Nizhamul Mulk, Pemimpin Sekaligus Bapak
Sabtu, 22 Agustus 2020 - 09:49 WIB
Khutbah-khutbah bergema, sedang kecamuk perang tak pernah padam
Jika penyakit tidak kau matikan pastilah wabah akan menghancurkan
Dan orang-orang Baghdad tenggelam dalam perang dan dendam
Jika demikian adanya, selamat tinggal untuk sekolah dan semua orang
Takkan ada lagi yang berpegang pada kebenaran setelah kau pulang.”
Majelisnya selalu dipenuhi kalangan ulama dan fuqaha’, yang merupakan teman bergaul sehari-harinya. Suatu saat dikatakan padanya, “Sesungguhnya mereka itu telah mencegahmu untuk melakukan banyak kemaslahatan!”
Dia pun menjawab, “Sesungguhnya mereka itu adalah keindahan dunia dan akhirat, dan kala saya dudukkan mereka di atas kepala saya, maka saya tidak akan menganggap itu sebagai sesuatu yang memberatkan.”
Jika datang padanya Al-Qasim Al-Qusyairi atau Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini, maka dia akan berdiri menyambut kedatangannya dan akan mendudukkan keduanya satu bangku dengannya. Jika Abu Ali Al-Farandi datang menemuinya, dia akan berdiri lalu dia dudukkan di tempat duduknya, lalu dia sendiri duduk di depannya. Atas tindakannya itu, dia pun dicela.
Dia pun menjawab, “Sesungguhnya keduanya (Al Qusyairi dan Al luwaini) Jika datang menemuiku selalu mengatakan, ‘Kamu begini, kamu begini.’ Keduanya membesarkan dan memujiku. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak ada pada diriku. Dengan demikian, maka semakin tebal rasa bangga dalam diriku. Sedangkan jika Abu Ali Al-Farandi datang menemuiku, dia akan menyebutkan aib-aib dan kezhaliman yang aku lakukan. Hal ini membuat aku menyesal dan merenungi semua yang dilakukan..."
lbnu Atsir berkata, “Sedangkan berita tentangnya, maka dia adalah seorang yang alim, seorang relijius, dermawan, adil, pemurah, pemaaf kepada orang-orang yang melakukan kesalahan, dan banyak diam. Majelisnya dipenuhi para qurra', fuqaha‘, dan para imam kaum muslimin, serta orang-orang saleh dan pelaku kebaikan."
Dia termasuk salah seorang penghafal Al-Quran dan mampu menghafalnya pada saat usia baru 11 tahun. Dia banyak berinteraksi dengan madzhab Syafi'i dan tidak akan pernah duduk kecuali dalam keadaan berwudhu’. Tidak pernah sekalipun dia berwudhu’, kecuali setelah itu melakukan salat sunnah.
Jika dia mendengar adzan, maka dia akan segera menghentikan seluruh kegiatannya dan akan menjauhi kegiatan itu. Jika selesai adzan, dia tidak akan memulai sesuatu pun sebelum melakukan salat. Jika sang muadzin lalai untuk melakukan adzan, dia akan menyuruhnya untuk adzan. Ini merupakan puncak sikap seorang hamba dalam menjaga waktu salat, dan dalam memenuhi panggilan ibadah.
Dia demikian serius menjaga hubungan dengan Allah. Suatu saat dia pernah berkata, “Semalam saya bermimpi melihat iblis. Maka saya katakan padanya, ‘Celaka kamu!! Allah telah menciptakan kamu dan Dia perintahkan kamu secara langsung agar bersujud pada-Nya. Sedangkan Allah tidak memerintahkan aku bersujud kepada-Nya secara langsung, namun aku tetap bersujud kepada-Nya setiap hari, berkali-kali.”
Dia berkeinginan untuk memiliki sebuah masjid, dimana dia bisa melakukan ibadah di dalamnya dengan jaminan ada makanan yang bisa dimakan. Dia mengatakan makna perkataan ini dalam ungkapan berikut, “Saya ingin memiliki satu desa dan sebuah masjid di mana saya bisa beribadah pada Rabb-ku di dalamnya. Kemudian setelah itu saya inginkan satu potong roti setiap harinya dan sebuah masjid di mana saya beribadah kepada Allah di dalamnya.”
Salah satu sikap kerendahan hatinya adalah dia pernah makan malam. Di sampingnya ada saudaranya, Abul Qasim; pada sisi lainnya ada seorang kepala pemerintahan Khurasan, di sampingnya lagi duduk seorang laki-laki fakir dengan tangan terputus. Nizhamul Mulk melihat laki-laki tadi dan melihat pemimpin Khurasan itu bergeser dan duduk bersama lelaki yang tangannya buntung tadi untuk makan bersamanya. Maka dia pun menyuruhnya pindah dan dia sendiri duduk bersama lelaki bertangan buntung tadi. Salah satu kebiasannya adalah selalu menghadirkan orang-orang miskin dan fakir untuk makan makanan yang dia sediakan. Dia berusaha agar mereka dekat dengannya.
