minuman keras. Soal ini telah diketahui secara umum. Bau minuman keras ini bertemu dengan bau undang-undang pokok yang dikeluarkan.
Tatkala Medhat Pasya bangkit dari meja hidangan, dia keluar dengan bergelayutan pada tangan orang-orang yang hadir di tempat itu agar tidak jatuh. Saat dia mencuci tangannya, dia berkata pada Thusun Pasya, suami saudarinya, masih dengan mulut berbusa, “Wahai Pasya, siapa yang mampu kini menyingkirkan aku dari kedudukanku setelah aku sampai pada kedudukanku saat ini? Siapa?! Katakan pada saya berapa tahun saya akan duduk sebagai Perdana Menteri?”
Thusun Pasya menjawab, “Jika kau tetap berada dalam kondisimu yang seperti ini, maka saya yakin tak akan lebih dari seminggu.”
Setiap berada dalam kumpulan peminum mimuman keras yang sifatnya khusus, Medhat Pasya selalu menyingkap rahasia-rahasia negara hingga hal tersiar pada hari berikutnya di antara warga Istanbul. Pada suatu malam, Medhat Pasya mengungkap ambisinya untuk mengumumkan bentuk negara Republik sebagai pengganti Khilafah Utsmaniyah dan dialah yang akan menjadi penguasa (presiden) baru bagi Republik Utsmani yang baru itu,yang kemudian menjadi kaisarnya. Hal ini persis seperti apa yang dilakukan oleh Napoleon III di Perancis.
Medhat Pasya tertuduh sebagai orang yang melakukan pembunuhan berencana terhadap Sultan Abdul Aziz. Maka Sultan Abdul Hamid segera membentuk panitia investigasi untuk kasus tersebut. Setelah itu, para tersangka diajukan ke pengadilan yang menghinakan mereka. Medhat Pasya pun divonis dengan hukuman pancung. Sultan Abdul Hamid memberikan keringanan agar dia tidak dipancung dan hanya dimasukkan ke dalam penjara. Setelah itu dia diasingkan ke Hijaz dan ditempatkan di penjara militer. (Baca juga: Sujud Syukur Dunia Islam Sambut Kemenangan Al-Fatih, Hagia Sophia Jadi Masjid )
Fuad Pasya menjawab, “Negara paling kuat di dunia saat ini adalah pemerintahan Utsmani. Karena kalian telah berusaha menghancurkannya dari luar dan kami telah berusaha menghancurkannya dari dalam. Namun keduanya tidak berhasil menghancurkannya.”
Kala itu, Abdul Hamid yang masih berusia 25 tahun ikut dan mendengar langsung dialog tersebut. Dari dialog ini, Abdul Hamid menangkap satu pelajaran bagaimana membungkam kekuatan yang berusaha untuk menghancurkan pemerintahan Utsmani. Selain, ia juga mempelajari bagaimana kecerdikan diplomatik yang ia buktikan kemudian ketika berkuasa.
( )
Naik Tahta
Pada hari Kamis, tanggal 11 Sya’ban 1293 H atau bertepatan dengan 31 Agustus 1876 M adalah hari berkabung bagi Utsmani. Pada hari itu, Sultan Murad V meninggal dunia. Padahal ia baru 93 hari naik sebagai khalifah, yakni pada tanggal 8 Jumadil Ula tahun 1293 H. Ia naik menggantikan Sultan Abdul Aziz yang terbunuh.
Sultan Murad V dikenal cerdas dan memiliki pengetahuan yang luas tentang Turki dan Arab. Sebagaimana ia juga menampakkan perhatiannya yang sangat tinggi terhadap sastra, ilmu pengetahuan secara umum dan masalah-masalah yang menyangkut Eropa. Dia pernah datang ke Eropa dan bertemu dengan beberapa orang Eropa.
Hanya saja, Sultan terjebak dalam jaringan Freemasonry. Dia memiliki hubungan khusus dengan Namiq Kamil, seorang anggota gerakan ini dan beberapa orang yang lain. Sultan dikenal sebagai orang yang cenderung pada undang-undang positif, liberal dan sekuler.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi , dalam Bangkit dan Runtunya Khilafah Utsmaniyah menyebut gerakan Freemasonrylah yang mendorong dia naik ke puncak kekuasaan kesultanan. Namun dia ditimpa kerusakan otak, setelah dia dikejutkan oleh rasa takut yang berlebihan tatkala bangun di tengah malam saat dicopotnya Sultan Abdul Aziz.
