Khutbah Idul Adha: Kurban dan Solidaritas Kita di Masa Pandemi

Kamis, 30 Juli 2020 - 13:34 WIB
Ilustrasi/Ist
Ustadz Nur Rohmad

Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang Peribadatan & Hukum, PD Dewan Masjid Indonesia Kab. Mojokerto

Khutbah I

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ،ـ





الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا إِخْوَةَ الْإِسْلَامِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah id pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta’ala.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Hari raya sejatinya adalah hari yang dirayakan setelah seorang hamba melakukan berbagai ketaatan dan penghambaan kepada Allah ta’ala. Idul Fitri sejatinya adalah bagi mereka yang telah sungguh-sungguh melaksanakan ibadah puasa dan berbagai ibadah di bulan Ramadhan . Dan Idul Adha sejatinya adalah bagi mereka yang telah menjalankan rukun haji yang paling utama, yaitu wukuf di Arafah, atau bagi mereka yang telah sungguh-sungguh melakukan ketaatan dan ibadah pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah.

Merekalah yang sejatinya berhari raya. Sedangkan orang-orang yang tidak mendahului dua hari raya dengan berbagai ketaatan dan ibadah, lalu apa yang mereka rayakan?

Hadirin jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,

Hari raya sejatinya bukanlah hari kegembiraan bagi sebagian orang. Pada hari raya, semestinya yang berbahagia bukanlah orang-orang tertentu. Seharusnya kita semua bergembira. Seharusnya kita semua berbahagia. Karena hari raya sejatinya adalah hari raya seluruh umat.

Hari raya adalah kegembiraan umat Islam di seluruh dunia. Hari raya adalah kegembiraan bersama. Zakat fitrah yang mengiringi Idul Fitri dan kurban yang mengiringi Idul Adha adalah bukti bahwa Islam menggariskan agar hari raya melahirkan kegembiraan bersama.

Orang yang mampu berzakat fitrah, maka ia berikan zakatnya kepada orang-orang yang fakir dan miskin. Orang yang mampu berkurban, maka ia bagikan daging hewan kurban kepada orang-orang yang tidak mampu, yang sebagian dari mereka mungkin hanya merasakan daging setahun sekali.

Dengan itu, kegembiraan akan merata. Kegembiraan akan dirasakan oleh sebanyak-banyaknya umat Islam.

Dari titik ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan dan menggembirakan mereka dengan zakat dan daging kurban adalah sesuatu yang semestinya selalu mengiringi setiap momen hari raya.

Hakikat hari raya adalah kegembiraan bersama, kasih sayang, empati dan berbagi kepada sesama.

Hadirin rahimakumullah,

Sebagai upaya untuk menjadikan hari raya sebagai kegembiraan bersama, kita seyogianya menyambut hari raya dengan mempersiapkan diri kita untuk berbagi dengan yang lain.

Menjelang hari raya, kita persiapkan diri kita untuk membantu sesama, meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan dan menghilangkan kesedihan mereka dengan menyumbangkan sebagian harta kita.

Jika tidak mampu, maka dengan ucapan-ucapan yang indah yang dapat menghibur hati mereka, dengan sapaan dan senyuman tulus kepada mereka serta lantunan doa untuk kebaikan mereka.

Ketika kita berkumpul bersama ayah-ibu kita, bersama anak-anak kita, teman-teman kita dan orang-orang yang kita cintai dalam rangka makan bersama pada momen hari raya, ingatlah bahwa di sana masih banyak anak-anak yatim yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka.

Di sana ada janda-janda yang bekerja membanting tulang mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak mereka. Ingatlah bahwa di berbagai tempat banyak orang yang kehilangan pekerjaan pada musim pandemi ini. Di berbagai daerah banyak orang kesulitan mencari nafkah akibat covid-19 yang terus mewabah.

Paling tidak, kita lantunkan doa untuk mereka pada hari yang penuh keberkahan ini. Pada hari yang semestinya semua orang bergembira, mereka menahan kesedihan, merasakan perihnya kehidupan dan menanggung beban hidup yang serba kesulitan. Kita selipkan doa untuk mereka di tengah kegembiraan kita.



Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kita hadirkan dalam hati bahwa pada saat kita membantu orang-orang yang membutuhkan atau mendoakan mereka, pada hakikatnya kita sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri.

Kita renungkan dan kita hadirkan dalam hati kandungan makna dari ayat-ayat berikut ini:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ (سورة الإسراء: ٧)

Maknanya: “Jika kalian berbuat baik, sejatinya kalian telah berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS al-Isra’: 7)

وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ (سورة البقرة: ٢٧٢) ـ

Maknanya: “Dan apa pun harta yang kalian infakkan di jalan Allah, maka pahalanya itu untuk diri kalian sendiri. Dan janganlah kalian berinfak melainkan karena mencari ridha Allah. Dan apa pun harta yang kalian infakkan, niscaya kalian akan diberi pahala secara penuh dan kalian sedikit pun tidak akan dirugikan” (QS al-Baqarah: 272).



Hadirkan juga dalam hati apa yang disabdakan Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم)

Maknanya: “Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan baginya kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang Muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama Muslim” (HR Muslim).

Halaman :
Follow
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Jika seseorang lupa lalu dia makan dan minum ketika sedang berpuasa, maka hendaklah dia meneruskan puasanya, karena hal itu berarti Allah telah memberinya makan dan minum.

(HR. Bukhari No. 1797)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More