Jika penyakit tidak kau matikan pastilah wabah akan menghancurkan
Dan orang-orang Baghdad tenggelam dalam perang dan dendam
Jika demikian adanya, selamat tinggal untuk sekolah dan semua orang
Takkan ada lagi yang berpegang pada kebenaran setelah kau pulang.”
Majelisnya selalu dipenuhi kalangan ulama dan fuqaha’, yang merupakan teman bergaul sehari-harinya. Suatu saat dikatakan padanya, “Sesungguhnya mereka itu telah mencegahmu untuk melakukan banyak kemaslahatan!”
Dia pun menjawab, “Sesungguhnya mereka itu adalah keindahan dunia dan akhirat, dan kala saya dudukkan mereka di atas kepala saya, maka saya tidak akan menganggap itu sebagai sesuatu yang memberatkan.”
Jika datang padanya Al-Qasim Al-Qusyairi atau Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini, maka dia akan berdiri menyambut kedatangannya dan akan mendudukkan keduanya satu bangku dengannya. Jika Abu Ali Al-Farandi datang menemuinya, dia akan berdiri lalu dia dudukkan di tempat duduknya, lalu dia sendiri duduk di depannya. Atas tindakannya itu, dia pun dicela.
Dia pun menjawab, “Sesungguhnya keduanya (Al Qusyairi dan Al luwaini) Jika datang menemuiku selalu mengatakan, ‘Kamu begini, kamu begini.’ Keduanya membesarkan dan memujiku. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak ada pada diriku. Dengan demikian, maka semakin tebal rasa bangga dalam diriku. Sedangkan jika Abu Ali Al-Farandi datang menemuiku, dia akan menyebutkan aib-aib dan kezhaliman yang aku lakukan. Hal ini membuat aku menyesal dan merenungi semua yang dilakukan..."
lbnu Atsir berkata, “Sedangkan berita tentangnya, maka dia adalah seorang yang alim, seorang relijius, dermawan, adil, pemurah, pemaaf kepada orang-orang yang melakukan kesalahan, dan banyak diam. Majelisnya dipenuhi para qurra', fuqaha‘, dan para imam kaum muslimin, serta orang-orang saleh dan pelaku kebaikan."
Dia termasuk salah seorang penghafal Al-Quran dan mampu menghafalnya pada saat usia baru 11 tahun. Dia banyak berinteraksi dengan madzhab Syafi'i dan tidak akan pernah duduk kecuali dalam keadaan berwudhu’. Tidak pernah sekalipun dia berwudhu’, kecuali setelah itu melakukan salat sunnah.
Jika dia mendengar adzan, maka dia akan segera menghentikan seluruh kegiatannya dan akan menjauhi kegiatan itu. Jika selesai adzan, dia tidak akan memulai sesuatu pun sebelum melakukan salat. Jika sang muadzin lalai untuk melakukan adzan, dia akan menyuruhnya untuk adzan. Ini merupakan puncak sikap seorang hamba dalam menjaga waktu salat, dan dalam memenuhi panggilan ibadah.
Dia demikian serius menjaga hubungan dengan Allah. Suatu saat dia pernah berkata, “Semalam saya bermimpi melihat iblis. Maka saya katakan padanya, ‘Celaka kamu!! Allah telah menciptakan kamu dan Dia perintahkan kamu secara langsung agar bersujud pada-Nya. Sedangkan Allah tidak memerintahkan aku bersujud kepada-Nya secara langsung, namun aku tetap bersujud kepada-Nya setiap hari, berkali-kali.”
Dia berkeinginan untuk memiliki sebuah masjid, dimana dia bisa melakukan ibadah di dalamnya dengan jaminan ada makanan yang bisa dimakan. Dia mengatakan makna perkataan ini dalam ungkapan berikut, “Saya ingin memiliki satu desa dan sebuah masjid di mana saya bisa beribadah pada Rabb-ku di dalamnya. Kemudian setelah itu saya inginkan satu potong roti setiap harinya dan sebuah masjid di mana saya beribadah kepada Allah di dalamnya.”
Salah satu sikap kerendahan hatinya adalah dia pernah makan malam. Di sampingnya ada saudaranya, Abul Qasim; pada sisi lainnya ada seorang kepala pemerintahan Khurasan, di sampingnya lagi duduk seorang laki-laki fakir dengan tangan terputus. Nizhamul Mulk melihat laki-laki tadi dan melihat pemimpin Khurasan itu bergeser dan duduk bersama lelaki yang tangannya buntung tadi untuk makan bersamanya. Maka dia pun menyuruhnya pindah dan dia sendiri duduk bersama lelaki bertangan buntung tadi. Salah satu kebiasannya adalah selalu menghadirkan orang-orang miskin dan fakir untuk makan makanan yang dia sediakan. Dia berusaha agar mereka dekat dengannya.