(2), (3) , ( 4 )
Tatkala sampai padanya berita dibunuhnya Hasan Al-Jarsaki, muncul kerusakan otak dan akalnya sehingga menimbulkan dampak pada pencernaannya. Kesehatannya terus merosot pada saat Medhat Pasya sedang gencar-gencarnya berusaha untuk mengumumkan undang-undang positif sebagai pengganti syariah Islam.
Pada saat sakit inilah, Medhat Pasya dengam teliti mempelajari hukum dan undang-undang Barat dan terus melakukan kontak dengan para pendukungnya, hingga akhirnya dia berhasil menyiapkan undang-undang dalam bentuknya yang siap pakai.
Disebutkan bahwa kegilaaan Sultan tampak di mata manusia dengan sangat jelas. Maka tidak ada jalan lain, kecuali dia harus dicopot. Pencopotan itu diumumkan oleh Syaikhul Islam pada tahun 1876 M. Teks dari fatwa pencopotan itu berbunyi,
Jika seorang pemimpin kaum muslimin menderita penyakit gila yang beriapis-lapis, maka lenyaplah tujuan dari kepemimpinannya. Lalu apakah sah pencopotan kepemimpinan di masanya?]awabnya adalah, 'sah.’ Wallahu a’lam." (Ditulis oleh Al-Faqir Hasan Khairullah)
Para pemuda yang tergabung dalam Gerakan Persatuan dan Pembangunan telah memberikan pengaruh pada Sultan Murad V, sehingga dia masuk dalam gerakan Freemasonry.
Dia banyak minum minuman keras dan mabuk dengan pemikiran Barat sekuler serta filsafat Barat.
Setelah dicopot, dia berhasil sembuh dari penyakit gilanya. Dia menghabiskan sisa-sisa hidupnya di istana Jaraghan hingga wafat saat usianya mendekati 64 tahun.
Baca juga: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid
Setelah itu Sultan Abdul Hamid menganggantikannya. Dalam pembaitan itu hadir para menteri, para pejabat tinggi dari kalangan sipil dan militer di Sara Thubiqabu.
Pengangkatan sebagai khalifah mendapat sambutan dan ucapan selamat dari berbagai aliran dan kelompok.
Pada saat dilantik, dilepaskan meriam di segenap penjuru negeri sebagai bentuk penghormatan atas peristiwa itu. Kota Istambul dihias selama tiga hari. Perdana Menteri mengirimkan surat kilat ke berbagai penjuru dunia untuk mengabarkan peristiwa pengangkatan Sultan Abdul Hamid sebagai khalifah.
Mengenai Sultan Murad V, Sultan Abdul Hamid mengatakan, “Salah satu tabiatnya adalah bahwa dia seringkali tertipu dengan orang yang tersenyum di hadapannya, tanpa berpikir apakah senyum itu masuk akal atau tidak masuk akal sampai-sampai semua itu tidak pernah hadir dalam benaknya, apakah itu cocok atau tidak. Dia adalah khalifah masa depan untuk gerakan Freemasonry dan musibah akan muncul karenanya. Sebagian orang yang menyebut dirinya sebagai orang-orang yang mendukung gerakan pembaharuan, telah berhasil menyeretnya untuk kecanduan minum-minuman keras. Mereka memimpikan cara-cara dan pola hidup orang-orang Eropa.
Sultan Abdul Hamid
Sultan Abdul Hamid adalah Sultan Utsmani ke-34. Dia menduduki singgasana kesultanan pada saat usianya menjelang 34 tahun. Sultan dilahirkan pada tanggal 16 Sya'ban tahun 1258 H/1842 M. Ibunya meninggal dunia pada saat Sultan Abdul Hamid baru berusia 10 tahun.
Sultan Abdul Hamid mendapat pendidikan reguler di dalam istana. Di bawah bimbingan orang-orang yang sangat terkenal di zamannya, baik secara ilmu atau pun akhlak. Dia belajar bahasa Arab dan Persia, belajar sejarah, sangat senang terhadap sastra, mendalami ilmu tasawuf, dan mengarang beberapa syair dalam bahasa Turki.
Setelah dilantik menjadi Khalifah, Sultan Abdul Hamid mengangkat Medhat Pasya sebagai Perdana Menteri. Kemudian pada tanggal 23 Desember 1876 M sang perdana menteri itu menetapkan undang-undang yang menjamin kebebasan sipil dan menetapkan pemerintahan dengan sistem parlemen.
Undang-undang ini mengatur, bahwa parlemen terdiri dari dua Majelis: Majelis Perwakilan/Utusan dan Majelis Tokoh Pembesar (Senator).
Di awal masa pemerintahannya, Sultan harus berhadapan dengan kediktatoran para menteri dan kekerasan politik pembaratan yang dipimpin oleh kelompok Utsmani Baru, yang terdiri dari kalangan terpelajar yang sangat terpengaruh oleh Barat.
Mereka adalah orang-orang yang telah berhasil dibentuk oleh gerakan Freemasonry untuk menjadi budak mereka dalam rangka merealisasikan target yang ingin mereka capai. Tingkat kediktatoran para menteri ini terlihat, di mana Medhat Pasya yang saat itu menjadi pimpinan kelompok Utsmani Baru, menulis surat pada Sultan Abdul Hamid di awal pemerintahannya (1877 M) yang berbunyi demikian;
“Tujuan kami mengeluarkan undang-undang ini tak lain adalah untuk memotong semua bentuk kediktatoran, dan menentukan apa yang menjadi hak dan kewajiban Tuan yang terhormat, menentukan kewajiban para menteri, memberikan jaminan kemerdekaan dan hak-hak semua manusia sehingga negeri ini bisa maju. Sesungguhnya kami akan senantiasa menaati semua perintah Tuan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umat.”
Menanggapi surat tersebut, Sultan Abdul Hamid mengatakan, “Saya ketahui, Medhat Pasya telah menempatkan dirinya sebagai penguasa dan menjadi pemberi wasiat kepada saya. Dalam tindak tanduknya didapatkan sesuatu yang sangat jauh dari sesuatu yang disyaratkan (demokrasi) dan lebih dekat pada kediktatoran."
Muhammad Harb dalam Mudzakkirat Al-Sulthan Abdul Hamid, memaparkan Medhat Pasya dan sahabat-sahabatnya dari kalangan Freemasonry adalah pecandu minuman keras.
Dalam Catatan Hariannya, Sultan Abdul Hamid menulis: “Merupakan rahasia umum yang diketahui secara luas, bahwa figur-figur yang mengeluarkan aturan perundang-undangan dari kalangan penyair dan sastrawan, selalu berkumpul pada sore hari di istana Medhat Pasya. Yang mereka bicarakan, bukan dalam rangka membicarakan persoalan negara, namun mereka membicarakan masalah minuman keras dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek.”
Mereka adalah orang-orang yang kecanduan minuman keras. Sedangkan Medhat Pasya sendiri adalah orang yang sejak masa remajanya telah kecanduan minuman keras. Soal ini telah diketahui secara umum. Bau minuman keras ini bertemu dengan bau undang-undang pokok yang dikeluarkan.
Tatkala Medhat Pasya bangkit dari meja hidangan, dia keluar dengan bergelayutan pada tangan orang-orang yang hadir di tempat itu agar tidak jatuh. Saat dia mencuci tangannya, dia berkata pada Thusun Pasya, suami saudarinya, masih dengan mulut berbusa, “Wahai Pasya, siapa yang mampu kini menyingkirkan aku dari kedudukanku setelah aku sampai pada kedudukanku saat ini? Siapa?! Katakan pada saya berapa tahun saya akan duduk sebagai Perdana Menteri?”
Thusun Pasya menjawab, “Jika kau tetap berada dalam kondisimu yang seperti ini, maka saya yakin tak akan lebih dari seminggu.”
Baca Juga
Setiap berada dalam kumpulan peminum mimuman keras yang sifatnya khusus, Medhat Pasya selalu menyingkap rahasia-rahasia negara hingga hal tersiar pada hari berikutnya di antara warga Istanbul. Pada suatu malam, Medhat Pasya mengungkap ambisinya untuk mengumumkan bentuk negara Republik sebagai pengganti Khilafah Utsmaniyah dan dialah yang akan menjadi penguasa (presiden) baru bagi Republik Utsmani yang baru itu,yang kemudian menjadi kaisarnya. Hal ini persis seperti apa yang dilakukan oleh Napoleon III di Perancis.
Medhat Pasya tertuduh sebagai orang yang melakukan pembunuhan berencana terhadap Sultan Abdul Aziz. Maka Sultan Abdul Hamid segera membentuk panitia investigasi untuk kasus tersebut. Setelah itu, para tersangka diajukan ke pengadilan yang menghinakan mereka. Medhat Pasya pun divonis dengan hukuman pancung. Sultan Abdul Hamid memberikan keringanan agar dia tidak dipancung dan hanya dimasukkan ke dalam penjara. Setelah itu dia diasingkan ke Hijaz dan ditempatkan di penjara militer. (Baca juga: Sujud Syukur Dunia Islam Sambut Kemenangan Al-Fatih, Hagia Sophia Jadi Masjid )
(mhy)
Lihat Juga :